Salin Artikel

Analisis Debat Terakhir Capres

Walau tema yang dibahas tak seberat debat sebelumnya khususnya debat kedua, Jumat (22/12/2023), soal ekonomi bisnis, tapi tema kesejahteraan rakyat yang dekat masyarakat tak membuat debat semalam jadi lebih menarik.

Tema sekitaran masyarakat Indonesia hari ini: Pendidikan, Kesehatan, Kebudayaan, Tenaga Kerja, SDM, Teknologi Informasi (TI), dan Inklusi, relatif disajikan Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo dengan banyak sepakat dan sepahamnya.

Setidaknya bagi penulis, membuat keseruan dinamika pertukaran gagasan dari mereka tak didapat lagi seperti dua debat capres sebelumnnya.

Saat babak pembuka, ketiga calon punya program originalitas yang menarik bagi rakyat, khususnya pada bidang pendidikan dan kesehatan.

Prabowo konsisten dengan program "kojo" eksisting Makan Siang Gratis yang berlandaskan Jokonowics. Ganjar dengan kesejahteraan untuk pendidik serta perbaikan sarana kesehatan.

Sementara Anies menekankan perlunya akses yang setara dan terbuka untuk seluruh program kesejahteraan rakyat sebagaimana diajarkan founding father di BPPUPKI.

Sisi menarik segmen ini adalah kata-kata "mutiara" sisipan terutama yang dikirim sekuensiel oleh Anies dan Ganjar kepada Prabowo.

Ganjar menyebut semua kebijakan bidang tersebut harus disertai proses demokratisasi lebih baik dengan tidak ada konflik kepentingan sebagaimana dicontohkan mundurnya Mahfud MD sebagai Menko Polhukam.

Terlebih keresahan para tokoh sudah disuarakan, seiring dengan para guru besar dan sivitas akademika dari berbagai kampus, sehingga Ganjar memungkasi dengan penekanan, "Tuanku adalah rakyat, jabatan ini hanya mandat."

Sementara Anies menyentil soal bansos yang disesuaikan dengan kepentingan pemberi, bukan disesuaikan dengan kepentingan penerima.

Sementara etika dan nilai persatuan diterapkan dengan benar, bukan untuk kepentingan pribadi, kelompok, apalagi keluarga.

Karenanya, sebagaimana istiqomah-nya Prabowo soal keberlanjutan, maka Anies sama dengan jargon perlunya perubahan.

Bila melihat segmen awalan ini, merujuk teori yang dikemukan Prof Deddy Mulyana dari Fikom Unpad, debat separuh pertandingan boling dan separuhnya lagi pertandingan tenis.

Boling karena pembicara menunggu bola mencapai akhir lorong, setelah pembicara selesai gilirannya, pembicara berikutnya maju ke garis awal yang sama, dengan bola berbeda.

Tenis adalah ketika ada lancaran bola percakapan, maka lawan debat akan memukulnya kembali. Bola tenis jelas dilancarkan penuh inisiatif oleh Ganjar dan Anies, sementara Prabowo model boling karena "apesnya" dapat giliran pertama.

Pada segmen kedua, setidaknya di mata penulis, keseruan di dua debat Capres sebelumnya tak menyala lagi.

Adu argumen sampai saling lempar komunikasi verbal tak nampak lagi, membuat bagian ini terasa datar-datar saja.

Pertanyaan panelis bidang kesehatan, TI, dan budaya, dijawab dan direspons antarkandidat tanpa letupan, apalagi kejutan berarti.

Jawaban yang diberikan relatif sama atas pertanyaan para panelis yang diberikan, hanya cara pandang dan pendekatannya saja yang tak seragam.

Kemasan jawaban terasa bervariasi, namun ditilik-tilik lagi, subtansinya seragam terutama atas pertanyaan bidang TI dan Kesehatan.

Khusus pertanyaan dan jawaban kebudayaan, "tumben-tumbennya" Anies dan Prabowo kali ini akur harmonis.

Anies menyebutkan perlunya dibentuk Kementerian Kebudayaan, agar semuanya lebih fokus ditangani, dan gayung bersambut, hal itu diamini oleh Prabowo.

