Sebagai partai besar, Golkar memiliki sejarah kerap salah melabuhkan pilihannya. Di Pilpres 2014, Golkar mendukung pasangan Prabowo – Hatta Rajasa yang kalah dari pasangan Jokowi – Jusuf Kalla.
Sama dengan PAN, partai ini juga selalu “terjebak” dalam salah memilih koalisi. Di Pilpres 2014 dan 2019, PAN selalu berseberangan dengan Jokowi, tetapi bisa masuk kabinet usai minta bergabung di pemerintahan.
Sebaliknya PPP akhirnya melabuhkan “hati” bersama PDI Perjuangan, Perindo dan Hanura untuk mendukung pencalonan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo sebagai bakal capres di Pilpres 2024.
Tidak ada makan siang yang “gretongan”, PPP sangat “ngarep” menyodorkan nama Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno sebagai pendamping Ganjar.
PAN yang semula telah “sowan” ke markas banteng dan langsung menyodorkan nama Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir sebagai bakal cawapres Ganjar Pranowo, kontan berbalik badan usai PDIP tidak sudi didikte dan diatur oleh Zulkifli Hasan sang Ketua Umum PAN.
Golkar yang terjepit dengan desakan sebagian kadernya untuk menggelar musyawarah nasional luar biasa karena menganggap nama Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto begitu stagnan elektabilitasnya di klasemen kandidat capres-cawapres akhirnya “banting stir”.
Golkar yang pernah menjajal berkomunikasi dengan Demokrat dan PDIP, akhirnya memilih bergabung dengan Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya bersama PAN, Partai Bulan Bintang (PBB) dan saalah satu partai lokal di Aceh, Partai Aceh.
Pada Pemilu 2019 lalu, Gerindra meraup 12,57 persen suara sah nasional dan PKB meraup 9,69 persen suara. Jika digabungkan, maka perolehan suara kedua partai ini berjumlah 22,36 persen suara sah nasional.
Walau akumulasi raihan suara tersebut belum memenuhi syarat untuk mengusung capres dan cawapres, tetapi dari raihan kursi di DPR bicara sebaliknya.
Di Pemilu, 2019 Gerindra berhasil meraih 13,57 persen kursi DPR, sementara PKB mendapat 10,09 persen. Jika ditotal, maka koalisi Gerindra dan PKB memiliki 23,66 persen kursi di DPR.
Jika dilihat dari perolehan kursi parlemennya, koalisi Gerindra-PKB berhak mengusung capres dan cawapres pada Pilpres 2024, karena telah meraih kursi DPR lebih dari 20 persen.
Tambahan suara dari Golkar dan PAN membuat Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya menjadi “gambot”.
Ibarat para pelari marathon, semua koalisi sepertinya tinggal menunggu aba-aba start. Tidak ada yang memulai lari karena saling melirik kompetitor. Setiap pelari merasa berkeyakinan akan menang karena didukung para pendukungnya.
Di Koalisi Perubahan untuk Persatuan yang berintikan Partai Nasdem, Demokrat serta Partai Keadilan Sejahtera (PKS), menjadi pioner dalam mengumumkan nama Anies Baswedan sebagai kandidat capres, tetapi “kedodoran” saat hendak mengumumkan nama bakal cawapresnya.
Pada Pemilu 2019, PKS memperoleh 11,49 juta suara atau 8,21 persen dari total suara sah nasional. Dengan capaian ini, PKS menempatkan 50 wakilnya di DPR RI untuk periode 2019-2024. Jumlah tersebut hanya 8,7 persen dari total 575 kursi yang diperebutkan.