JAKARTA, KOMPAS.com - Sebanyak 100 orang tokoh menyatakan menolak hasil pemilihan presiden (Pilpres) 2024.
Menurut mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Din Syamsuddin yang membacakan pernyataan itu, Pilpres 2024 ditengarai dinodai dengan aksi kecurangan terstuktur, sistematis, dan masif.
Para tokoh juga menilai pelaksanaan Pilpres 2024 berlangsung menyimpang jika dilihat dari ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku.
Sementara itu, wacana hak angket DPR buat menyelidiki dugaan kecurangan pemilihan umum (Pemilu) 2024 yang terus disuarakan juga mendapat tanggapan dari pemerintah.
Sebanyak 100 tokoh menyatakan penolakan terhadap hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 karena dinilai curang secara terstruktur, sistematis dan masif (TSM).
Pembacaan sikap penolakan dipimpin oleh mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Din Syamsuddin di sebuah hotel kawasan Jakarta Pusat, Rabu (21/2/2024).
"Kami dengan penuh kesadaran dan keyakinan menolak hasil pemungutan dan perhitungan suara pilpres yang sedang berlangsung dan kelanjutannya," kata Din saat membacakan pernyataan sikap.
Para tokoh juga menilai pelaksanaan Pilpres 2024 berlangsung menyimpang jika dilihat dari ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku.
Baca juga: Din Syamsuddin dan 100 Tokoh Dukung Hak Angket Kecurangan Pemilu, Harap Jadi Jalan Makzulkan Jokowi
"Serta (menyimpang dari) etika politik berdasarkan agama dan budaya bangsa, khususnya prinsip kejujuran dan keadilan," terang Din.
Mereka meyakini sikap tersebut karena mencermati dinamika penyelenggaraan Pilpres 2024. Din menyebut, dugaan kecurangan ini terjadi sejak tahapan hingga penayangan hasil hitung cepat atau quick count serta real count Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Pilpres 2024 mengalami kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif. Hal demikian ditandai adanya Daftar Pemilih Tetap (DPT) Bermasalah melibatkan sekitar 54 juta pemilih, seperti yang diajukan oleh pihak tertentu ke KPU, yang tidak diselesaikan dengan baik," tutur dia.
Baca juga: Jimly Anggap Hak Angket Usut Kecurangan Pemilu Hanya Gertakan Politik
Mencuat wacana yang mengusulkan agar hak angket DPR digulirkan untuk menyelidiki dugaan kecurangan pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Usulan tersebut datang dari capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo. Ganjar meminta dua partai pengusungnya di DPR, yakni PDI-P dan PPP untuk menggunakan hak angket mereka.
Dilansir dari situs resmi DPR, hak angket adalah hak untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang/kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Ganjar berpandangan kecurangan Pemilu 2024 sudah dilakukan secara terang-terangan.
"Dalam hal ini, DPR dapat memanggil pejabat negara yang mengetahui praktik kecurangan tersebut, termasuk meminta pertanggungjawaban KPU (Komisi Pemilihan Umum) dan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) selaku penyelenggara Pemilu," kata Ganjar dalam keterangannya, Senin (19/2/2024).
Baca juga: Ganjar Usulkan Hak Angket, Golkar: Tak Percaya Saksi Sendiri, padahal Saksi PDI-P Militan di TPS