Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sikap KPU Tak Buka Data Lonjakan Suara PSI di Madiun Dianggap Mencurigakan

Kompas.com - 14/03/2024, 11:34 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang tidak menyandingkan data dokumen perbedaan perolehan suara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) di Kota Madiun dianggap mencurigakan.

"Sangat disayangkan ketidakterbukaan yang dilakukan KPU kepada publik. Hal ini yang juga patut dipertanyakan. Kenapa? Karena dokumen C.hasil itu milik publik," kata Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia Neni Nur Hayati saat dihubungi pada Kamis (14/3/2024).

Neni menganggap sikap KPU yang enggan menyandingkan data antara dokumen D.Hasil dan C.Hasil tempat pemungutan suara (TPS) PSI di Kota Madiun malah memicu dugaan ada hal yang ditutupi.

Baca juga: Suara PSI Naik 38 Persen di Madiun, Tak Dibuka KPU dari Kecamatan hingga Pusat

"Seolah memang KPU juga ada dugaan masuk di permainan penggelembungan suara," ujar Neni.

Menurut Neni, lembaganya banyak menerima terkait dugaan pergeseran suara antarparpol dan dari suara partai ke calon anggota legislatif (Caleg) di internal.

Sebelumnya diberitakan, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) keberatan atas tidak dibukanya lonjakan suara PSI yang disebut terjadi di Kecamatan Taman, Kota Madiun, Jawa Timur.

Keberatan itu disampaikan dalam rekapitulasi penghitungan suara tingkat nasional yang merupakan rekapitulasi tahap terakhir di kantor KPU RI, Rabu (13/3/2024).

Baca juga: PSI Usul Jokowi Pimpin Koalisi, Projo: Tunggu Lihat Perkembangan


PKS menyatakan, berdasarkan formulir D.Hasil tingkat Kota Madiun, perolehan suara PSI mencapai 5.920 suara di Kecamatan Taman.

Sementara itu, berdasarkan data formulir C.Hasil TPS yang dihimpun PKS terhadap TPS-TPS se-Kecamatan Taman membuktikan bahwa perolehan PSI hanya 4.285 suara.

Ini artinya, ada lonjakan 1.635 atau 38,15 persen suara dari perolehan suara PSI di Kecamatan Taman, merujuk pada data PKS.

PKS pun meminta agar saat proses rekapitulasi di tingkat kota/kabupaten dan provinsi, dilakukan sanding data D.Hasil dengan C.Hasil TPS untuk menyelidiki lonjakan suara PSI itu. Namun, permintaan itu tak dikabulkan.

Baca juga: Usulkan Jokowi Jadi Ketua Koalisi, PSI Dinilai Bermanuver demi Naikkan Daya Tawar Partai

Pimpinan KPU RI yang memimpin rapat, Mochamad Afifuddin, justru menegaskan bahwa logika rekapitulasi berjenjang yang diterapkan untuk menetapkan hasil pemilu memang hanya memeriksa ke satu tingkat di bawahnya.

Situasi ini cukup berbeda dengan kebijakan Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari kala memimpin rapat pleno rekapitulasi, ambil contoh rekapitulasi penghitungan suara Pileg DPR RI di Sintang, Kalimantan Barat.

Meskipun di tingkat nasional, tetapi ketika ada keberatan saksi PDI-P terhadap suatu kejanggalan perolehan suara di TPS 002 Desa Nanga Tekungai, Kecamatan Serawai, operator diminta menampilkan formulir C.Hasil TPS dari Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) untuk diteliti bersama oleh seluruh peserta rapat rekapitulasi.

Afifuddin kemudian menyampaikan bahwa ada aturan-aturan terkait hal-hal yang bisa dibuka dalam forum-forum pleno rekapitulasi.

Baca juga: PSI Usul Jokowi Jadi Ketua Koalisi, Golkar Sebut Harus Persetujuan Prabowo

Ia pun menyarankan agar PKS membawa masalah ini ke Bawaslu.

"Kalau boleh disarankan dua jalur, seperti yang juga kemarin terjadi, para pihak yang keberatan pada 1 kasus untuk melakukan administrasi cepat di Bawaslu," ucapnya.

"Mekanismenya pokoknya di teman-teman Bawaslu nanti dilakukan prosesnya," tegas Afif.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Nasional
Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Nasional
Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Nasional
Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Nasional
Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Nasional
Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Nasional
Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Nasional
Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Nasional
Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Nasional
PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

Nasional
Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Nasional
Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com