Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

TPN Ganjar-Mahfud: Bila Pejabat Publik Sudah Tak Beretika, Masyarakat Hanya Bisa Elus Dada

Kompas.com - 28/01/2024, 10:15 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

LABUAN BAJO, KOMPAS.com - Wakil Ketua Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Ammarsjah Purba mengkritik ucapan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengutarakan presiden dan pejabat publik lainnya boleh berkampanye dan berpihak pada pemilihan umum (pemilu) asal tidak menggunakan fasilitas negara.

Padahal, menurut Ammar, pejabat publik harus mengutamakan etika meskipun soal kampanye dan keberpihakan diatur dalam hukum.

Ammar berpandangan, jika pejabat publik berkampanye, artinya masyarakat harus berjuang untuk tetap menegakkan demokrasi melawan politik dinasti.

"Memang tidak ada solusi instan karena sekali lagi ini soal etika. Bila pejabat publik sudah tidak memiliki etika, masyarakat hanya bisa mengelus dada," kata Ammar dalam keterangannya, Minggu (28/1/2024).

Baca juga: Respons 3 Capres Usai Jokowi Beri Penjelasan soal Presiden Boleh Kampanye dan Berpihak

"Artinya, perjuangan kita masih panjang, bagaimana menghentikan politik dinasti di depan mata yang mencederai demokrasi,” ujarnya lagi.

Ammar mengatakan bahwa keberpihakan presiden akan berdampak secara substansial pada Pemilu 2024. Salah satu yang menjadi perhatian adalah potensi penyelewengan anggaran publik.

Dalam konteks anggaran publik, presiden memiliki otoritas pemanfaatan anggaran untuk perlindungan sosial periode 2019-2024 sejumlah Rp 2.668 triliun, dan anggaran bantuan sosial (bansos) sebesar Rp 953,9 triliun.

"Ini hanya salah satu contoh ketidakadilan dari sisi logistik capres-cawapres (calon presiden-calon wakil presiden) ketika presiden benar-benar berkampanye. Itu sebabnya kita paham sekarang, mengapa akhir-akhir ini Presiden Jokowi sering terjun ke daerah, dan kemudian bagi-bagi bansos,” kata Ammar.

Menurutnya, netralitas presiden adalah sesuatu yang prinsipil karena posisinya sebagai Panglima Tertinggi TNI dan membawahi Polri serta Badan Intelijen Negara (BIN).

Baca juga: Ganjar Minta Jokowi Koreksi Pernyataan Presiden Boleh Kampanye: Agak Berbahaya

Ammar mengkhawatirkan, bila presiden tidak netral maka bisa memanfaatkan aparat lembaga negara yang sesuai undang-undang diperkenankan menggunakan alat kekerasan.

“Ini seolah-olah menjadi pembenaran bila aparat mendukung paslon (pasangan calon) tertentu, dan negara menjadi permisif bila ada aparat melakukan tindak kekerasan terhadap warga yang sedang arak-arakan saat kampanye massal, kenyataan ini menjadi keprihatinan kita semua, atas realitas yang benar-benar tidak adil,” ujarnya.

Dia turut menyoroti dampak kampanye presiden di daerah, di mana pejabat daerah dapat terlibat dalam mempengaruhi opini publik terhadap paslon tertentu.

Oleh sebab itu, menurut Ammar, hal ini menunjukkan perlunya pengawasan dan regulasi yang ketat terhadap perilaku pejabat publik dalam proses politik guna memastikan bahwa tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan atau pelanggaran etika yang merugikan demokrasi.

“Niat presiden untuk kampanye akan berdampak di daerah, seperti di provinsi, kabupaten dan kota. Menjadi keprihatinan kita bersama, ketika pejabat daerah mengajak publik memilih paslon tertentu, yang sudah sering terjadi, terlebih di pelosok luar Jawa, ketika gerakan masyarakat sipil belum sekuat di Jawa,” katanya.

Baca juga: Tanggapi Jokowi soal Presiden Boleh Kampanye, Anies: Rakyat yang Menilai, Apakah Mau Diteruskan?

Sebelumnya diberitakan, Presiden Jokowi mengatakan, dibolehkannya seorang presiden dan wakil presiden berkampanye dalam pemilihan umum (pemilu) sudah sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Oleh karenanya, Jokowi menekankan bahwa pernyataan yang disampaikannya pada Rabu (24/1/2024) soal presiden yang boleh memihak calon tertentu dan berkampanye sudah sesuai dengan aturan.

Kepala Negara kemudian meminta agar pernyataannya tersebut tidak ditarik ke mana-mana.

"UU Nomor 7 tahun 2017 jelas menyampaikan di pasal 299 bahwa presiden dan wakil presiden mempunyai hak melaksanakan kampanye, jelas," ujar Jokowi dalam konferensi pers di Istana Bogor sebagaimana disiarkan YouTube Sekretariat Presiden, Jumat (26/1/2024).

"Itu yang saya sampaikan ketentuan mengenai UU Pemilu, jangan ditarik ke mana-mana," kata ayah dari cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka itu menegaskan.

Baca juga: Saat Jokowi Angkat Bicara Usai Pernyataan Presiden Boleh Berpihak dan Kampanye Dikritik

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pengusaha Hendry Lie Jadi Tersangka Kasus Korupsi Timah

Pengusaha Hendry Lie Jadi Tersangka Kasus Korupsi Timah

Nasional
Prabowo: Kami Maju dengan Kesadaran Didukung Kumpulan Tokoh Kuat, Termasuk PBNU

Prabowo: Kami Maju dengan Kesadaran Didukung Kumpulan Tokoh Kuat, Termasuk PBNU

Nasional
Prabowo: Saya Merasa Dapat Berkontribusi Beri Solusi Tantangan Bangsa

Prabowo: Saya Merasa Dapat Berkontribusi Beri Solusi Tantangan Bangsa

Nasional
Prabowo Sebut Jokowi Siapkan Dirinya Jadi Penerus

Prabowo Sebut Jokowi Siapkan Dirinya Jadi Penerus

Nasional
Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Nasional
Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show 'Pick Me Trip in Bali'

Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show "Pick Me Trip in Bali"

Nasional
Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Nasional
Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Nasional
Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Nasional
Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Nasional
Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Nasional
Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Nasional
Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Nasional
Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com