JAKARTA, KOMPAS.com - Kubu calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, membentuk tim hukum untuk menghadapi gugatan hasil Pemilu Presiden (Pilpres) 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK).
Tim hukum yang diberi nama Tim Pembela Prabowo-Gibran itu beranggotakan 45 advokat yang diutus oleh partai politik anggota Koalisi Indonesia Maju.
Wakil Dewan Pengarah Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Yusril Ihza Mahendra, ditunjuk sebagai ketua tim tersebut. Selain Yusril, ada sejumlah advokat ternama yang tergabung dalam tim ini, seperti, Hotman Paris Hutapea, Otto Hasibuan, dan OC Kaligis.
Ada pula Wakil Ketua Umum Partai Gerindra yang juga Wakil Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman, serta anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat sekaligus anggota Komisi III DPR RI Hinca Pandjaitan.
Belum dimulai sidang sengketa Pilpres 2024 di MK, para advokat ini telah bersuara membela Prabowo-Gibran. Yusril hingga Hotman Paris mengkritisi gugatan capres-cawapres nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar; serta capres-cawapres nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, yang meminta MK mendiskualifikasi Prabowo-Gibran.
Yusril, misalnya, menilai permintaan kubu Anies dan Ganjar untuk mendiskualifikasi Prabowo-Gibran merupakan suatu keanehan. Sebab, menurut dia, kedua pihak tersebut baru meminta Prabowo-Gibran didiskualifikasi setelah Pilpres 2024 selesai.
"Kalau Pak Gibran yang maju didasarkan atas putusan MK dan minta MK mendiskualifikasi, maka kedua pemohon sebenarnya tidak berhadapan dengan termohon KPU (Komisi Pemilihan Umum) dan kami sebagai pihak terkait. Mereka berhadapan dengan MK sendiri. Nanti kita akan lihat bagaimana MK menyikapi permohonan ini," kata Yusril saat dimintai konfirmasi, Minggu (24/3/2024).
Baca juga: 45 Pengacara Masuk Tim Pembela Prabowo-Gibran di MK Hadapi Gugatan Anies dan Ganjar
Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) ini mengingatkan bahwa pendaftaran Gibran sebagai cawapres Prabowo sudah lama selesai. Menurut dia, jika ada paslon lain yang keberatan, sebelum tahapan Pilres 2024 berlanjut, mereka seharusnya membawa persoalan tersebut ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
"Dan kalau tidak puas, bisa bawa lagi ke PT TUN (Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara). Ini adalah sengketa proses yang bersifat administratif yang harus dibedakan dengan sengketa hasil pilpres. Tetapi seingat saya, kedua pemohon tidak melakukan hal itu," ujar Yusril.
Menurut Yusril, mempersoalkan hal-hal yang terkait dengan proses yang bersifat administratif ketika pilpres sudah usai adalah sesuatu yang terlambat.
"Kami berkeyakinan MK paham tentang kewenangannya, yakni untuk memeriksa dan memutus sengketa hasil pemilu, bukan sengketa proses yang bersifat administratif dan menjadi kewenangan lembaga lain," ujarnya lagi.
Yusril juga berpandangan, permintaan kubu Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud soal pemilu ulang usai Gibran didiskualifikasi sulit dikabulkan. Jika Gibran didiskualifikasi, katanya, pemilihan ulang akan bersifat menyeluruh, mulai dari tahap awal pencalonan presiden dan wakil presiden.
"Bahwa kedua pemohon sama-sama memohon agar dilakukan pilpres ulang setelah Pak Gibran didiskualifikasi, hemat kami petitum seperti itu sulit untuk dikabulkan," kata mantan Menteri Sekretaris Negara itu.
Baca juga: PDI-P Minta MK Kedepankan Sikap Kenegarawanan Saat Adili Sengketa Pilpres dan Pileg
Sementara, menurut Hotman Paris, kubu Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud cengeng karena meminta MK untuk mendiskualifikasi Gibran.
"Itu benar-benar saya katakan itu permohonan yang super-super cengeng," katanya saat ditemui di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (25/3/2024).