Nasdem berhasil meraup 12,66 juta suara atau 9,05 persen. NasDem berhasil mengisi 59 kursi parlemen atau setara dengan 10,26 persen.
Sementara itu, Demokrat mendapatkan suara sah nasional sebanyak 10,87 juta suara atau 7,77 persen. Jumlah tersebut menempatkan partainya Susilo Bambang Yudhoyono ini di urutan ke 7. Sebelumnya, pada Pemilu 2014, Demokrat menduduki posisi ke-4.
Dengan bergabungnya ketiga partai tersebut ke dalam Koalisi Perubahan, persentase perolehan suara nasional untuk mengusung capres maju di 2024 telah terpenuhi.
Total persentase presidential threshold NasDem, Demokrat, dan PKS jika digabungkan adalah 25,03 persen.
Persoalan utama di setiap koalisi mirip dengan kesetiaan pasangan di rumah tangga. Begitu indah saat akad nikah, tetapi mudah “selingkuh” dan cerai di tengah jalan. Godaan dan lirikan partai dan koalisi lain membuat biduk rumah tangga koalisi mudah goyah, bahkan pecah.
Kesolidan di Koalisi Perubahan untuk Persatuan tengah diuji saat nama Anies Baswedan disandingkan dengan Ganjar Pranowo oleh salah satu fungsionaris DPP PDIP Said Abdullah.
Walau sekadar “kaleng-kaleng” wacana yang dilemparkan ketua DPD PDIP Jawa Timur itu menyorongkan nama Ganjar – Anies, tidak pelak ikut mendorong Ketua Badan Pemenangan Pemilu PPP, Sandiaga Uno melakukan “zig-zag” politik.
Sandiaga Uno yang tidak ingin keputusannya “cabut” dari Gerindra dan kini “berteduh” di rumah PPP sia-sia, mencoba mendekati PKS dan menggoda Demokrat untuk ikut “berdansa” di tengah ketidakpastian siapa nama pendamping Anies Baswedan.
Duet Sandiaga – Agus Harimurti Yudhoyono dengan potensi bergabungnya PPP, Demokrat serta PKS dengan merujuk persyaratan yang termaktub dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, maka syarat bagi partai politik atau gabungan partai politik untuk mendaftarkan capres-cawapres dengan 20 persen kursi DPR atau 115 kursi hasil pemilu sebelumnya, maka dengan mudah terpenuhi.
Kepemilikan kursi Demokrat, PKS dan PPP di DPR jika digabung, jumlahnya sudah melebihi syarat tersebut. Partai Demokrat memiliki 54 kursi, PKS 50, sementara PPP 19. Ditotal menjadi 123 kursi DPR.
Andaikan PDIP tetap “pede” bersekutu dengan Perindo dan Hanura saja serta memanfaatkan “rebound” elektabilitas Ganjar Pranowo yang semakin mengungguli para pesaingnya, mungkin saja ikut menggoda keutuhan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya.
Persolaan pelik siapa cawapres-nya Prabowo tentu ikut mendorong kompetisi antarpartai anggota koalisi.
Jika Golkar merasa wajar menyodorkan nama Airlangga Hartarto, sedangkan PAN merasa mutlak menyorongkan nama Erick Thohir, maka bagi PKB begitu “harga mati” nama Muhaimin Iskandar harus dan “kudu” menjadi nama calon RI-2 pendamping Prabowo.
Andaikan Prabowo memilih nama di luar nama Ketua Umum PKB Cak Imin, maka potensi PKB untuk menyeberang ke koalisi lain begitu terbuka lebar.
Cak Imin pasti menyiapkan “exit plan” dengan meminta “suaka” ke PDIP. Relasi PDIP – PKB telah lama terjalin dan PKB pasti ingat dengan jargon “Partai Koncone Banteng”.