Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hindari Cuti Bersama Para Menteri

Kompas.com - 25/04/2013, 20:46 WIB
Haryo Damardono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Peneliti Senior Pol-Tracking Institute Tata Mustasya mengatakan, Presiden harus merombak para menteri di jajaran kabinetnya yang mencalonkan diri kembali pada pemilu legislatif. Bila tidak, sisa masa pemerintahan ini akan berlangsung tidak efektif.

"Ini benar-benar kerugian bagi negara. Sebab, akhirnya menteri bekerja dengan pola 2-1-2. Dua tahun pertama belajar, satu tahun benar-benar bekerja, dan dua tahun terakhir mencari posisi-posisi baru. Akhirnya, yang dirugikan adalah publik," kata Tata, Kamis (25/4/2013), di Jakarta.

Jadi, kata Tata, yang terbaik adalah Presiden mengganti menteri-menteri yang mencalonkan diri kembali. "Kalau tidak, nantinya para menteri akan cuti bersama," ujarnya.

Ditegaskan Tata, peran Presiden sangat vital untuk tetap menjaga berlangsungnya pemerintahan dengan keberadaan menteri yang menjadi calon anggota legislatif. "Bila harus membuat regulasi baru, saya rasa sudah terlambat. Regulasi tersebut sebaiknya telah disusun sejak satu tahun lalu karena pembahasannya pasti alot," ujarnya.

Ditekankan oleh Tata, pencalonan kembali menteri menjadi caleg merupakan cerminan dari demokrasi "internal" di partai politik yang belum berjalan. "Para pemimpin dan tokoh-tokoh parpol masih ingin memiliki kekuasaan politik di parpol mereka dengan menjadi pejabat publik," ujarnya.

Ada kekhawatiran umum bila tidak memegang jabatan publik, daya tawar tokoh-tokoh ini akan berkurang drastis. "Ini juga karena jabatan publik ditengarai masih menjadi sumber pendanaan parpol di antaranya melalui proses legislasi," kata Tata.

Golkar agak berbeda oleh karena ada dua kemungkinan. Pertama, secara institusional demokrasi internal di Golkar lebih baik. Kedua, secara individual, menteri-menteri Golkar dapat memegang peran penting tanpa jabatan publik karena mereka secara individual masih menentukan dalam pendanaan parpol.

"Beberapa menteri Golkar memang berlatarbelakang pengusaha," kata Tata.

Menurut Tata, dari sisi institusional demokrasi internal parpol memang Golkar dan PPP lebih baik dan matang daripada partai-partai politik baru. Partai-partai lama tidak memiliki God Father. "Parpol warisan Orde Baru malah tumbuh dengan mekanisme yang jelas," ujar Tata.

"Coba bandingkan dengan PDI-P, Hanura, Gerindra, dan PKB; yang seolah-olah ada pemilik tunggalnya. Tidak mengherankan bila mekanisme pendanaan partai misalnya tidak berjalan dengan baik," demikian dipaparkan Tata.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menteri ATR/Kepala BPN Serahkan 356 Sertifikat Tanah Elektronik untuk Pemda dan Warga Bali

Menteri ATR/Kepala BPN Serahkan 356 Sertifikat Tanah Elektronik untuk Pemda dan Warga Bali

Nasional
Pernah Dukung Anies di Pilkada DKI 2017, Gerindra: Itu Sejarah, Ini Sejarah Baru

Pernah Dukung Anies di Pilkada DKI 2017, Gerindra: Itu Sejarah, Ini Sejarah Baru

Nasional
Pemerintah Akan Evaluasi Subsidi Energi, Harga BBM Berpotensi Naik?

Pemerintah Akan Evaluasi Subsidi Energi, Harga BBM Berpotensi Naik?

Nasional
MK Tolak Gugatan Anggota DPR Fraksi PAN ke 'Crazy Rich Surabaya'

MK Tolak Gugatan Anggota DPR Fraksi PAN ke "Crazy Rich Surabaya"

Nasional
Wapres Harap Ekonomi dan Keuangan Syariah Terus Dibumikan

Wapres Harap Ekonomi dan Keuangan Syariah Terus Dibumikan

Nasional
Wapres Sebut Kuliah Penting, tapi Tak Semua Orang Harus Masuk Perguruan Tinggi

Wapres Sebut Kuliah Penting, tapi Tak Semua Orang Harus Masuk Perguruan Tinggi

Nasional
BNPB: 2 Provinsi dalam Masa Tanggap Darurat Banjir dan Tanah Longsor

BNPB: 2 Provinsi dalam Masa Tanggap Darurat Banjir dan Tanah Longsor

Nasional
Pimpinan KPK Alexander Marwata Sudah Dimintai Keterangan Bareskrim soal Laporan Ghufron

Pimpinan KPK Alexander Marwata Sudah Dimintai Keterangan Bareskrim soal Laporan Ghufron

Nasional
Drama Nurul Ghufron Vs Dewas KPK dan Keberanian Para 'Sesepuh'

Drama Nurul Ghufron Vs Dewas KPK dan Keberanian Para "Sesepuh"

Nasional
Di Hadapan Jokowi, Kepala BPKP Sebut Telah Selamatkan Uang Negara Rp 78,68 Triliun

Di Hadapan Jokowi, Kepala BPKP Sebut Telah Selamatkan Uang Negara Rp 78,68 Triliun

Nasional
Hadapi Laporan Nurul Ghufron, Dewas KPK: Kami Melaksanakan Tugas

Hadapi Laporan Nurul Ghufron, Dewas KPK: Kami Melaksanakan Tugas

Nasional
MK Tolak Gugatan PPP Terkait Perolehan Suara di Jakarta, Jambi, dan Papua Pegunungan

MK Tolak Gugatan PPP Terkait Perolehan Suara di Jakarta, Jambi, dan Papua Pegunungan

Nasional
11 Korban Banjir Lahar di Sumbar Masih Hilang, Pencarian Diperluas ke Perbatasan Riau

11 Korban Banjir Lahar di Sumbar Masih Hilang, Pencarian Diperluas ke Perbatasan Riau

Nasional
Perindo Resmi Dukung Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jatim 2024

Perindo Resmi Dukung Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jatim 2024

Nasional
KPK Usut Dugaan Pengadaan Barang dan Jasa Fiktif di PT Telkom Group, Kerugian Capai Ratusan Miliar Rupiah

KPK Usut Dugaan Pengadaan Barang dan Jasa Fiktif di PT Telkom Group, Kerugian Capai Ratusan Miliar Rupiah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com