Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Romo Magnis Bicara Etika Presiden di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran Bela Jokowi

Kompas.com - 03/04/2024, 06:32 WIB
Ardito Ramadhan,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com- Guru Besar Filsafat STF Driyarkara Franz Magnis Suseno yang akrab disapa Romo Magnis menjadi salah satu ahli yang dihadirkan dalam sidang lanjutan perkara sengketa hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (2/4/2024) kemarin.

Romo Magnis yang dihadirkan oleh kubu Ganjar-Mahfud selaku pihak pemohon dalam perkara tersebut banyak memaparkan persoalan etika seorang presiden ketika memberikan keterangan di hadapan sidang.

Salah satu poin keterangan Romo Magnis yang menjadi sorotan pada sidang kemarin adalah soal presiden yang tidak ubahnya seperti pemimpin organisasi mafia bila menggunakan kekuasaannya hanya untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu.

"Memakai kekuasaan untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu membuat presiden menjadi mirip dengan pimpinan organisasi mafia," kata Romo Magnis, Selasa.

Baca juga: Romo Magnis Sebut Presiden Mirip Mafia jika Gunakan Kekuasaan untuk Untungkan Pihak Tertentu

Romo Magnis mengungkapkan, presiden adalah penguasa atas seluruh masyarakat yang harus sadar bahwa tanggung jawabnya adalah keselamatan seluruh bangsa, sehingga tidak boleh menggunakan kekuasaan demi keuntungan pribadi dan keluarganya.

Dia pun menekankan bahwa seorang presiden harus menjadi milik semua, bukan hanya milik mereka yang memilihnya.

"Kalaupun dia misalnya berasal dari satu partai, begitu dia menjadi presiden segenap tindakannya harus demi keselamatan semua," ujar Romo Magnis.

Romo Magnis lantas mengingatkan bahwa sikap pemerintah yang menguntungkan kepentingannya sendiri dapat menyebabkan situasi tidak aman.

Baca juga: Di Sidang MK, Romo Magnis Sebut Presiden Langgar Etik Berat jika Kerahkan Aparat Menangkan Capres

Sebab, mengutip filsuf Immanuel Kant, dia menyebutkan bahwa masyarakat akan menaati pemerintah apabila bertindak atas dasar hukum yang berlaku.

"Apabila penguasa bertindak tidak atas dasar hukum dan tidak demi kepentingan seluruh masyarakat, melainkan memakai kuasanya untuk menguntungkan kelompok, kawan, keluarganya sendiri, motivasi masyarakat untuk menaati hukum akan hilang," ujar Romo Magnis.

"Akibatnya, hukum dalam masyarakat tidak lagi aman, negara hukum akan merosot menjadi negara kekuasaan dan mirip dengan wilayah kekuasaan mafia," katanya lagi.

Dalam konteks Pilpres 2024, Romo Magnis juga menyebutkan bahwa presiden dapat dikatakan melanggar etik berat jika menggunakan kekuasaannya untuk mendukung pasangan kandidat dikehendaki menang.

Baca juga: Romo Magnis ke Ganjar: Politik Bukan untuk Menangkan Orang Kiri Kanan, tapi Memajukan Bangsa

Namun, menurut dia, sah-sah saja apabila presiden memberi tahu orang lain mengenai kandidat mana yang diharapkan menang dalam pemilihan.

"Tetapi begitu dia memakai kedudukannya, kekuasaannya untuk memberi petunjuk pada ASN (Aparatur Sipil Negara), polisi, militer, dan lain-lain untuk mendukung salah satu paslon (pasangan calon), serta memakai kas negara untuk membiayai perjalanan dalam rangka memberikan dukungan kepada paslon, itu dia secara berat melanggar tuntutan etik," ujar Romo Magnis.

Sebab, dia lagi-lagi mengingatkan bahwa presiden seharusnya bertindak tanpa membeda-bedakan warganya, termasuk politisi yang mengikuti kontestasi pemilu.

Halaman:


Terkini Lainnya

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Nasional
Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Nasional
Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Nasional
Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Nasional
Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Nasional
Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Nasional
Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Nasional
Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Nasional
Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Nasional
Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Nasional
Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Nasional
Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

Nasional
Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com