Sementara Ganjar cukup berbeda, kali ini dengan mengaitkan apa yang dialami budayawan Yogyakarta, Butet Kertaredjasa, "Masa takut Butet, budayawan cukup difasilitasi, sehingga birokrasi itu tinggal duduk dan lihat awasi hasilnya."

Untuk segmen kedua ini, ketiga kandidat relatif bisa mempraktikkan teori Joseph DeVito (2015) tentang teori pidato demonstratif.

Yakni jenis pidato yang lebih dalam memaparkan sisi “What, Where, Who, When, Why, dan How”, sehingga orator menyampaikan cara-cara melakukan sesuatu.

Ketiganya berpengalaman di pemerintahan, baik level pusat maupun pemerintahan daerah, sehingga jawaban mereka bisa bercerita bukan saja apa pangkal masalahnya, tapi juga bagaimana membereskannya.

Kesan membosankan, super datar terasa betul pada segmen ketiga dan kedua. Apa yang dijawab Anies dan Ganjar, cenderung disepakati Prabowo, dan demikian pula sebaliknya.

Padahal ini babak responsi, sesuatu yang bikin debat lebih hidup di dua debat mereka sebelumnya. Namun semalam, selain bilang sepakat, para kandidat cenderung hanya menambahkan jawaban sebelumnya.

Tak ada drama emosi mencuat, tak ada jargon unik debat sebelumnya yang dikenang sampai hari ini (Sorry Ye, Omon Omon, Wakanda No More Indonesia Forever, dst), juga tak ada serangan-serangan jab data seperti pupuk langka di Jateng hingga tanah ratusan ribu hektare milik Prabowo.

Walau mungkin dari sisi tontonan jelas "menurun" dibanding debat sebelumnya, tapi dari sisi tuntunan, debat semalam layak dirujuk.

Sebab, tak hanya berpengetahuan (logos), tapi juga kredibilitas (pathos) dan kematangan emosi (ethos), ketiganya itu relatif lebih baik dari dua debat sebelumnya.

Suasana adem, damai, dan saling mendukung pertanyaan, berhamburan dilakukan ketiga kandidat. Apa ada semacam konsensus di awal acara, dari KPU dan ketiga paslon, agar mencontohkan komunikasi publik yang lebih bersahabat? Wallahu a'lam.

Suasana lebih hidup sedikit hanya terjadi pada segmen terakhir, khususnya saat Ganjar dan Anies bersambut gayung bahasan soal bantuan sosial (Bansos) yang sudah dan segera disusul pemberiannya oleh pemerintahan Jokowi.

Ganjar seperti di fragmen pembuka mempertanyakan mekanisme bansos, demikian pula Anies yang heran dengan mekanisme yang dirapel, bahkan disebar di depan Istana.

Juga, harus ada tulisan bahwa bansos itu dari APBD pemerintah, dari uang rakyat bukan dari kepala daerah apalagi presiden.

Penguasaan materi Anies dan Ganjar soal bansos sesuai dengan teori orasi bahwa orator lahir dari konsep 3L (Lahir, Lingkungan, dan Latihan).

Keduanya pernah jadi gubernur, keduanya aktivis sejak mahasiswa, dan kemudian berada di lingkungan yang "memaksa" mereka harus berinteraksi intens terkait bansos.

Segmen akhir juga kita melihat Anies yang tak segarang biasanya saat ada kesempatan bertanya ke Prabowo.

Kadar pertanyaan normatif saja, yakni bagaimana melindungi perempuan. Ketika Prabowo menjawab kurang terarah, Anies merespons dengan melontarkan kata maaf bahwa jawaban belum sesuai.

Ganjar cukup membuat riak dengan bertanya soal program internet gratis yang dianggap lebih bodoh ketika Prabowo saat berkampanye di Pontianak. Namun bahasan relatif bersilat lidah antara keduanya, boleh disebut tidak sampai pada klimaks-nya.

Akhir kata, datarnya debat semalam, adalah hal yang tak banyak orang sangka. Terutama bagi para pendukung loyal ketiganya, yang selama ini tak pernah habis bertukar kata, data, dan analisa.

Demikian pula dengan penonton yang hadir di arena semalam, mereka lebih tertib. Akademisi komunikasi publik pun akan bertepuk tangan karena abstraksi teori dipraktikkan dengan baik.

