Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Abaikan Momentum, SBY Berisiko Hadapi "People Power"

Kompas.com - 20/11/2009, 12:44 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Respons Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terhadap rekomendasi final Tim Delapan akan disampaikan pada hari Senin pekan depan. Sikap apa yang akan diambil Presiden menjadi hal yang paling dinantikan.

Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Lili Romli, mengatakan, Presiden tak boleh abai terhadap rekomendasi tersebut. Ia menyebutkan, risiko yang akan dihadapi Presiden cukup serius jika tak menyikapi dengan tegas.

"Ini merupakan momentum untuk Presiden. Kalau momentum tersebut tidak diambil dengan baik, maka risiko yang dihadapi adalah delegitimate (delegitimasi), dan distrust (ketidakpercayaan) dari publik bisa menguat dan bisa saja terjadi people power. Jadi Presiden jangan main-main, sikapi dengan mengimplementasi saran dan rekomendasi Tim Delapan," kata Lili, Jumat (20/11) di Gedung DPD, Jakarta.

Lili menambahkan, Presiden seharusnya tidak terperangkap dalam persoalan prosedural dengan dalih tak ingin melakukan intervensi. "Hal substantif yang harus diutamakan. Apakah jika mengedepankan prosedural akan melanggar rasa keadilan? Kalau melanggar, maka bisa diabaikan," ujarnya.

Di tengah harapan masyarakat akan rasa keadilan, lanjut Lili, dibutuhkan pemimpin yang berani melakukan terobosan, inovasi, dan tidak terbelenggu birokrasi.

Hal senada juga diungkapkan oleh ahli filsafat Universitas Indonesia, Rocky Gerung. Rocky mengatakan, potensi people power harus menjadi kalkulasi Presiden. "Harus diperhitungkan semuanya, potensi people power harus dikalkulasi. Jangan-jangan, 100 hari pertama Presiden bisa menjadi 100 hari terakhir. Ini kalkulasi paling buruk," kata Rocky.

Ia menambahkan, dalam dunia politik, keadilan adalah sebuah kejelitaan. "Politik Indonesia belum punya kejelitaan itu. Politik kita tidak bekerja atas dasar transaksi keadilan, tapi transaksi kekuasaan. Di mana ada black market of justice, di situ ada black market of power," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com