JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie membantah soal adanya politisasi bantuan sosial (bansos) yang dilakukan oleh kubu pasangan calon nomor urut 2, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Ia mengungkapkan, segalanya akan disebut politisasi karena memasuki tahun politik.
"Ini kan pemilu, apa pun disebut dipolitisasi, apa pun kan," kata Grace saat tiba di lobi tempat diadakannya debat kelima calon presiden di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Jakarta, Minggu (4/2/2024).
Baca juga: Grace Natalie: Jokowi Bapak Ideologis PSI
Oleh karena itu, Grace meminta semua pihak lebih pintar dan cerdas bahwa penyaluran bansos ke masyarakat sudah diputuskan antara pemerintah dan DPR RI.
Anggarannya pun masuk dalam belanja negara APBN. Dengan begitu, penyalurannya tidak serta merta tanpa aturan.
"Kitanya yang lebih smart bahwa bansos itu sudah diputuskan di dalam proses penentuan APBN. Dan yang memutuskan bareng-bareng, seluruh fraksi Partai politik di DPR. Jadi itu proses yang sudah panjang prosesnya sampai pada putusan bansos," tutur Grace.
Di sisi lain, kata Grace, anggaran bansos memang tinggi lantaran pemerintah juga menganggarkan bansos pangan karena beberapa bahan pokok naik dan bantuan El Nino karena adanya cuaca ekstrem.
"Jadi kasihanlah, kalau harus mereka menanggung akibat dari momen Pemilu dengan ditundanya bansos. Jadi enggak ada, lah (politisasi bansos)," ucap Grace.
Baca juga: Megawati: Enggak Apa-apa Terima Bansos, tapi Coblosnya Jangan Goyang
Penyaluran bansos menjelang Pemilu dikritik sejumlah pihak.
Salah satunya, mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Erry Riyana Hardjapamekas.
Erry menilai bahwa pembagian bantuan sosial (bansos) yang kembali gencar Presiden Jokowi dan jajaran menteri pendukung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming tak lepas dari nuansa politik.
Apalagi, tak jarang Jokowi turun langsung untuk membagikan bansos tersebut kepada warga penerima bantuan, seperti yang baru-baru ini dilakukan Kepala Negara bersama Ibu Negara Iriana Jokowi di Jawa Tengah.
Ini dianggap tak lazim, terlebih dilakukan pada masa kampanye.
"Seperti biasanya kan dilakukan oleh paling tinggi bupati/wali kota atau bahkan kepala desa, kepala RT RW malah di tempat saya. Tidak harus oleh presiden. Terlalu kentara menurut saya (bahwa) ada maksudnya," kata Erry kepada Kompas.com, Kamis (25/1/2024).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.