Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hati-hati, "Penyakit" Pabrik Narkoba di Lapas Bisa Menular

Kompas.com - 07/08/2013, 16:15 WIB
Deytri Robekka Aritonang

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Keberadaan pabrik narkoba di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Cipinang dikhawatirkan dapat menular ke lapas lainnya jika hanya sanksi administrasi yang dijatuhkan kepada oknum petugas lapas yang terlibat. Oleh karena itu, oknum yang terlibat harus diberi sanksi pidana.

"Lapas itu seperti penyakit patologi sosial. Kalau satu lapas bergejolak, lapas lain juga bergejolak. Penyakit ini dibawa oleh pegawai yang dimutasi. Makanya, sanksi administrasi saja tidak cukup. Harus dipidana," ujar kriminolog Universitas Padjadjaran, Yesmil Anwar, Rabu (6/8/2013).

Ia mengatakan, lapas di daerah justru lebih rentan pelanggaran. Karena itu, petugas atau Kepala Lapas Cipinang jangan diberi sanksi demosi berupa pemindahan tugas ke lapas di daerah. Yesmil mengungkapkan, di dalam lapas, ada sistem sosial yang tertutup. Idealnya, kata dia, kepala dan petugas lapas yang berkuasa di dalam lapas. Tetapi, ujarnya, sering kali yang berkuasa adalah narapidana (napi).

"Malah petugas lapas yang dikuasai napi," pungkasnya.

Ia mengatakan, meski demikian, bukan berarti petugas lapas tidak mengetahui semua interaksi sosial dan pelanggaran yang terjadi di lapas. Menurutnya, mustahil jika kepala dan petugas lapas tidak tahu soal keberadaan pabrik narkoba di Lapas Cipinang. Hal senada disampaikan pengamat hukum dari Universitas Gadjah Mada Sudjito. Ia menilai, petugas lapas pasti memiliki keterlibatan dalam kasus pabrik narkoba di dalam wilayah pengawasannya.

"Dari situ sudah jelas kalapas dan pegawai ikut terlibat," tutur Sudjito.

Dia mengatakan, pemberian hukuman administrasi secara normatif tidak menyelesaikan masalah pemberantasan narkoba dan pemasyarakatan.

"Kalau sanksi administrasi paling berat dipecat, itu tidak menyelesaikan masalah karena kasus narkobanya tidak tersentuh," katanya.

Dia menegaskan, paling tepat jika oknum lapas diberi hukuman berat secara pidana. Untuk itu, imbuhnya, Kementerian Hukum dan HAM harus mau merendahkan hati menggandeng kepolisian dan kejaksaan untuk menindak jajarannya secara pidana.

"Kalau kalapas hanya dicopot, itu seperti penegakan hukum yang terkotak-kotak, terfragmentasi, sedangkan kasus narkoba yang merupakan kejahatan yang sangat luar biasa harus ditangani bersama-sama dengan terorganisasi," tukas Sudjito.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dengan Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dengan Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Nasional
'Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?'

"Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?"

Nasional
Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Nasional
Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Nasional
Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Nasional
Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Nasional
Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: 'Skincare' Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: "Skincare" Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Nasional
Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Nasional
'Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo'

"Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo"

Nasional
Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Jokowi Makan Mie Gacoan di NTB, Pesan Mi Level 0

Jokowi Makan Mie Gacoan di NTB, Pesan Mi Level 0

Nasional
Kaum Intelektual Dinilai Tak Punya Keberanian, Justru Jadi Penyokong Kekuasaan Tirani

Kaum Intelektual Dinilai Tak Punya Keberanian, Justru Jadi Penyokong Kekuasaan Tirani

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com