Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Sufyan Abd
Dosen

Dosen Digital Public Relations Telkom University, Lulusan Doktoral Agama dan Media UIN SGD Bandung. Aktivis sosial di IPHI Jabar, Pemuda ICMI Jabar, MUI Kota Bandung, Yayasan Roda Amal & Komunitas Kibar'99 Smansa Cianjur. Penulis dan editor lebih dari 10 buku, terutama profil & knowledge management dari instansi. Selain itu, konsultan public relations spesialis pemerintahan dan PR Writing. Bisa dihubungi di sufyandigitalpr@gmail.com

Analisis Debat Terakhir Capres

Kompas.com - 05/02/2024, 05:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DEBAT pamungkas Pilpres 2024, Minggu (4/2/2024) malam, menyisakan tiga kesan kental: kering, datar, serta damai tentram.

Walau tema yang dibahas tak seberat debat sebelumnya khususnya debat kedua, Jumat (22/12/2023), soal ekonomi bisnis, tapi tema kesejahteraan rakyat yang dekat masyarakat tak membuat debat semalam jadi lebih menarik.

Tema sekitaran masyarakat Indonesia hari ini: Pendidikan, Kesehatan, Kebudayaan, Tenaga Kerja, SDM, Teknologi Informasi (TI), dan Inklusi, relatif disajikan Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo dengan banyak sepakat dan sepahamnya.

Setidaknya bagi penulis, membuat keseruan dinamika pertukaran gagasan dari mereka tak didapat lagi seperti dua debat capres sebelumnnya.

Saat babak pembuka, ketiga calon punya program originalitas yang menarik bagi rakyat, khususnya pada bidang pendidikan dan kesehatan.

Prabowo konsisten dengan program "kojo" eksisting Makan Siang Gratis yang berlandaskan Jokonowics. Ganjar dengan kesejahteraan untuk pendidik serta perbaikan sarana kesehatan.

Sementara Anies menekankan perlunya akses yang setara dan terbuka untuk seluruh program kesejahteraan rakyat sebagaimana diajarkan founding father di BPPUPKI.

Sisi menarik segmen ini adalah kata-kata "mutiara" sisipan terutama yang dikirim sekuensiel oleh Anies dan Ganjar kepada Prabowo.

Ganjar menyebut semua kebijakan bidang tersebut harus disertai proses demokratisasi lebih baik dengan tidak ada konflik kepentingan sebagaimana dicontohkan mundurnya Mahfud MD sebagai Menko Polhukam.

Terlebih keresahan para tokoh sudah disuarakan, seiring dengan para guru besar dan sivitas akademika dari berbagai kampus, sehingga Ganjar memungkasi dengan penekanan, "Tuanku adalah rakyat, jabatan ini hanya mandat."

Sementara Anies menyentil soal bansos yang disesuaikan dengan kepentingan pemberi, bukan disesuaikan dengan kepentingan penerima.

Sementara etika dan nilai persatuan diterapkan dengan benar, bukan untuk kepentingan pribadi, kelompok, apalagi keluarga.

Karenanya, sebagaimana istiqomah-nya Prabowo soal keberlanjutan, maka Anies sama dengan jargon perlunya perubahan.

Bila melihat segmen awalan ini, merujuk teori yang dikemukan Prof Deddy Mulyana dari Fikom Unpad, debat separuh pertandingan boling dan separuhnya lagi pertandingan tenis.

Boling karena pembicara menunggu bola mencapai akhir lorong, setelah pembicara selesai gilirannya, pembicara berikutnya maju ke garis awal yang sama, dengan bola berbeda.

Tenis adalah ketika ada lancaran bola percakapan, maka lawan debat akan memukulnya kembali. Bola tenis jelas dilancarkan penuh inisiatif oleh Ganjar dan Anies, sementara Prabowo model boling karena "apesnya" dapat giliran pertama.

Pada segmen kedua, setidaknya di mata penulis, keseruan di dua debat Capres sebelumnya tak menyala lagi.

Adu argumen sampai saling lempar komunikasi verbal tak nampak lagi, membuat bagian ini terasa datar-datar saja.

Pertanyaan panelis bidang kesehatan, TI, dan budaya, dijawab dan direspons antarkandidat tanpa letupan, apalagi kejutan berarti.

Jawaban yang diberikan relatif sama atas pertanyaan para panelis yang diberikan, hanya cara pandang dan pendekatannya saja yang tak seragam.

