JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum kepemiluan Universitas Indonesia, Titi Anggraini menilai bahwa putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengubah penghitungan batas usia calon kepala daerah baru-baru ini tak dapat diberlakukan untuk Pilkada Serentak 2024.
Sebab, tahapan pencalonan Pilkada Serentak 2024 telah dimulai sejak bakal pasangan calon nonpartai/independen/perseorangan menyerahkan syarat dukungan minimal ke KPU di masing-masing wilayah.
Dukungan itu kini diverifikasi oleh KPU.
"Bakal calon perseorangan telah menyerahkan syarat dukungan untuk Pilkada 2024 berdasarkan Keputusan KPU Nomor 532 Tahun 2024 (yang diteken pada) 7 Mei lalu, yang masih menginduk pada Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2020," ujar Titi dalam keterangannya, Kamis (31/5/2024).
"Artinya, rangkaian proses pencalonan jalur perseorangan dilakukan dengan keberlakuan syarat usia yang masih menggunakan ketentuan berusia paling rendah 30 tahun untuk cagub/cawagub dan 25 tahun untuk calon di pilkada kabupaten/kota 'terhitung sejak penetapan pasangan calon'," ujar dia.
Baca juga: KPU Akan Harmonisasi Aturan Setelah MA Ubah Batas Usia Calon Kepala Daerah
Sebelumnya, dalam PKPU 9/2020 itu, calon gubernur-wakil gubernur harus berusia minimal 30 tahun ketika ditetapkan KPU sebagai kandidat yang akan berlaga di pilkada.
Sementara itu, calon bupati/wali kota dan wakilnya harus berusia minimal 25 tahun ketika ditetapkan KPU.
Dalam Putusan MA Nomor 23 P/HUM/2024, MA mengubah penghitungan usia calon kepala daerah dari yang semula dibuat KPU itu.
Mahkamah kini mengatur, usia calon kepala daerah dihitung pada saat calon tersebut dilantik sebagai kepala daerah definitif, bukan saat penetapan sebagai kandidat.
Baca juga: MA Ubah Aturan Batas Usia Calon Kepala Daerah Hanya dalam 3 Hari
Titi juga menyoroti tindakan MA yang mengabulkan permohonan dari Ahmad Ridha Sabana, Ketua Partai Garuda itu.
"Persyaratan usia diatur dalam UU Pilkada, maka kalau ada ketidakjelasan dalam penerapannya dan dianggap menimbulkan ketidakpastian hukum, maka ruang pengujiannya bukan ke MA, tapi langsung ke Mahkamah Konstitusi," ujar Titi.
"Sebab, KPU adalah regulator teknis yang mengatur penyelenggaraan proses dan manajemen tahapan pilkada yang menjadi tugas dan kewenangannya. KPU lah yang mengoperasionalisasi undang-undang dalam peraturan yang mereka buat. Hal itu juga sudah ditegaskan MK melalui Putusan MK Nomor 15/PUU-V/2007," ucap dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.