Pun demikian, langkah politik ketiganya, kerapkali tak bisa kita baca mudah akan apa yang terjadi di layar depan (front stage) dan belakang layar (back stage).

Dengan lebih adem atau beringas, politisi sudah berhitung, siapa akan raih berkah atau buntung elektoralnya pada Rabu,14 Februari nanti. Aneh/unik, tapi nyata!

https://nasional.kompas.com/read/2024/02/05/05450041/analisis-debat-terakhir-capres-

Terkini Lainnya

Jemaah Haji Mulai Diberangkatkan, Fahira Idris: Semoga Sehat, Selamat, dan Mabrur

Jemaah Haji Mulai Diberangkatkan, Fahira Idris: Semoga Sehat, Selamat, dan Mabrur

Nasional
Jemaah Haji Gelombang Pertama Tiba di Madinah, Disambut Meriah

Jemaah Haji Gelombang Pertama Tiba di Madinah, Disambut Meriah

Nasional
Jokowi Diminta Tak Cawe-cawe Pemilihan Capim KPK

Jokowi Diminta Tak Cawe-cawe Pemilihan Capim KPK

Nasional
PBNU: Pratik Haji Ilegal Rampas Hak Kenyamanan Jemaah

PBNU: Pratik Haji Ilegal Rampas Hak Kenyamanan Jemaah

Nasional
Prabowo Disebut Bisa Kena Getah jika Pansel Capim KPK Bentukan Jokowi Buruk

Prabowo Disebut Bisa Kena Getah jika Pansel Capim KPK Bentukan Jokowi Buruk

Nasional
Gerindra Dorong Penyederhanaan Demokrasi Indonesia: Rakyat Tak Harus Berhadapan dengan TPS

Gerindra Dorong Penyederhanaan Demokrasi Indonesia: Rakyat Tak Harus Berhadapan dengan TPS

Nasional
Sekjen Gerindra Sebut Revisi UU Kementerian Negara Dimungkinkan Tuntas Sebelum Pelantikan Prabowo

Sekjen Gerindra Sebut Revisi UU Kementerian Negara Dimungkinkan Tuntas Sebelum Pelantikan Prabowo

Nasional
Pimpinan Komisi X Bantah Pernyataan Stafsus Jokowi soal Banyak Keluarga dan Orang Dekat DPR Menerima KIP Kuliah

Pimpinan Komisi X Bantah Pernyataan Stafsus Jokowi soal Banyak Keluarga dan Orang Dekat DPR Menerima KIP Kuliah

Nasional
Gerindra Siapkan 4 Kader Maju Pilkada DKI, Ada Riza Patria, Budi Satrio, dan Sara

Gerindra Siapkan 4 Kader Maju Pilkada DKI, Ada Riza Patria, Budi Satrio, dan Sara

Nasional
Partai Negoro Resmi Diluncurkan, Diinisiasi Faizal Assegaf

Partai Negoro Resmi Diluncurkan, Diinisiasi Faizal Assegaf

Nasional
Tinjau TKP Kecelakaan Maut Bus di Subang, Kakorlantas: Tak Ditemukan Jejak Rem

Tinjau TKP Kecelakaan Maut Bus di Subang, Kakorlantas: Tak Ditemukan Jejak Rem

Nasional
Kunker ke Sultra, Presiden Jokowi Tiba di Pangkalan TNI AU Haluoleo

Kunker ke Sultra, Presiden Jokowi Tiba di Pangkalan TNI AU Haluoleo

Nasional
ICW Kritik Komposisi Pansel Capim KPK: Rentan Disusupi Konflik Kepentingan

ICW Kritik Komposisi Pansel Capim KPK: Rentan Disusupi Konflik Kepentingan

Nasional
Sekjen Gerindra Sebut Ada Nama Eksternal Dikaji untuk Bacagub DKI 2024

Sekjen Gerindra Sebut Ada Nama Eksternal Dikaji untuk Bacagub DKI 2024

Nasional
Soal Rencana Pertemuan Prabowo-Megawati, Sekjen Gerindra: Tak Ada Komunikasi yang Mandek

Soal Rencana Pertemuan Prabowo-Megawati, Sekjen Gerindra: Tak Ada Komunikasi yang Mandek

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke