JAKARTA, KOMPAS.com - Dugaan kebocoran data pemilih dinilai akan menurunkan tingkat kepercayaan publik terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Apalagi, data yang diduga bocor itu merupakan bagian dari data pribadi yang seharusnya dilindungi oleh penyelenggara pemilu.
“Secara langsung tentunya akan berdampak pada menurunnya tingkat kepercayaan kepada penyelenggara pemilu,” kata Direktur Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Wahyudi Djafar kepada Kompas.com, Rabu (29/11/2023).
Berangkat dari peristiwa ini, kata Wahyudi, publik bakal mempertanyakan keandalan sistem informasi pemilu milik KPU, termasuk yang digunakan untuk penghitungan hasil pemilihan.
Misalnya, Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) yang oleh KPU digunakan untuk menghitung hasil suara pemilu secara sementara.
Baca juga: KPU: Debat Capres-cawapres Digelar 12 dan 22 Desember 2023, 7 dan 14 Januari, serta 4 Februari 2024
Ke depan, Wahyudi bilang, sangat mungkin publik meragukan akurasi Situng, mengingat adanya dugaan kebocoran data pemilih dari situs web KPU baru-baru ini.
“Itu membuat publik menjadi turun kepercayaannya dengan sistem informasi situng KPU, karena adanya risiko kerentanan atau risiko serangan ini,” ujarnya.
Tak cuma menggerus kepercayaan publik ke KPU, menurut Wahyudi, dugaan kebocoran data ini juga akan menurunkan legitimasi pemilu. Apalagi, dugaan kebocoran data pemilih juga pernah terjadi pada 2022 lalu.
“Lebih jauh, legitimasi dan integritas penyelenggaraaan pemilu juga akan berkurang,” katanya.
Merespons dugaan kebocoran data ini, KPU didesak untuk melakukan investigasi internal guna mengidentifikasi sumber kegagalan perlindungan. Penanganan insiden dengan minimal risiko juga harus diprioritaskan.
Baca juga: KPU: Seluruh Debat Capres-Cawapres Digelar di Jakarta
KPU dinilai perlu mengembangkan kebijakan perlindungan data pribadi untuk penyelenggaraan pemilu dan mengembangkan pedoman perilaku perlindungan data pribadi bagi penyelenggara.
“Juga pengadopsian seluruh standar kepatuhan pelindungan data pribadi pada seluruh sistem informasi yang dikembangkan, terutama yang memproses data pribadi, baik pemilih maupun kandidat (calon),” kata Wahyudi.
Bersamaan dengan itu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai lembaga pengawas yang menjamin berjalannya prinsip-prinsip penyelenggaraan pemilu (langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil) harus memastikan KPU benar-benar melakukan perlindungan data pribadi pemilih.
Kemudian, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) juga diminta segera mengevaluasi penerapan standar keamanan dalam pengembangan aplikasi khusus KPU sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 95/2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE).
BSSN juga didesak untuk segera melakukan upaya pengurangan risiko keamanan dan serangan yang dapat mengganggu sistem informasi tersebut.