Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
M Kashai Ramdhani Pelupessy
Dosen

Dosen Psikologi di IAIN Ambon, Kolumnis di Alif.ID, dan penulis di berbagai media lokal

Implikasi Hak Angket Pemilu 2024

Kompas.com - 10/03/2024, 07:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MESKI Pilpres 2024 telah usai, namun narasi kecurangan masih terus terdengar hingga detik ini. Narasi itu sepertinya telah otomatis tersimpan dalam memori kolektif kita semua.

Pilpres yang berjalan Jurdil ternyata jauh dari harapan.

Mungkin suatu saat memori kolektif kita tentang kecurangan pilpres 2024 kali ini akan bermetamorfosis menjadi apa yang diistilahkan Carl Gustav Jung sebagai arketip. Yakni ketidaksadaran kolektif yang menggerakkan emosional kita untuk tidak percaya lagi pada negara di masa depan.

Kalau sudah menjadi arketip, maka simbol-simbol kecurangan akan terekspresi dalam mimpi-mimpi kita tentang ketakutan masa depan. Parahnya, arketip itu bersifat laten dan terus ditransmisikan dari generasi ke generasi.

Sebab itulah, maka Hak Angket terkait proses pilpres kali ini perlu dilakukan. Kalau bisa disegerakan. Apa implikasinya?

Mengutip pendapat Mahfud MD terkait hak angket, ia mengartikan sebagai instrumen politik dari DPR untuk mengusut kebijakan pemerintah yang berimplikasi pada pemilu (Kompas, 09 Maret 2024).

Hak angket akan memeriksa kebijakan pemerintah selama menggunakan anggaran dan wewenang dalam pilpres 2024.

Saat ini usulan Hak Angket sedang dimatangkan naskah akademiknya. Ada 74 halaman yang di dalamnya membahas soal materi kebijakan undang-undang selama pilpres dijalankan oleh negara. Kita tunggu saja, apakah Hak Angket akan dilakukan?

Ibarat "gayung bersambut kata berjawab", usulan Hak Angket ini sepertinya mengonfirmasi keresahan masyarakat senapas dengan film dokumenter yang sangat fenomenal: Dirty Vote waktu itu.

Dalam film dokumenter ini menunjukkan kepada kita tentang kecurangan dan pelanggaran etik yang dilakukan oleh pemerintah. Hal ini apabila tidak ditanggapi secara serius, maka akan berimplikasi ketidakpercayaan publik pada negara.

Hak Angket merupakan ekspresi dari 'check and balance' yang sejatinya lumrah dalam negara demokrasi. Ekspresi itu diupayakan sebagai coping guna menekan simtom otoritarianisme yang bakal muncul ke permukaan selama menjalankan proses demokrasi di Indonesia.

Ini merupakan salah satu implikasi apabila diberlakukannya Hak Angket.

Implikasi berikutnya, Hak Angket akan memperteguh nalar kritis publik pada penyelenggara negara, yakni pemerintah termasuk di dalamnya adalah KPU, Bawaslu dan MK yang merupakan inti dari proses suksesi pemilu 2024.

Nalar kritis publik harus terus dihidupi, tidak boleh kering. Menghidupi nalar kritis publik penting agar kepatuhan pada negara merupakan kepatuhan yang konstruktif.

Selain itu, menghidupi nalar kritis juga penting untuk mengerem fenomena saat ini yang menunjukkan bahwa nalar kritis perlahan-lahan mulai tumpul karena generasi Z tampaknya mulai buta politik (Guslan Batalipu, Opini Kompas, 07 Maret 2024).

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

124.782 Jemaah Calon Haji RI Sudah Tiba di Tanah Suci, 24 Orang Wafat

124.782 Jemaah Calon Haji RI Sudah Tiba di Tanah Suci, 24 Orang Wafat

Nasional
Istana Mulai Bahas Peserta Upacara 17 Agustus di IKN

Istana Mulai Bahas Peserta Upacara 17 Agustus di IKN

Nasional
Kejagung Tetapkan 6 Eks GM PT Antam Jadi Tersangka Korupsi Emas 109 Ton

Kejagung Tetapkan 6 Eks GM PT Antam Jadi Tersangka Korupsi Emas 109 Ton

Nasional
Terima Aduan Keluarga Vina, Komnas HAM Upayakan 'Trauma Healing' dan Restitusi

Terima Aduan Keluarga Vina, Komnas HAM Upayakan "Trauma Healing" dan Restitusi

Nasional
SYL Beri Kado Kalung Emas Buat Penyanyi Dangdut Nayunda Nabila

SYL Beri Kado Kalung Emas Buat Penyanyi Dangdut Nayunda Nabila

Nasional
Febri Diansyah Jadi Saksi di Sidang SYL Senin Pekan Depan

Febri Diansyah Jadi Saksi di Sidang SYL Senin Pekan Depan

Nasional
SYL Pesan 'Wine' saat Makan Siang, Dibayar Pakai Uang Kementan

SYL Pesan "Wine" saat Makan Siang, Dibayar Pakai Uang Kementan

Nasional
Kementan Kerap Tanggung Biaya Makan Bersama SYL dan Eselon I

Kementan Kerap Tanggung Biaya Makan Bersama SYL dan Eselon I

Nasional
Draf Revisi UU Polri: Perpanjangan Usia Pensiun Jenderal Polisi Ditetapkan dengan Keputusan Presiden

Draf Revisi UU Polri: Perpanjangan Usia Pensiun Jenderal Polisi Ditetapkan dengan Keputusan Presiden

Nasional
Bayar Cicilan Apartemen Biduanita Nayunda, SYL: Saya Merasa Berutang Budi

Bayar Cicilan Apartemen Biduanita Nayunda, SYL: Saya Merasa Berutang Budi

Nasional
Kehadirannya Sempat Buat Ricuh di MK, Seorang Saksi Mengaku Tambah Ratusan Suara PAN di Kalsel

Kehadirannya Sempat Buat Ricuh di MK, Seorang Saksi Mengaku Tambah Ratusan Suara PAN di Kalsel

Nasional
Gerindra: Negara Rugi jika TNI-Polri Pensiun di Usia 58 Tahun

Gerindra: Negara Rugi jika TNI-Polri Pensiun di Usia 58 Tahun

Nasional
Kemenkominfo Galang Kolaborasi di Pekanbaru, Jawab Tantangan Keberagaman untuk Kemajuan Bangsa

Kemenkominfo Galang Kolaborasi di Pekanbaru, Jawab Tantangan Keberagaman untuk Kemajuan Bangsa

Nasional
Pegawai Setjen DPR Antusias Donor Darah, 250 Kantong Darah Berhasil Dikumpulkan

Pegawai Setjen DPR Antusias Donor Darah, 250 Kantong Darah Berhasil Dikumpulkan

Nasional
Kasus Timah, Kejagung Tahan Eks Dirjen Minerba Kementerian ESDM

Kasus Timah, Kejagung Tahan Eks Dirjen Minerba Kementerian ESDM

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com