Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bawaslu Diminta Tak Kaku Menilai Dugaan Keberpihakan Jokowi pada Pilpres 2024

Kompas.com - 28/01/2024, 15:43 WIB
Vitorio Mantalean,
Nursita Sari

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) diminta tak kaku memaknai potensi pelanggaran berupa dugaan keberpihakan Presiden Joko Widodo.

Sebelumnya, Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja menganggap pernyataan Jokowi bahwa presiden boleh memihak dalam masa kampanye, tidak cukup memenuhi unsur pelanggaran.

Namun, pakar hukum kepemiluan Universitas Indonesia (UI) Titi Anggraini tak sepakat.

"Kita tidak bisa melihat ini dalam konteks hanya an sich karena Bawaslu bilang begitu, maka kemudian itu tidak bisa disebut sebagai kampanye," kata Titi pada Minggu (28/1/2024).

Baca juga: Respons 3 Capres Usai Jokowi Beri Penjelasan soal Presiden Boleh Kampanye dan Berpihak

Ia menegaskan, Mahkamah Konstitusi (MK) telah memberikan pemaknaan yang detail terhadap asas jujur dan adil dalam penyelenggaraan pemilu, melalui putusan nomor 48/PUU-XVI/2018.

MK menyatakan, prinsip jujur dan adil dalam Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 menghendaki agar pemilu tidak saja dilaksanakan secara bebas, melainkan bahwa kebebasan dalam pemilu harus diletakkan dalam penyelenggaraan yang bebas dari manipulasi aturan, manipulasi pemilih, dan manipulasi penghitungan suara.

Sementara itu, "citra diri" yang termasuk salah satu unsur kampanye, juga mencakup gambar, visual, suara, hingga data, sehingga unsur-unsur itu seharusnya juga masuk ke dalam kerja pengawasan Bawaslu.

"Oleh karena itu, saya kira, karena prinsip jujur dan adil itu menghendaki arena kompetisi yang adil dan setara, dan konstruksi undang-undang itu menghendaki presiden dalam jabatan sebagai pejabat negara kalau dia tidak cuti, maka dia tidak boleh membuat tindakan apa pun yang menguntungkan/merugikan (peserta pemilu)," jelas Titi.

"Kalau pengawas pemilu menerjemahkan terlalu kompleks apa yang dimaksud dengan kampanye, bukan tidak mungkin bisa saja legalitas itu didapat, tapi legitimasi itu yang akan menjadi persoalan dari pemilu ini dan itu akan terus bergulir begitu," ungkap dia.

Baca juga: Tanggapi Jokowi soal Presiden Boleh Kampanye, Anies: Rakyat yang Menilai, Apakah Mau Diteruskan?

Jika situasi ini dibiarkan, Titi khawatir persoalan ini akan menjadi bom waktu yang kelak dipermasalahkan peserta pemilu lain yang merasa dirugikan dan menjadi sengketa/perkara perselisihan hasil pemilu di MK.

"Yakinlah ini akan selalu dicatat oleh masyarakat, dicatat oleh peserta pemilu sebagai perlakuan yang tidak adil, perlakuan yang tidak setara, yang diberikan oleh institusi negara. Di dalam beberapa putusan Mahkamah Konstitusi soal perselisihan hasil pemilu, Mahkamah juga mengevaluasi pengawasan dan penegakan hukum yang dilakukan oleh Bawaslu. Bukan tidak mungkin hal yang sama juga akan dilakukan evaluasi oleh Mahkamah Konstitusi terhadap apa yang dilakukan oleh Bawaslu," jelas Titi.

"Mestinya ini yang harus ditimbang betul oleh Bawaslu di dalam menilai keadilan dan kesetaraan kompetisi," imbuh dia.

Jokowi dukung Prabowo?

Setelah menyatakan akan cawe-cawe dalam Pemilu 2024 dan makan malam bersama capres nomor urut 2 Prabowo Subianto jelang debat ketiga, Jokowi baru-baru ini menegaskan bahwa seorang presiden boleh memihak kepada calon tertentu.

Hal itu disampaikan Jokowi saat ditanya perihal menteri-menteri yang berasal dari bidang nonpolitik malah aktif berkampanye saat ini.

Jokowi mengatakan, aktivitas menteri-menteri dari bidang nonpolitik itu bagian dari hak demokrasi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com