BERTERIMA kasihlah kepada para politikus kita yang memunculkan wacana bahwa Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta bakal ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden dengan memperhatikan usul atau pendapat DPRD.
Wacana pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur Jakarta secara tidak langsung tersebut sontak memancing pro-kontra, terutama ketika “nikmat” pemilihan kepala daerah secara langsung telah belasan tahun dirasakan oleh publik.
Rancangan Undang-undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) telah disepakati menjadi usul inisiatif DPR, hal mana diputuskan dalam Rapat Paripurna pada 5 Desember 2023. Hari-hari ke depan menjadi penting untuk penyelesaian RUU tersebut, bahkan pihak DPR telah menyebut bahwa RUU ini bakal selesai pembahasannya pada masa persidangan kali ini, bahkan ada yang menyebut bakal rampung dikebut dalam hitungan hari.
Baca juga: Perjalanan dan Kontroversi RUU DKJ yang Mulai Dibahas di DPR
Pembelajaran dari proses ini, andai saja wacana langsung-tidaknya pilkada Jakarta itu tidak dimunculkan oleh media, bisa jadi pembahasan RUU DKJ akan terluput dari perhatian publik –atau setidaknya atensi masyarakat besar kemungkinan tidak setinggi saat ini.
RUU ini jelas memiliki nilai strategis. Penting karena RUU DKJ merupakan amanat dari UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN) di mana pada Pasal 41 ayat (2) dinyatakan bahwa “Paling lama 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia diubah sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini."
UU IKN disahkan dan diundangkan pada 15 Februari 2022, yang berarti semestinya RUU baru mengenai Jakarta sudah selesai pada 15 Februari 2024.
Baca juga: Minta Komitmen Pemerintah, Baleg Harap RUU DKJ Dibawa ke Paripurna 4 April
Sementara merujuk pada Pasal 39 ayat (1) UU IKN; kedudukan, fungsi, dan peran Ibu Kota Negara tetap berada di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sampai dengan tanggal ditetapkannya pemindahan Ibu Kota Negara dari Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta ke Ibu Kota Nusantara dengan Keputusan Presiden.
Kapan Keputusan Presiden tersebut akan diterbitkan? Belum ada informasi yang pasti, akan tetapi secara spekulatif kerap diwartakan bahwa penerbitannya akan dilakukan sebelum berakhirnya kepemerintahan Presiden Joko Widodo.
Dalam beberapa kali kesempatan, Presiden sudah menargetkan upacara resmi kenegaraan peringatan ulangtahun kemerdekaan pada 17 Agustus 2024 akan diselenggarakan di IKN Nusantara.
Terkait dengan tenggat perubahan UU Jakarta, sebagaimana diwartakan oleh media massa, dalam rapat kerja bersama Badan Legislasi DPR dan DPD di Jakarta, 11 September 2023, Wakil Menteri Hukum dan HAM (saat itu) Edward Omar Sharif (Eddy) Hiariej menyatakan bahwa pemerintah meminta RUU Daerah Khusus Jakarta masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas 2023.
Perubahan kedua RUU Daerah Khusus Jakarta tersebut untuk menggantikan UU Nomor 29 Tahun 2007. Atas usul pemerintah tersebut, Baleg DPR sebagaimana dinyatakan Ketua Supratman Andi Agtas menyebutkan kesepakatan bahwa RUU Jakarta akan menjadi RUU usul DPR karena pemerintah telah mengajukan tiga inisiatif RUU.
Menilik situs DPR RI, proses pembahasan RUU baru bergulir sejak 7 November 2023 yang dimulai dengan presentasi oleh Tim Ahli kepada Badan Legislasi DPR atas penyusunan RUU. Berlanjut kemudian dengan sejumlah rapat dengar pendapat umum (RDPU) dan berujung pada rapat Baleg dengan agenda pengambilan keputusan atas hasil penyusunan RUU pada 4 Desember 2023.
Baca juga: Wanti-wanti soal Uji Materi di MK, Dua Anggota Baleg Minta Pembahasan RUU DKJ Tak Tergesa-gesa
Salah satu kesimpulannya, berdasarkan pandangan mini 8 fraksi di DPR, yaitu Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Partai NasDem, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), dan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menyatakan menyetujui hasil penyusunan RUU tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta dengan catatan-catatan sebagaimana tertuang dalam pandangan fraksi- fraksi dan untuk diproses lebih lanjut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.
Terdapat satu fraksi, yakni Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) yang menolak hasil penyusunan RUU tersebut. Penyiapan RUU tersebut pun bergulir, dengan pemerintah kemudian bertugas menyiapkan daftar inventarisasi masalah (DIM) atas RUU inisiatif DPR tersebut.
Seusai pemberitaan media, sejumlah fraksi di DPR menyatakan pendapatnya mengenai klausul tersebut. Bisa jadi tidak sama persis dengan yang terjadi baik saat pembahasan maupun persetujuan draf RUU di Badan Legislatif DPR.