Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Furqan Jurdi
Praktisi Hukum dan Penulis

Aktivis Muda Muhammadiyah

Kasus Dugaan Korupsi Kepala Basarnas, Perlukah Peradilan Koneksitas?

Kompas.com - 31/07/2023, 10:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

POLEMIK penetapan tersangka kepala Basarnas cukup alot, setelah Kepala Pusat Polisi Militer Tentara Nasional Indonesia (Puspom TNI) melayangkan protes terhadap penetapan tersangka perwira TNI aktif, yaitu Marsekal Madya Henri Alfiandi dan Letnan Kolonel Arif Budi Cahyanto.

Penetapan tersangka keduanya bagi Puspom TNI menyalahi aturan. Alasannya, militer memiliki aturan dan peradilan tersendiri untuk menghukum anggota yang melanggar hukum.

Karena protes itu, pimpinan KPK meminta maaf atas kekeliruan yang dilakukan pihaknya dan akan lebih berhati-hati lagi menangani kasus korupsi yang melibatkan anggota TNI aktif.

Permintaan maaf KPK itu dipertanyakan oleh banyak pihak. KPK dinilai tidak sepantasnya menyampaikan permintaan maaf, sebab prosedur hukum pemberantasan korupsi sudah dijalankan menurut ketentuan hukum.

Undang-undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) memberikan kewenangan kepada KPK untuk melakukan pemberantasan korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum, pejabat, pihak yang berkaitan dengan korupsi penegak hukum itu (swasta) untuk disidik dan dituntut berdasarkan UU Tipikor.

Meskipun secara khusus UU Tipikor memberikan kewenangan kepada KPK untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap pelaku korupsi, tetapi tidak semua kejahatan korupsi bisa ditangani KPK.

Ada batasan tertentu yang harus diperhatikan. Dalam Pasal 11 UU KPK (UU Nomor 19 Tahun 2019 Perubahan Kedua Atas UU 30 Tahun 2002) dijelaskan bahwa dalam melaksanakan tugas monitoring terhadap penyelenggara negara, KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap Tindak Pidana Korupsi yang: a. melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau Penyelenggara Negara; dan/atau b. menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Kalau kita tarik dalam dugaan korupsi yang melibatkan kepala Basarnas, kategori aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang berkaitan dengan kasus tersebut dan kerugian negara paling sedikit satu miliar rupiah, maka kasus dugaan korupsi kepala Basarnas itu memenuhi syarat untuk disidik KPK.

Permasalahan yang muncul kemudian, kepala Basarnas dan stafnya adalah anggota TNI aktif dan mereka tunduk pada peradilan militer.

Dalam peradilan militer ada mekanisme tersendiri yang mengatur bagaimana seorang militer aktif terlibat kasus pelanggaran hukum.

Dalam ketentuan pasal 5 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1997 disebutkan “Peradilan militer merupakan pelaksana kekuasaan kehakiman di lingkungan Angkatan Bersenjata untuk menegakkan hukum dan keadilan dengan memperhatikan kepentingan penyelenggaraan pertahanan keamanan negara”.

Anggota militer aktif secara hukum berada dalam yurisdiksi peradilan militer. Ruang lingkup peradilannya telah diatur konstitusi dan UU.

Karena peradilan militer memiliki ruang lingkup sendiri, maka anggota TNI aktif yang tertibat kasus korupsi atau kejahatan lainnya harus dikoordinasikan dengan Puspom TNI dan Orditur yang bertugas melakukan penyidikan dan penuntutan di peradilan militer.

Dalam UU KPK terdapat aturan koordinasi tersebut. Pasal 8 menyebutkan,“KPK dalam melaksanakan tugas koordinasi berwenang: a. mengoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi”.

Dalam perkara ini, koordinasi antarlembaga menjadi penting karena melibatkan dua model peradilan, yaitu peradilan umum dan peradilan militer.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Nasional
Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Nasional
Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

Nasional
Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Nasional
Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com