JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan hanya bisa mengusut calon legislatif yang berstatus penyelenggara negara.
Hal itu disampaikan KPK menanggapi temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyangkut transaksi hasil korupsi Rp 3.518.370.150.789 atau Rp 3,51 triliun.
Angka tersebut merupakan nilai transaksi 14 kasus sepanjang 2023 menyangkut para calon legislatif (Caleg) yang masuk Daftar Calon Tetap (DCT) Pemilu 2024.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, caleg bisa saja merupakan orang swasta dan bukan incumbent atau tengah menjabat sebagai anggota legislatif.
“Iya kan begitu undang-undangnya KPK seperti itu, kewenangan KPK sebatas terkait penyelenggara negara, APH (aparat penegak hukum),” ujar Alex kepada wartawan, Jumat (12/1/2024).
Baca juga: PPATK Terima Laporan Transaksi Mencurigakan Sejumlah Caleg, Totalnya Rp 51,47 T
Alex mengaku belum mengetahui apakah KPK telah menerima Laporan Hasil Analisis (LHA) PPATK tersebut.
Mantan Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) itu menyatakan ingin membaca laporan PPATK jika telah diterima di lembaga antirasuah.
Jika pun KPK telah menerima LHA PPATK, kata Alex, pihaknya tidak bisa langsung menggelar penyelidikan.
Laporan PPATK merupakan informasi intelijen mengenai dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang tidak bisa menjadi barang bukti.
KPK harus memastikan transaksi dalam laporan dugaan TPPU itu bersumber dari tindak pidana korupsi menyangkut penyelenggara negara, APH, atau kerugian negara minimal senilai Rp 1 miliar.
“Tetapi secara relatif dengan informasi dari PPATK, pasti juga telaah lebih terarah, lebih terukur dan lebih terfokus. Jadi memudahkan kami di KPK,” tutur Alex.
Baca juga: Bawaslu Dalami Temuan PPATK soal Aliran Rp 195 Miliar dari Luar Negeri ke Bendahara 21 Parpol
Sebelumnya, PPATK menyatakan mengungkap laporan transaksi keuangan mencurigakan terkait calon legislatif (caleg) yang masuk dalam DCT Pemilu 2024.
Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana mengatakan, transaksi-transaksi mencurigakan itu menyangkut perjudian, narkoba, korupsi, hingga tambang ilegal (illegal mining).
Nilai total transaksi mencurigakan itu mencapai Rp 51,47 triliun dari 100 DCT terbesar.
Berdasarkan nilai transaksinya, dana diduga hasil korupsi menjadi yang terbesar dengan total 14 kasus senilai Rp 3,51 triliun atau Rp 3.518.370.150.789.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.