Kemasan jawaban terasa bervariasi, namun ditilik-tilik lagi, subtansinya seragam terutama atas pertanyaan bidang TI dan Kesehatan.

Khusus pertanyaan dan jawaban kebudayaan, "tumben-tumbennya" Anies dan Prabowo kali ini akur harmonis.

Anies menyebutkan perlunya dibentuk Kementerian Kebudayaan, agar semuanya lebih fokus ditangani, dan gayung bersambut, hal itu diamini oleh Prabowo.

Sementara Ganjar cukup berbeda, kali ini dengan mengaitkan apa yang dialami budayawan Yogyakarta, Butet Kertaredjasa, "Masa takut Butet, budayawan cukup difasilitasi, sehingga birokrasi itu tinggal duduk dan lihat awasi hasilnya."

Untuk segmen kedua ini, ketiga kandidat relatif bisa mempraktikkan teori Joseph DeVito (2015) tentang teori pidato demonstratif.

Yakni jenis pidato yang lebih dalam memaparkan sisi “What, Where, Who, When, Why, dan How”, sehingga orator menyampaikan cara-cara melakukan sesuatu.

Ketiganya berpengalaman di pemerintahan, baik level pusat maupun pemerintahan daerah, sehingga jawaban mereka bisa bercerita bukan saja apa pangkal masalahnya, tapi juga bagaimana membereskannya.

Kesan membosankan, super datar terasa betul pada segmen ketiga dan kedua. Apa yang dijawab Anies dan Ganjar, cenderung disepakati Prabowo, dan demikian pula sebaliknya.

Padahal ini babak responsi, sesuatu yang bikin debat lebih hidup di dua debat mereka sebelumnya. Namun semalam, selain bilang sepakat, para kandidat cenderung hanya menambahkan jawaban sebelumnya.

Tak ada drama emosi mencuat, tak ada jargon unik debat sebelumnya yang dikenang sampai hari ini (Sorry Ye, Omon Omon, Wakanda No More Indonesia Forever, dst), juga tak ada serangan-serangan jab data seperti pupuk langka di Jateng hingga tanah ratusan ribu hektare milik Prabowo.

Walau mungkin dari sisi tontonan jelas "menurun" dibanding debat sebelumnya, tapi dari sisi tuntunan, debat semalam layak dirujuk.

Sebab, tak hanya berpengetahuan (logos), tapi juga kredibilitas (pathos) dan kematangan emosi (ethos), ketiganya itu relatif lebih baik dari dua debat sebelumnya.

Suasana adem, damai, dan saling mendukung pertanyaan, berhamburan dilakukan ketiga kandidat. Apa ada semacam konsensus di awal acara, dari KPU dan ketiga paslon, agar mencontohkan komunikasi publik yang lebih bersahabat? Wallahu a'lam.

Suasana lebih hidup sedikit hanya terjadi pada segmen terakhir, khususnya saat Ganjar dan Anies bersambut gayung bahasan soal bantuan sosial (Bansos) yang sudah dan segera disusul pemberiannya oleh pemerintahan Jokowi.

Ganjar seperti di fragmen pembuka mempertanyakan mekanisme bansos, demikian pula Anies yang heran dengan mekanisme yang dirapel, bahkan disebar di depan Istana.

Juga, harus ada tulisan bahwa bansos itu dari APBD pemerintah, dari uang rakyat bukan dari kepala daerah apalagi presiden.

Penguasaan materi Anies dan Ganjar soal bansos sesuai dengan teori orasi bahwa orator lahir dari konsep 3L (Lahir, Lingkungan, dan Latihan).

Keduanya pernah jadi gubernur, keduanya aktivis sejak mahasiswa, dan kemudian berada di lingkungan yang "memaksa" mereka harus berinteraksi intens terkait bansos.

Segmen akhir juga kita melihat Anies yang tak segarang biasanya saat ada kesempatan bertanya ke Prabowo.

Kadar pertanyaan normatif saja, yakni bagaimana melindungi perempuan. Ketika Prabowo menjawab kurang terarah, Anies merespons dengan melontarkan kata maaf bahwa jawaban belum sesuai.

Ganjar cukup membuat riak dengan bertanya soal program internet gratis yang dianggap lebih bodoh ketika Prabowo saat berkampanye di Pontianak. Namun bahasan relatif bersilat lidah antara keduanya, boleh disebut tidak sampai pada klimaks-nya.

