DEBAT pamungkas Pilpres 2024, Minggu (4/2/2024) malam, menyisakan tiga kesan kental: kering, datar, serta damai tentram.
Walau tema yang dibahas tak seberat debat sebelumnya khususnya debat kedua, Jumat (22/12/2023), soal ekonomi bisnis, tapi tema kesejahteraan rakyat yang dekat masyarakat tak membuat debat semalam jadi lebih menarik.
Tema sekitaran masyarakat Indonesia hari ini: Pendidikan, Kesehatan, Kebudayaan, Tenaga Kerja, SDM, Teknologi Informasi (TI), dan Inklusi, relatif disajikan Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo dengan banyak sepakat dan sepahamnya.
Setidaknya bagi penulis, membuat keseruan dinamika pertukaran gagasan dari mereka tak didapat lagi seperti dua debat capres sebelumnnya.
Saat babak pembuka, ketiga calon punya program originalitas yang menarik bagi rakyat, khususnya pada bidang pendidikan dan kesehatan.
Prabowo konsisten dengan program "kojo" eksisting Makan Siang Gratis yang berlandaskan Jokonowics. Ganjar dengan kesejahteraan untuk pendidik serta perbaikan sarana kesehatan.
Sementara Anies menekankan perlunya akses yang setara dan terbuka untuk seluruh program kesejahteraan rakyat sebagaimana diajarkan founding father di BPPUPKI.
Sisi menarik segmen ini adalah kata-kata "mutiara" sisipan terutama yang dikirim sekuensiel oleh Anies dan Ganjar kepada Prabowo.
Ganjar menyebut semua kebijakan bidang tersebut harus disertai proses demokratisasi lebih baik dengan tidak ada konflik kepentingan sebagaimana dicontohkan mundurnya Mahfud MD sebagai Menko Polhukam.
Terlebih keresahan para tokoh sudah disuarakan, seiring dengan para guru besar dan sivitas akademika dari berbagai kampus, sehingga Ganjar memungkasi dengan penekanan, "Tuanku adalah rakyat, jabatan ini hanya mandat."
Sementara Anies menyentil soal bansos yang disesuaikan dengan kepentingan pemberi, bukan disesuaikan dengan kepentingan penerima.
Sementara etika dan nilai persatuan diterapkan dengan benar, bukan untuk kepentingan pribadi, kelompok, apalagi keluarga.
Karenanya, sebagaimana istiqomah-nya Prabowo soal keberlanjutan, maka Anies sama dengan jargon perlunya perubahan.
Bila melihat segmen awalan ini, merujuk teori yang dikemukan Prof Deddy Mulyana dari Fikom Unpad, debat separuh pertandingan boling dan separuhnya lagi pertandingan tenis.
Boling karena pembicara menunggu bola mencapai akhir lorong, setelah pembicara selesai gilirannya, pembicara berikutnya maju ke garis awal yang sama, dengan bola berbeda.