JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Kabasarnas) Letkol Afri Budi Cahyanto diduga menerima uang dari pihak swasta yang nilainya hampir Rp 1 miliar.
Uang tersebut diterima Letkol Afri dari Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati bernama Marilya atau Meri terkait pekerjaan pengadaan alat pencarian korban reruntuhan.
Oleh Afri, uang tersebut diklaim sebagai dana hasil profit sharing atau pembagian keuntungan.
“Profit sharing ini adalah istilah dari ABC (Afri Budi Cahyanto) sendiri,” kata Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Marsekal Muda (Marsda) R Agung Handoko saat konferensi pers di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Senin (31/7/2023).
“ABC menerima uang dari Saudari Meri sejumlah Rp 999.710.400 pada hari Selasa 2023 sekira pukul 14.00 di parkiran salah satu bank di Mabes TNI AL yang sepengakuan ABC uang tersebut adalah uang dari hasil profit sharing atau pembagian keuntungan dari pekerjaan pengadaan alat pencarian korban reruntuhan yang telah selesai dilaksanakan atau dikerjakan oleh PT Inter Tekno Grafika Sejati,” jelas Agung.
Baca juga: Puspom TNI Resmi Tetapkan Kepala Basarnas dan Bawahannya Tersangka Dugaan Suap
Menurut pengakuan Afri, uang senilai hampir Rp 1 miliar itu diberikan untuk memenuhi kewajiban pembagian keuntungan dari pekerjaan yang telah dilaksanakan.
Uang tersebut diterima Afri atas perintah Kabasarnas RI Marsekal Madya (Marsdya) TNI Henri Alfiandi.
“ABC menerima sejumlah uang tersebut diatas dari Saudari Meri atas perintah Kabasarnas. Perintah itu ABC terima pada 20 Juli 2023 dan disampaikan secara langsung,” ujar Agung.
Baca juga: Panglima TNI: Kasus di Basarnas Perlu Jadi Evaluasi agar ke Depan Tak Terjadi Lagi
Atas keterangan para saksi dari pihak swasta dan tepenuhinya unsur tindak pidana, Puspom TNI pun meningkatkan kasus ini dari tahap penyelidikan ke tingkat penyidikan.
Puspom TNI juga menetapkan Marsekal Madya Henri dan Letkol Afri sebagai tersangka kasus dugaan suap di lingkungan Basarnas.
“Terhadap keduanya malam ini juga kita lakukan penahanan dan akan kita tempatkan di instalasi tahanan militer milik Pusat Polisi Militer Angkatan Udara di Halim (Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur),” kata Agung.
Hingga kini, Puspom TNI telah mengantongi 27 item bukti dengan 34 subitem, sesuai dengan daftar barang bukti yang disampaikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Baik Henri maupun Afri dijerat dengan Pasal 12 a atau b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Untuk diketahui, Henri dan Afri merupakan dua personel aktif TNI yang terlebih dulu ditetapkan tersangka oleh KPK dalam kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Basarnas RI tahun anggaran 2021-2023.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, perkara ini berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) terhadap 11 orang di Jakarta dan Bekasi pada Selasa (25/7/2023).
Baca juga: Menanti Kejelasan Status Hukum Kepala Basarnas dari Puspom TNI dan Pembentukan Tim Koneksitas
Setelah dilakukan penyidikan, KPK menetapkan lima orang tersangka, di antaranya Henri dan Afri.
Selain itu, KPK juga menetapkan tiga orang dari pihak swasta atau sipil sebagai tersangka. Mereka adalah MG Komisaris Utama PT MGCS; MR Direktur Utama PT IGK; dan RA Direktur Utama PT KAU.
Namun, Danpuspom TNI Agung kemudian menilai, penetapan tersangka Kepala Basarnas dan Koorsmin Kabasarnas oleh KPK menyalahi aturan.
Agung mengatakan, yang berhak menetapkan seorang personel TNI sebagai tersangka adalah penyidik militer, dalam hal ini Puspom TNI. Hal itu berdasarkan Undang-Undang Peradilan Militer.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.