JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ahmad Syaikhu ogah membantah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membolehkan seseorang di bawah 40 tahun maju jadi calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) asal pernah atau sedang menjabat kepala daerah.
Menurutnya, jika putusan MK itu dibantah, malah akan menimbulkan ketidakpastian hukum perihal syarat maju capres-cawapres.
"Kalau misalnya ini nanti kita justru berbantah dengan masalah ini, kaitannya kemudian enggak ada kepastian hukum. Gimana kita akan melaksanakan? Padahal, kita akan segera mendaftar. Dan itu sangat terbatas. Lalu, sampai kapan kita akan melakukan pendaftaran lagi kalau ini kemudian kita enggak putus sampai hari ini?" ujar Syaikhu saat ditemui di kantor DPP PKS, Jakarta, Selasa (17/10/2023).
Baca juga: Enggan Komentari Putusan MK, Anies: Kita Adu Gagasan, Rekam Jejak, dan Prestasi Saja
Syaikhu lantas mengatakan, apa pun keputusan yang diputuskan oleh MK, harus dihormati. Selebihnya, tinggal bagaimana semua peserta pemilu mengikuti kontestasi yang ada.
Terkait masalah independensi MK karena putusan tersebut erat kaitannya untuk memuluskan langkah putra Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka, Syaikhu menyebut diperlukan kajian mendalam.
"Kan itu faktor yang lain. Saya kira masalah politis enggak politis itu faktor tadi mungkin masalah kaitan yang apakah independensi dan sebagainya, atau kaitan-kaitan yang mungkin perlu hal-hal yang kajian-kajian nanti yang lebih mendalam ya," katanya.
"Ini kan sebuah lembaga yang independen. Apa pun keputusannya, ya tentu kita menghormati segala keputusan yang dimunculkan," ujar Syaikhu lagi.
Baca juga: Gandeng Puluhan Pensiunan Jenderal TNI-Polri, Presiden PKS: Kita Sepakat Menangkan Anies-Cak Imin
Lebih lanjut, Syaikhu menekankan bahwa Koalisi Perubahan untuk Perubahan (KPP) fokus pada pendaftaran capres-cawapres di Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 19 Oktober 2023.
Pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Cak Imin) disebut akan menjadi pendaftar capres-cawapres pertama.
"Dan apa yang diputuskan oleh MK ini justru menjadi satu hal yang harus kita sepakati bersama," katanya.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait usia minimal capres dan cawapres dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Mahkamah membolehkan seseorang yang belum berusia 40 tahun mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden selama berpengalaman menjadi kepala daerah atau jabatan lain yang dipilih melalui pemilihan umum.
Putusan ini pun disebut mulai berlaku pada Pemilu 2024.
Baca juga: Soal Putusan MK, Ganjar: Itu Final and Binding, Kita Hormati Saja
"Sehingga selengkapnya norma a quo berbunyi 'berusia paling rendah 40 tahun atau pernah sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah". Lebih lanjut, ketentuan Pasal 169 huruf q UU 7/2017 sebagaimana dimaksud dalam putusan a quo berlaku mulai pada Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024 dan seterusnya," kata Hakim Konstitusi Guntur Hamzah saat membaca putusan nomor 90/PUU-XXI/2023 di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (16/10/2023).
Mahkamah berpendapat, pembatasan usia minimal capres-cawapres 40 tahun berpotensi menghalangi anak-anak muda untuk menjadi pemimpin negara.