KOMPAS.com - Pada tanggal 22 Desember 2023 di Indonesia terjadi fenomena Desember Solstis atau yang dikenal sebagai Titik Balik Desember.
Melansir dari instagram resmi Badan Riset dan Inovasi Nasional (@lapan_ri), Fenomena Solstis secara singkat adalah fenomena ketika Matahari melintasi Garis Balik Utara maupun Garis Balik Selatan.
Kedua garis ini adala garis khayal pada bola Bumi yang terletak pada lintang yang senilai dengan kemiringan sumbu Bumi yakni 23,44° LU dan 23,44°LS.
Ekuinoks dan solstis disebabkan oleh kondisi Bumi yang berotasi secara miring terhadap ekliptika sekaligus mengorbit Matahari, sehingga ujung sumbu rotasi Bumi selalu menghadap ke arah yang sama yakni Polaris atau bintang kutub (setidaknya hingga dua milenium mendatang, karena mengalami pergeseran bintang kutub).
Rudiyant (2023) menuliskan pada saat ini, siang dan malam memiliki durasi yang hampir sama di seluruh Bumi. Namun hal itu berbeda ketika terjadi fenomena solstis.
Fenomena solstis terjadi ketika salah satu belahan bumi condong lebih dekat atau menjauhi matahari sejauh mungkin. Pada Desember Solstis ini mengakibatkan siang hari menjadi lebih pendek dan malam hari menjadi lebih panjang.
Solstis terjadi dua kali yakni pada musim panas sekitar 21 Juni dan solstis musim dingin terjadi sekitar 21 atau 22 Desember.
Desember Solstis merupakan salah satu fenomena alam yang terjadi di dunia. Biasanya terjadi pada rentang waktu antara 21 Desember hingga 22 Desember.
Melansir situs resmi https://earthsky.org/, pada tahun 2023, titik balik matahari bulan Desember jatuh pada tanggal 22 Desember.
Sementara itu di Indonesia sendiri BRIN mengungkap bahwa Desember Solstis terjadi pada tanggal 22 Desember pukul 04.48 WIB/05.48 WITA/06.48 WIT dengan jarak Bumi ke Matahari sejauh 147.166.448 kilometer.
Baca juga: Fenomena Alam Ratusan Ikan Laut Meloncat-loncat, Haruskah Kita Takut?
BRIN memaparkan bahwa dampak yang ditimbulkan dari ekuinoks dan solstis di kehidupan sehari-hari adalah adanya pergantian musim terutama bagi negara-negara subtropis dan berlintang tinggi.
Selain itu, belahan Bumi yang lebih dekat dengan Matahari cenderung lebih hangat, sementara belahan Bumi yang menjauhi Matahari cenderung lebih dingin.
Rudiyant (2023) menuliskan bisa terjadi perubahan musim yang juga berujung mempengaruhi pola cuaca, pola migrasi hewan, dan siklus pertumbuhan tumbuhan.
Referensi