Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akademisi UNJ Sebut Jokowi Otoriter, 3 Kali Abaikan Kaum Intelektual

Kompas.com - 15/03/2024, 05:10 WIB
Ardito Ramadhan,
Ihsanuddin

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Akademisi Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedillah Badrun berpandangan, beragam masalah yang terjadi di Indonesia saat ini disebabkan oleh  pemerintahan Jokowi yang bersikap otoritarian dan kerap mengabaikan kaum intelektual.

Hal ini disampaikan Ubedillah saat menghadiri acara bertajuk 'Universitas Memanggil' di Kampus Universitas Indonesia Salemba, Jakarta, Kamis (14/3/2024), yang diikuti para akademisi dari sejumlah perguruan tinggi se-Jabodetabek.

"Mengapa problem kita sedemikian parah, dari beberapa perspektif yang tadi disampaikan, kesimpulan yang saya tarik adalah, ada secara terang benderang pengabaian terhadap kaum intelektual," kata Ubedillah, Kamis siang.

Baca juga: Isu Anak-Menantu Jokowi Ikut Pilkada, Pakar: Ini Bukan Republik Keluarga

Menurut Ubedillah, ada tiga peristiwa dalam 5 tahun terakhir yang menandakan bahwa apsirasi kelompok cendekiawan diabaikan pemerintah.

Pertama, pada 2019 lalu ketika pemerintah dan DPR bersikukuh mengesahkan revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) meski diprotes oleh mahasiswa dan para akademisi.

Ubedillah mengingatkan, ketika itu, ratusan ribu mahasiswa turun ke jalan dan ada banyak guru besar yang mendatangi istana agar UU KPK tidak direvisi, tapi aspirasi itu diabaikan.

"Bayangkan, kaum intelektual menyatakan kebenaran, tidak didengar, dan faktanya hari ini indeks korupsi kita memang skornya terendah," ujar Ubedillah.

Baca juga: Seruan Salemba, Akademisi Kritik Bansos sebagai Politik Gentong Babi Pemerintahan Jokowi

Ubedillah melanjutkan, para akademisi juga kembali diabaikan ketika pemerintah dan DPR ngotot mengesahkan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja yang ramai diprotes oleh mahasiswa dan buruh.

Ia menyebutkan, mahasiswa dan buruh sudah mengingatkan bahwa RUU Cipta Kerja bermasalah karena dapat menciptakan kemiskinan sistemik.

"Bahkan sekelas Profesor Emil Salim mengingatkan itu agar jangan disahkan undang-undang yang sangat bermasalah. Tapi tengah malam, dengan diburu-buru, undang-undang disahkan, itu pengabaian paling melecehkan kaum intelektual," kata Ubedillah.

Terakhir, ia menyinggung putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90 Tahun 2023 yang membuka pintu bagi puta sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming, maju sebagai calon wakil presiden meski belum cukup umur.

"Teman-teman ahli hukum tata negara meneteskan air mata karena bayangkan hampir seluruh teori tidak bisa meruntuhkan ambisi pribadi kekuasaan," ujar Ubedillah.

Baca juga: Sivitas UII Tabur Bunga di Atas Keranda, Sebut Demokrasi Mati di Tangan Jokowi

Sosiolog itu berpandangan, praktik tersebut adalah praktik otoritarian dengan gaya baru yang dibangun melalui proses populis.

"Yang dari wong cilik, dari gorong-gorong lalu seolah-olah dia merasa bahwa dia dipilih mayoritas bangsa ini lalu dengan cara itu dia bisa melakukan apa pun," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Disambut Hatta Rajasa, Prabowo Hadiri Rakornas Pilkada PAN

Disambut Hatta Rajasa, Prabowo Hadiri Rakornas Pilkada PAN

Nasional
Tambah Dua Tanker Gas Raksasa, Pertamina International Shipping Jadi Top Tier Pengangkut LPG Asia Tenggara

Tambah Dua Tanker Gas Raksasa, Pertamina International Shipping Jadi Top Tier Pengangkut LPG Asia Tenggara

Nasional
Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan 'Food Estate'

Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan "Food Estate"

Nasional
Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Nasional
KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

Nasional
554 Kloter Jemaah Haji Reguler Sudah Kantongi Visa, Siap Berangkat Mulai 12 Mei

554 Kloter Jemaah Haji Reguler Sudah Kantongi Visa, Siap Berangkat Mulai 12 Mei

Nasional
Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Nasional
PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

Nasional
KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

Nasional
KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada 'Abuse of Power'

Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada "Abuse of Power"

Nasional
Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Nasional
Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Nasional
Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Nasional
Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com