Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Megawati hingga SBY Turun Gunung, Mampukah Dongkrak Elektabilitas Capres-Cawapres?

Kompas.com - 24/01/2024, 07:44 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Adi Prayitno menilai bahwa dukungan mantan presiden dan wakil presiden tak akan terlalu berpengaruh pada elektabilitas calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) Pemilu Presiden (Pilpres) 2024.

Menurut dia, dukungan mantan pemimpin negara hanya akan memperkuat mesin politik capres-cawapres yang berlaga.

“Mantan presiden dan wapres sebatas penopang mesin politik untuk memperkuat dan menyolidkan mesin politik,” kata Adi kepada Kompas.com, Selasa (23/1/2024).

Menurut Adi, dukungan mantan presiden dan wakil presiden bakal berpengaruh seandainya mereka besar di partai politik.

Baca juga: Ramai-ramai Mantan Pemimpin Negara Turun Gunung di Pilpres 2024: Megawati, SBY, hingga JK

Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri, misalnya, sebagai Ketua Umum PDI-P, ia dapat menjadi katalisator dominan untuk menggerakkan mesin dan gerbong partai banteng bagi capres-cawapres nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

Sementara, sebagai Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bisa menjadi mobilisator basis partai bintang mercy ke capres-cawapres nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Begitupun Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla, sebagai mantan Ketua Umum Partai Golkar, ia bisa menggerakkan loyalisnya yang sebagian ada di partai beringin.

“Tapi bukan faktor utama, ia hanya komplementer,” ujar Adi.

Lain halnya jika dukungan berasal dari presiden atau wakil presiden yang sedang menjabat. Adi menyebut, jika capres-cawapres didukung oleh pemimpin negara yang tengah bertahta, keuntungan elektoral yang didulang bakal signifikan.

“Karena begitu banyak instrumen politiknya yang bisa dikapitalisasi untuk dukung calon tertentu,” katanya.

Adi menekankan, daya tarik pilpres sebenarnya ada pada figur capres dan cawapres, bukan yang lain.

“Meski begitu, tetaplah yang powerful adalah figur capres dan cawapres, magnetnya ada di paslon (pasangan calon),” tuturnya.

Baca juga: Megawati Ulang Tahun, Jokowi Kirim Karangan Bunga ke Teuku Umar

Seperti diketahui, ramai-ramai mantan pemimpin negara “turun gunung” menghadapi gelaran Pemilu Presiden 2024.

Sebutlah Presiden ke-5 RI sekaligus Wakil Presiden ke-8 RI, Megawati Soekarnoputri. Sebagai Ketua Umum PDI-P, Megawati-lah yang memutuskan untuk mengusung Ganjar Pranowo dan Mahfud MD sebagai capres-cawapres Pemilu 2024.

Lalu, Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Ia terang-terangan menyatakan dukungan ke Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Wakil Presiden ke-8 dan ke-10 RI Jusuf Kalla tak ketinggalan. Ia mendeklarasikan dukungan untuk Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.

Demi mengupayakan kemenangan, para mantan pemimpin negara ini bahkan tak segan terjun langsung ke masyarakat, berkampanye untuk jagoan mereka.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com