Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Diminta Hentikan Kebijakan yang Dinilai Liberal dan Kapitalis

Kompas.com - 18/08/2023, 23:40 WIB
Singgih Wiryono,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) diminta untuk menghentikan segala arah politik dan kebijakan yang dinilai mengarah pada liberalisme dan kapitalistik.

Hal itu disampaikan dalam konferensi pers sikap politik tiga organisasi masyarakat Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Jumat (18/8/2023).

"Mendesak pemerintahan Joko Widodo untuk menghentikan arah politik dan kebijakan nasional yang liberal dan kapitalistik," kata Deputi II Sekjen Aman bidang Advokasi dan Partisipasi Politik Masyarakat Adat Erasmus Cahyadi.

Mereka mendesak agar Jokowi mengembalikan kebijakan-kebijakan yang dinilai liberal dan kapitalis pada amanat konstitusi.

"Sehingga keadilan, kedaulatan dan kesejahteraan kembali berpusat pada rakyat," tutur Erasmus.

Baca juga: AMAN Sayangkan Pidato Kenegaraan Jokowi Tak Singgung Pengakuan Masyarakat Adat

Adapun sejumlah kebijakan yang dinilai liberal dan kapitalis adalah kebijakan yang mengorbankan masyarakat adat dan sumber daya alam.

KPA mencatat sepanjang pemerintahan Jokowi dari 2015-2022 ada 2.710 konflik agraria yang terjadi di Indonesia.

"Letusan konflik tersebut didominasi oleh sektor perkebunan yang mencapai 1.023 letusan konflik pada periode yang sama," ucap Erasmus.

Data serupa diungkapkan Walhi yang menyebut 72 persen konflik disebabkan oleh operasional bisnis perusahaan swasta dan 13 persen dari proyek strategis nasional (PSN).

Baca juga: Komnas HAM: Konflik Agraria Meningkat, Pihak Teradu Paling Banyak dari Korporasi dan Pemerintah

Dampaknya juga terjadi pada masyarakat adat di Indonesia. Data dari AMAN menunjukan sepanjang tahun 2017-2022 terjadi 301 perampasan wilayah adat seluas 8,5 juta hektar.

"Di sisi lain, adanya 214 kebijakan daerah yang mengakui dan melindungi hak-hak masyarakat adat belum cukup luas melindungi komunitas adat, sebab pemerintah pusat enggan mengubah mekanisme pengakuan yang sektoral dan berbelit-belit serta berbiaya mahal menjadi praktis, murah dan singkat," tutur Erasmus.

Sebaliknya, pemberian tanah bagi pengusaha sawit terus meluas. Pemerintah disebut memberikan perluasan sawit hingga 5,6 juta hektar sejak tahun 2016-2022.

Penguasaan tanah pengusaha sawit saat ini seluas 16,8 juta hektar, realita itu bertolak belakang dengan janji Jokowi yang menyebut akan mendistribusikan tanah seluas 9 juta hektar kepada petani untuk reformasi agraria.

"Andai saja janji itu ditepati tentu dapat mengurangi ketimpangan penguasaan tanah (yang disebutkan), sayangnya reformasi agraria ini tidak dijalankan sesuai tujuannya," pungkas Erasmus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Heboh Brigadir RAT Jadi Pengawal Bos Tambang, Anggota DPR: Tak Mungkin Atasan Tidak Tahu, Kecuali...

Heboh Brigadir RAT Jadi Pengawal Bos Tambang, Anggota DPR: Tak Mungkin Atasan Tidak Tahu, Kecuali...

Nasional
Geledah Setjen DPR dan Rumah Tersangka, KPK Amankan Dokumen Proyek hingga Data Transfer

Geledah Setjen DPR dan Rumah Tersangka, KPK Amankan Dokumen Proyek hingga Data Transfer

Nasional
Ditegur MK Tak Serius Ikuti Sidang, KPU Mengaku Punya Banyak Agenda

Ditegur MK Tak Serius Ikuti Sidang, KPU Mengaku Punya Banyak Agenda

Nasional
Korlantas Sebut Pelat Khusus “ZZ” Terhindar Ganjil-Genap Jika Dikawal

Korlantas Sebut Pelat Khusus “ZZ” Terhindar Ganjil-Genap Jika Dikawal

Nasional
Polri Bentuk 10 Satgas Pengamanan untuk World Water Forum Ke-10 di Bali

Polri Bentuk 10 Satgas Pengamanan untuk World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Nurul Ghufron Sengaja Absen Sidang Etik di Dewas KPK, Beralasan Sedang Gugat Aturan ke MA

Nurul Ghufron Sengaja Absen Sidang Etik di Dewas KPK, Beralasan Sedang Gugat Aturan ke MA

Nasional
Korlantas Polri Ungkap Jasa Pemalsuan Pelat Khusus “ZZ”, Tarifnya Rp 55-100 Juta

Korlantas Polri Ungkap Jasa Pemalsuan Pelat Khusus “ZZ”, Tarifnya Rp 55-100 Juta

Nasional
Absen di Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin, Surya Paloh: Terus Terang, Saya Enggak Tahu

Absen di Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin, Surya Paloh: Terus Terang, Saya Enggak Tahu

Nasional
KPU Mulai Tetapkan Kursi DPRD, Parpol Sudah Bisa Berhitung Soal Pencalonan di Pilkada

KPU Mulai Tetapkan Kursi DPRD, Parpol Sudah Bisa Berhitung Soal Pencalonan di Pilkada

Nasional
PKB Jajaki Pembentukan Koalisi untuk Tandingi Khofifah di Jatim

PKB Jajaki Pembentukan Koalisi untuk Tandingi Khofifah di Jatim

Nasional
PKB Bilang Sudah Punya Figur untuk Tandingi Khofifah, Pastikan Bukan Cak Imin

PKB Bilang Sudah Punya Figur untuk Tandingi Khofifah, Pastikan Bukan Cak Imin

Nasional
KPK Sita Gedung Kantor DPD Nasdem Milik Bupati Nonaktif Labuhan Batu

KPK Sita Gedung Kantor DPD Nasdem Milik Bupati Nonaktif Labuhan Batu

Nasional
MA Kuatkan Vonis 5 Tahun Penjara Angin Prayitno Aji

MA Kuatkan Vonis 5 Tahun Penjara Angin Prayitno Aji

Nasional
Soal Jokowi Jadi Tembok Tebal antara Prabowo-Megawati, Sekjen PDI-P: Arah Politik Partai Ranah Ketua Umum

Soal Jokowi Jadi Tembok Tebal antara Prabowo-Megawati, Sekjen PDI-P: Arah Politik Partai Ranah Ketua Umum

Nasional
TNI-Polri Bahas Penyalahgunaan Pelat Nomor Kendaraan yang Marak Terjadi Akhir-akhir Ini

TNI-Polri Bahas Penyalahgunaan Pelat Nomor Kendaraan yang Marak Terjadi Akhir-akhir Ini

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com