Akhir kata, datarnya debat semalam, adalah hal yang tak banyak orang sangka. Terutama bagi para pendukung loyal ketiganya, yang selama ini tak pernah habis bertukar kata, data, dan analisa.

Demikian pula dengan penonton yang hadir di arena semalam, mereka lebih tertib. Akademisi komunikasi publik pun akan bertepuk tangan karena abstraksi teori dipraktikkan dengan baik.

Pun demikian, langkah politik ketiganya, kerapkali tak bisa kita baca mudah akan apa yang terjadi di layar depan (front stage) dan belakang layar (back stage).

Dengan lebih adem atau beringas, politisi sudah berhitung, siapa akan raih berkah atau buntung elektoralnya pada Rabu,14 Februari nanti. Aneh/unik, tapi nyata!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Saat DPR Bantah Dapat Kuota KIP Kuliah dan Klaim Hanya Distribusi...

Saat DPR Bantah Dapat Kuota KIP Kuliah dan Klaim Hanya Distribusi...

Nasional
Hari Kedua Kunker di Sultra, Jokowi Akan Tinjau RSUD dan Resmikan Jalan

Hari Kedua Kunker di Sultra, Jokowi Akan Tinjau RSUD dan Resmikan Jalan

Nasional
Serba-serbi Isu Anies pada Pilkada DKI: Antara Jadi 'King Maker' atau Maju Lagi

Serba-serbi Isu Anies pada Pilkada DKI: Antara Jadi "King Maker" atau Maju Lagi

Nasional
Diresmikan Presiden Jokowi, IDTH Jadi Laboratorium Pengujian Perangkat Digital Terbesar dan Terlengkap Se-Asia Tenggara

Diresmikan Presiden Jokowi, IDTH Jadi Laboratorium Pengujian Perangkat Digital Terbesar dan Terlengkap Se-Asia Tenggara

Nasional
Hujan Lebat yang Bawa Material Vulkanis Gunung Marapi Perparah Banjir di Sebagian Sumbar

Hujan Lebat yang Bawa Material Vulkanis Gunung Marapi Perparah Banjir di Sebagian Sumbar

Nasional
Pemerintah Saudi Tambah Layanan 'Fast Track' Jemaah Haji Indonesia

Pemerintah Saudi Tambah Layanan "Fast Track" Jemaah Haji Indonesia

Nasional
Banjir Luluh Lantakkan Sebagian Sumatera Barat, Lebih dari 40 Orang Tewas

Banjir Luluh Lantakkan Sebagian Sumatera Barat, Lebih dari 40 Orang Tewas

Nasional
Berkaca Kecelakaan di Ciater, Polisi Imbau Masyarakat Cek Dulu Izin dan Kondisi Bus Pariwisata

Berkaca Kecelakaan di Ciater, Polisi Imbau Masyarakat Cek Dulu Izin dan Kondisi Bus Pariwisata

Nasional
Dugaan SYL Memeras Anak Buah dan Upaya KPK Hadirkan 3 Dirjen Kementan Jadi Saksi

Dugaan SYL Memeras Anak Buah dan Upaya KPK Hadirkan 3 Dirjen Kementan Jadi Saksi

Nasional
Jokowi Santap Nasi Goreng dan Sapa Warga di Sultra

Jokowi Santap Nasi Goreng dan Sapa Warga di Sultra

Nasional
Prabowo Klaim Serasa Kubu 'Petahana' Saat Pilpres dan Terbantu Gibran

Prabowo Klaim Serasa Kubu "Petahana" Saat Pilpres dan Terbantu Gibran

Nasional
Prabowo Mengaku Diuntungkan 'Efek Jokowi' dalam Menangi Pilpres

Prabowo Mengaku Diuntungkan "Efek Jokowi" dalam Menangi Pilpres

Nasional
Bantah Menangi Pilpres akibat Bansos, Prabowo: Tuduhan Kosong

Bantah Menangi Pilpres akibat Bansos, Prabowo: Tuduhan Kosong

Nasional
[POPULER NASIONAL] Reaksi Usai Prabowo Tak Mau Pemerintahannya Diganggu | Auditor BPK Minta 'Uang Pelicin' ke Kementan

[POPULER NASIONAL] Reaksi Usai Prabowo Tak Mau Pemerintahannya Diganggu | Auditor BPK Minta "Uang Pelicin" ke Kementan

Nasional
Sejarah Hari Buku Nasional

Sejarah Hari Buku Nasional

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com