Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Antara Koalisi "Setengah Hati" dan "Setengah Mati"

Kompas.com - 29/08/2023, 05:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MELIHAT perkembangan politik jelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, publik disuguhkan dengan manuver dan atraksi politik yang kerap membingungkan.

Tidak saja publik, pengamat yang bergelar doktor dan kerap “wira-wiri” di layar kaca juga kerap “keseleo” memaparkan amatannya.

Sahabat saya yang kader partai juga dibuat bingung. Kemarin, partainya selalu menggelorakan permusuhan dengan salah seorang sosok bakal capres dan mencapnya sebagai antitesa dari Presiden Jokowi.

Dirinya terkaget-kaget saat elite partainya menyandingkan nama tersebut berpasangan dengan bakal capres unggulannya.

Kolega saya seorang aktivis 1998 yang dulu getol mengkritisi salah seorang figur bakal capres karena tangannya konon dianggap “berlumuran darah” terkait kasus pelanggaran hak asasi manusia, kini justru kerap memuja-muji dan rela dipecat partainya.

Bahkan kini, dirinya aktif mengampanyekan sosok yang dulunya dianggap “lawan”.

Dalam berbagai kelas pascasarjana komunikasi politik yang saya ampu, saya kerap berpesan ke mahasiswa agar tidak “berkerut” ketika melihat perkembangan politik yang terjadi. Amati setiap fenomena yang terjadi, kaitkan dengan teori dan relasikan dengan politik “ala” Indonesia.

Tidak ada yang tidak mungkin dalam politik. Semua bisa terjadi jika kepentingan yang dituju dan disasar.

Fenomena konteslasi partai-partai yang membentuk koalisi bisa diibaratkan seperti “pacaran” gaya anak-anak baru gede atau “ABG”. Gampang jadian dan gampang putusnya.

Siapa sangka, Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang diinisiasi partai-partai mapan seperti Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang semula berikrar akan bersatu, toh akhirnya putus di tengah jalan.

Jika diakumulasikan, maka perolehan suara ketiga partai yang tergabung dalam KIB sebesar 23,67 persen suara sah nasional, sedangkan perolehan kursi DPR mereka sebesar 25,73 persen.

Dalam pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu disebutkan bahwa pasangan capres dan cawapres hanya dapat diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik dengan persyaratan meraih kursi DPR RI minimal 20 persen atau memperoleh minimal 25 persen suara sah nasional.

KIB tidak kokoh bersatu hingga akhir, ditengarai karena tidak adanya sosok “yang layak” jual. Nama masing-masing ketua umum partai, tidak masuk dalam jajaran tiga, bahkan lima besar peraih elektabilitas tertinggi sebagai capres atau cawapres.

Kalau pun ada nama Ridwan Kamil yang masuk tiga besar sebagai cawapres dengan elektabilitas tertinggi, justru tidak “dianggap” oleh elite partai berlambang pohon beringin tersebut.

Sebagai pendatang baru, nama Gubernur Jawa Barat yang “moncer” di kalangan anak muda penggemar media sosial harus siap ditempatkan di bench sebagai pemain cadangan.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengusaha Hendry Lie Jadi Tersangka Kasus Korupsi Timah

Pengusaha Hendry Lie Jadi Tersangka Kasus Korupsi Timah

Nasional
Prabowo: Kami Maju dengan Kesadaran Didukung Kumpulan Tokoh Kuat, Termasuk PBNU

Prabowo: Kami Maju dengan Kesadaran Didukung Kumpulan Tokoh Kuat, Termasuk PBNU

Nasional
Prabowo: Saya Merasa Dapat Berkontribusi Beri Solusi Tantangan Bangsa

Prabowo: Saya Merasa Dapat Berkontribusi Beri Solusi Tantangan Bangsa

Nasional
Prabowo Sebut Jokowi Siapkan Dirinya Jadi Penerus

Prabowo Sebut Jokowi Siapkan Dirinya Jadi Penerus

Nasional
Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Nasional
Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show 'Pick Me Trip in Bali'

Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show "Pick Me Trip in Bali"

Nasional
Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Nasional
Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Nasional
Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Nasional
Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Nasional
Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Nasional
Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Nasional
Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Nasional
Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com