Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
SOROT POLITIK

Pakar Hukum Kepemiluan Ungkap 5 Pelanggaran yang Bisa Eliminasi Paslon di Pilpres

Kompas.com - 30/12/2023, 17:06 WIB
Dwi NH,
Agung Dwi E

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pelanggaran etik mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman saat mengetuk palu Putusan MK No 90/PUU-XXI/2023 dinilai Staf Pengajar Tidak Tetap Ilmu Hukum Kepemiluan Universitas Indonesia (UI), Titi Anggraini, tidak akan menggugurkan pasangan calon (paslon) dari kontestasi Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2024.

Hal tersebut disampaikan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) itu di web seminar (webinar) berjudul “Konstitusionalitas Pilpres 2024: Permasalahan Etika Bisa Eliminasi Capres-Cawapres?” yang diselenggarakan oleh Magister Ilmu Hukum UI, Kamis (28/12/2023).

Titi pun kemudian menjelaskan lima pelanggaran yang dapat mengeliminasi kepesertaan paslon sesuai Undang-Undang Pemilu. Pertama, jika paslon terbukti melakukan tindak pidana yang melanggar larangan kampanye berdasarkan putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap atau inkrah.

“Dalam UU Pemilu Pasal 280 dan 284, ada larangan kampanye. Uniknya, dalam pemilu serentak seperti pilpres dan pemilihan legislatif (pileg), diskualifikasi berlaku bagi peserta yang melanggar larangan kampanye sebagai tindak pidana,” ujar Titi dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Sabtu (30/12/2023).

Baca juga: Tips Lulus Wawancara Kerja, Info Webinar Unair

Adapun inkrah dalam diskualifikasi hanya berlaku untuk calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Namun, diskualifikasi paslon di pilpres tidak termasuk dalam ketentuan ini.

Kedua, adanya rekomendasi dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Hal tersebut, kata Titi, juga harus dibuktikan dengan pelanggaran peraturan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) dengan menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lain untuk memengaruhi penyelenggara pemilu dan/atau pemilih.

“Hal ini diatur dalam UU Pemilu Pasal 286. Jadi, harus ada rekomendasi dari Bawaslu terkait praktik uang yang bersifat TSM,” ucap Titi.

Baca juga: Pemerintah Disarankan Perkuat Institusi Demokrasi dan Penegakan Hukum Cegah Potensi Krisis

Ketiga, lanjutnya, melakukan pelanggaran administratif pemilu secara TSM berdasarkan putusan dari Bawaslu. Keempat berkaitan dengan laporan dana awal kampanye pemilu ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).

“Di sinilah uniknya UU Pemilu kita. Diskualifikasi kalau tidak menyampaikan laporan dana awal kampanye itu hanya untuk partai politik (parpol) peserta pemilu dan Dewan Pimpinan Daerah (DPD), tapi paslon (Pilpres) tidak ada sanksi serupa,” tutur Titi.

Kelima, sambungnya, paslon bisa didiskualifikasi jika ada putusan MK soal perselisihan hasil pemilu.

“Diskualifikasi oleh MK hanya mungkin kalau dari hasil perselisihan pemilu, MK memutuskan ada diskualifikasi itu. Di pilpres dan pileg tidak pernah ada, tapi di pemilihan kepala daerah (pilkada) ada. Dulu ada di Sabu Raijua itu warga negara asing menang pemilu jadi didiskualifikasi,” ucap Titi.

Baca juga: TPN Minta Proses Hukum Capres, Cawapres, Caleg dan Tim Kampanye Ditunda

Ia menegaskan bahwa terdapat dua hal terkait diskualifikasi paslon. Pertama, paslon tidak memenuhi persyaratan sebagai calon dan itu baru terbukti ketika prosesnya sampai di MK.

"Kedua, jika paslon melakukan kecurangan pemilu yang bersifat TSM, terutama terkait dengan politik uang, intimidasi, dan sebagainya," urai Titi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Korban Meninggal Akibat Banjir Lahar di Sumatera Barat Kembali Bertambah, Kini 44 Orang

Korban Meninggal Akibat Banjir Lahar di Sumatera Barat Kembali Bertambah, Kini 44 Orang

Nasional
KPK Duga Negara Rugi Rp 30,2 M Karena 'Mark Up' Harga Lahan Tebu PTPN XI

KPK Duga Negara Rugi Rp 30,2 M Karena "Mark Up" Harga Lahan Tebu PTPN XI

Nasional
Kejagung Periksa Pihak Bea Cukai di Kasus Korupsi Impor Gula PT SMIP

Kejagung Periksa Pihak Bea Cukai di Kasus Korupsi Impor Gula PT SMIP

Nasional
PDI-P Ungkap Peluang Usung 3 Nama di Pilkada Jabar: Bima Arya, Dedi Mulyadi dan Ridwan Kamil

PDI-P Ungkap Peluang Usung 3 Nama di Pilkada Jabar: Bima Arya, Dedi Mulyadi dan Ridwan Kamil

Nasional
Saksi Sebut Pejabat yang Tak Turuti Permintaan SYL Bisa Diberhentikan

Saksi Sebut Pejabat yang Tak Turuti Permintaan SYL Bisa Diberhentikan

Nasional
2 Kapal Pemburu Ranjau Terbaru TNI AL Latihan Bersama dengan AL Singapura

2 Kapal Pemburu Ranjau Terbaru TNI AL Latihan Bersama dengan AL Singapura

Nasional
Draf RUU Penyiaran, KPI Bisa Selesaikan Sengketa Jurnalistik Khusus

Draf RUU Penyiaran, KPI Bisa Selesaikan Sengketa Jurnalistik Khusus

Nasional
Dukung Event Seba Baduy 2024, Wika Beri Diskon Tarif Tol Serang-Panimbang hingga 30 Persen

Dukung Event Seba Baduy 2024, Wika Beri Diskon Tarif Tol Serang-Panimbang hingga 30 Persen

Nasional
Jokowi Anggarkan Rp 15 Triliun untuk Perbaikan dan Pembangunan Jalan Tahun Ini

Jokowi Anggarkan Rp 15 Triliun untuk Perbaikan dan Pembangunan Jalan Tahun Ini

Nasional
TNI AL Terjunkan Satgas SAR Bantu Cari Korban Banjir Sumbar

TNI AL Terjunkan Satgas SAR Bantu Cari Korban Banjir Sumbar

Nasional
UKT Mahal, Komnas HAM Akan Audit Hak Atas Pendidikan

UKT Mahal, Komnas HAM Akan Audit Hak Atas Pendidikan

Nasional
Hasto Ungkap Peluang Megawati Bertemu Prabowo: Saat Agenda Nasional

Hasto Ungkap Peluang Megawati Bertemu Prabowo: Saat Agenda Nasional

Nasional
KPK Tahan 3 Tersangka Dugaan Korupsi Penggelembungan Harga Lahan Tebu PTPN XI

KPK Tahan 3 Tersangka Dugaan Korupsi Penggelembungan Harga Lahan Tebu PTPN XI

Nasional
Selain Khofifah, PDI-P Buka Opsi Usung Kader Sendiri di Pilkada Jatim

Selain Khofifah, PDI-P Buka Opsi Usung Kader Sendiri di Pilkada Jatim

Nasional
DPR dan Pemerintah Diam-diam Rapat Pleno, Revisi UU MK Tinggal Dibawa Ke Paripurna

DPR dan Pemerintah Diam-diam Rapat Pleno, Revisi UU MK Tinggal Dibawa Ke Paripurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com