JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Komandan Tim Kampanye Nasional (TKN) Alpha Prabowo-Gibran, Fritz Edward Siregar mengatakan, memberantas korupsi berasal dari kemauan politik (political will) pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Pada pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka misalnya, menjadi paslon yang belum pernah dipanggil oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hal ini ia nyatakan menanggapi skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia yang stagnan di angka 34 pada tahun 2023.
"Kalau bapak ibu bisa melihat dari pasangan calon (nomor urut) 2 Prabowo-Gibran yang sampai sekarang belum pernah dipanggil ke KPK bahkan belum pernah dipanggil sebagai saksi juga belum," kata Fritz dalam acara peluncuran IPK oleh TII di Jakarta Selatan, Selasa (30/1/2024).
Baca juga: IPK Indonesia Stagnan, Pemerintah Diminta Lebih Serius Berantas Korupsi
Ia menyampaikan, political will melengkapi program yang tercantum dana visi dan misi Asta Cita paslon Prabowo-Gibran dalam memberantas korupsi.
Program yang dinilainya sebagai program realis dan sistemik itu itu tercantum dalam 8 Misi Asta Cita yang dijanjikan keduanya.
Hal ini, kata Fritz, juga diperkuat saat Prabowo dan 2 paslon lainnya menghadiri Paku Integritas KPK pada 17 Januari 2024 lalu. Di sana, Prabowo menyatakan pentingnya penegakan hukum dengan strategi realis dan sistemik.
"Mempertegas peran dari LHKPN, memberikan penguatan kepada para ASN, memberikan kepastian kesejahteraan kepada penegak hukum, dan juga kepada pejabat yang berhubungan dengan anggaran yang besar. Itu apa yang ditegaskan kembali oleh Pak Prabowo," tutur dia.
Baca juga: Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Stagnan di Angka 34, TKN: Pada Masa Megawati Paling Tinggi 19
Lebih lanjut, ia menuturkan, skor 34 yang diperoleh tahun terakhir pemerintahan Presiden Joko Widodo lebih baik dibanding awal reformasi.
Ia lantas membandingkan skor IKN di masa Presiden Joko Widodo dibanding pemimpin sebelumnya. Di masa akhir pemerintahan Presiden kelima Megawati Soekarnoputri, skor berada di angka 19.
Di akhir masa pemerintahan Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono, skor IPK menjadi 32.
Capaian IPK terbesar sudah diraih pada awal periode kedua Presiden Joko Widodo pada tahun 2019 dengan skor 40. Namun, angkanya kembali turun menjadi 37 di tahun 2020, kemudian naik sedikit di angka 38, dan turun lagi menjadi 34 pada tahun 2022 dan 2023.
"Ada proses peningkatan, tapi ada proses stagnasi yang terjadi. Artinya dari cara pandang saya, memang masih ada pekerjaan yang perlu kita lakukan. Tapi kita lebih baik dari zaman yang pernah pada saat kita memulai masa reformasi," ujar dia.
Sebagai informasi, IPK Indonesia pada tahun 2023 berada di angka 34, yang membuat peringkat Indonesia merosot menjadi 115 dari 180 negara di tahun 2023.
Sedangkan di tahun 2022, peringkat Indonesia berada di angka 110 dari 180 negara.