JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic) Ahmad Khoirul Umam mengatakan, kubu pendukung Ganjar Pranowo-Mahfud MD dan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar seakan bersatu melawan bakal pasangan calon Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Umam melihat kubu Ganjar juga telah menjadi "rival politik" Joko Widodo (Jokowi) setelah menyerang Prabowo-Gibran dengan narasi politik dinasti dan pelanggaran nepotisme.
Kubu Anies pun melakukan hal yang sama sebelumnya.
"Hal itu tergambar jelas dari basis argumen yang dimainkan oleh kubu Ganjar dan juga kubu Anies, yang keduanya kompak menyerang model pendekatan kekuasaan yang dimainkan Presiden Jokowi," kata Umam kepada Kompas.com, Selasa (31/10/2023).
Baca juga: Anies: Bila Terima Kewenangan dengan Nepotisme, Saat Berkuasa Pasti Nepotisme
Ganjar sebelumnya menyinggung pentingnya reformasi hukum yang serius untuk mengurus pemerintahan anti korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Sebab, hal ini menjadi pertanyaan masyarakat usai Indonesia berhasil lepas dari Orde Baru dan Reformasi pada 1998.
“Begitu banyak masyarakat mempertanyakan salah satu agenda reformasi penegakan hukum, yaitu anti KKN, maka pemerintah mesti serius betul mengurus ini,” kata Ganjar Pranowo saat ditemui di Basket Hall, Senayan, Jakarta Pusat, Minggu (29/10/2023).
Suara senada ditunjukkan koalisi pendukung pasangan calon lain, yakni Anies-Muhaimin.
Hal itu diungkapkan Anies ketika menyapa warga Jember, Jawa Timur, dalam acara jalan sehat bersarung di Kaliwates, Jember, Minggu.
Baca juga: Singgung Reformasi Hukum, Ganjar: Pemerintah Mesti Serius Urus Anti-KKN
Ia mengaku tidak ingin memenangkan kontestasi Pilpres 2024 dengan cara nepotisme.
"Bila meraih kewenangan dengan cara nepotisme, nanti saat berkuasa pasti nepotisme, betul?" tanya Anies kepada warga Jember, Minggu.
Umam juga menyoroti jamuan makan siang antara Presiden Jokowi dan tiga bakal capres, yang digelar Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (30/10/2023).
Menurutnya, hal itu diatur sedemikian rupa oleh Presiden Jokowi masih berkaitan Pilpres 2024 di mana, Kepala Negara ingin menunjukkan bahwa ia netral.
"Undangan makan siang bersama Presiden ini juga bisa menjadi alat diplomasi politik Jokowi untuk menepis tudingan dan serangan politik yang menyasar dirinya yang dikesankan tidak akan netral dalam kontestasi politik 2024 mendatang," nilai Umam.
Baca juga: Jokowi, Anwar Usman, Gibran, dan Kaesang Dilaporkan ke KPK
Di sisi lain, undangan makan siang itu menjadi langkah positif untuk mengokohkan fondasi politik rekonsiliasi Pilpres 2024.
Menurutnya, ini dilakukan karena Jokowi tak ingin ada pembelahan dan benturan mendasar dalam proses kontestasi ke depan.
"Selanjutnya, undangan personal antara Capres dan Presiden Jokowi akan membuka ruang komunikasi sekaligus negosiasi politik lebih lanjut untuk mengamankan posisi politik Presiden Jokowi, siapapun yang menang nantinya," ujar Umam.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.