Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Berulang di Bulan Maret

Kompas.com - 02/04/2013, 09:17 WIB
Joseph Osdar

Penulis

KOMPAS.com - Rabu, 26 Maret 1997, Menteri Pemuda dan Olahraga Hayono Isman menemui Presiden Soeharto di kediaman Soeharto di Jalan Cendana, Menteng, Jakarta.

Seusai bertemu Presiden Soeharto, Menpora dipersilakan masuk ke ruang wartawan yang merupakan bagian dari kediaman Soeharto.

Kepada para wartawan, Hayono Isman menyampaikan pesan Soeharto untuk bangsa Indonesia yang sedang menyongsong pemilihan umum tanggal 29 Mei 1997. Esok harinya, tanggal 27 Maret 1997, beberapa surat kabar memberitakan pesan Soeharto itu. Salah satu surat kabar terbitan Jakarta memilih judul berbunyi ”Jangan Bergantung Kharisma Perorangan”.

Sebagai catatan kaki, tanggal 27 Maret 1997 adalah peringatan tahun ke-29 Soeharto dilantik sebagai presiden kedua RI oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

Dalam pesannya yang disampaikan lewat Hayono Isman waktu itu, Soeharto meminta bangsa Indonesia, khususnya kaum muda, tidak menggantungkan diri pada karisma perorangan. ”Dengan kata lain, janganlah di negara ini, kita menggantungkan kepada karisma perorangan. Akan tetapi, gantungkanlah kepada sistem yang kuat yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,” kata Hayono Isman mengutip ucapan Soeharto.

Sebelumnya, di Desa Pucang Gading, Demak, Jawa Tengah, 29 Mei 1996, Soeharto menyampaikan keengganannya untuk dipilih lagi dengan alasan pada tahun 1998 usianya telah 77 tahun. Kemudian, pada 21 Maret 1997, di Istana Negara, Jakarta, Soeharto mengatakan, pemilu akan terus berjalan sepanjang masa. Oleh karena itu, harus diusahakan jangan mempertahankan status quo.

Namun, pada 8 Maret 1998, semua fraksi di MPR datang ke Jalan Cendana dan meminta Soeharto bersedia kembali menjadi presiden. Soeharto menjawab bersedia.

”Pak Harto mengungkapkan, dirinya sudah berusia 77 tahun. Akan tetapi, semangat juangnya dan Sapta Marga masih tinggi,” ujar Letnan Jenderal Yunus Yosfiah dari Fraksi ABRI kepada wartawan di Cendana waktu itu.

Sabtu, 30 Maret 2013, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) selaku ketua umum baru Partai Demokrat menyampaikan hal yang mirip dengan ucapan Soeharto 16 tahun lalu. Akan tetapi, perlu dicatat, mirip itu tidak sama. Banyak perbedaannya. Soeharto bicara kepada para calon pemilih pemilu 29 Mei 1997, sedangkan Yudhoyono bicara kepada kader Partai Demokrat.

Dalam pidatonya pada akhir Kongres Luar Biasa Partai Demokrat di Bali, 30 Maret 2013, SBY, antara lain, mengatakan, partai modern tidak boleh bergantung kepada figur atau tokoh. Oleh karena itu, ia sejak dulu tidak mau menduduki posisi Ketua Umum Partai Demokrat.

Karena permohonan dan demi selamatnya Partai Demokrat, SBY memilih bersedia menjadi ketua umum dengan berbagai persyaratan.

Bangsa ini sampai kini masih cinta figur ketimbang sistem.(J Osdar)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    ICW Desak KPK Panggil Keluarga SYL, Usut Dugaan Terlibat Korupsi

    ICW Desak KPK Panggil Keluarga SYL, Usut Dugaan Terlibat Korupsi

    Nasional
    Jokowi Masih Godok Susunan Anggota Pansel Capim KPK

    Jokowi Masih Godok Susunan Anggota Pansel Capim KPK

    Nasional
    Bamsoet Ingin Bentuk Forum Pertemukan Prabowo dengan Presiden Sebelumnya

    Bamsoet Ingin Bentuk Forum Pertemukan Prabowo dengan Presiden Sebelumnya

    Nasional
    Senyum Jokowi dan Puan saat Jumpa di 'Gala Dinner' KTT WWF

    Senyum Jokowi dan Puan saat Jumpa di "Gala Dinner" KTT WWF

    Nasional
    ICW Minta MKD Tegur Hugua, Anggota DPR yang Minta 'Money Politics' Dilegalkan

    ICW Minta MKD Tegur Hugua, Anggota DPR yang Minta "Money Politics" Dilegalkan

    Nasional
    Momen Jokowi Bertemu Puan sebelum 'Gala Dinner' WWF di Bali

    Momen Jokowi Bertemu Puan sebelum "Gala Dinner" WWF di Bali

    Nasional
    Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

    Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

    Nasional
    Vibes Sehat, Perwira Pertamina Healing dengan Berolahraga Lari

    Vibes Sehat, Perwira Pertamina Healing dengan Berolahraga Lari

    Nasional
    Nyalakan Semangat Wirausaha Purna PMI, Bank Mandiri Gelar Workshop “Bapak Asuh: Grow Your Business Now!”

    Nyalakan Semangat Wirausaha Purna PMI, Bank Mandiri Gelar Workshop “Bapak Asuh: Grow Your Business Now!”

    Nasional
    Data ICW: Hanya 6 dari 791 Kasus Korupsi pada 2023 yang Diusut Pencucian Uangnya

    Data ICW: Hanya 6 dari 791 Kasus Korupsi pada 2023 yang Diusut Pencucian Uangnya

    Nasional
    UKT Meroket, Anies Sebut Keluarga Kelas Menengah Paling Kesulitan

    UKT Meroket, Anies Sebut Keluarga Kelas Menengah Paling Kesulitan

    Nasional
    Anies Ungkap Kekhawatirannya Mau Maju Pilkada: Pilpres Kemarin Baik-baik Nggak?

    Anies Ungkap Kekhawatirannya Mau Maju Pilkada: Pilpres Kemarin Baik-baik Nggak?

    Nasional
    MKD DPR Diminta Panggil Putri SYL yang Diduga Terima Aliran Dana

    MKD DPR Diminta Panggil Putri SYL yang Diduga Terima Aliran Dana

    Nasional
    Kemenag: Jemaah Umrah Harus Tinggalkan Saudi Sebelum 6 Juni 2024

    Kemenag: Jemaah Umrah Harus Tinggalkan Saudi Sebelum 6 Juni 2024

    Nasional
    Anies dan Ganjar Diminta Tiru Prabowo, Hadiri Pelantikan Presiden meski Kalah di Pilpres

    Anies dan Ganjar Diminta Tiru Prabowo, Hadiri Pelantikan Presiden meski Kalah di Pilpres

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com