JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan, kasus dugaan suap proyek pengadaan barang di Basarnas terjadi karena terdapat persekongkolan antara pejabat di dalam instansi itu dengan perusahaan peserta lelang, buat mengakali sistem pengadaan elektronik (e-procurement).
Dugaan suap proyek pengadaan barang dan jasa yang menjerat Kepala Basarnas Marsdya Henri Alfianto (HA), dan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas RI Letkol Adm Afri Budi Cahyanto (ABC) terjadi karena sejak awal sudah terjadi kongkalikong dengan perusahaan peserta lelang.
Kesepakatan itu terkait pemberian sejumlah komisi atau fee dan janji buat menunjuk atau memenangkan perusahaan yang membayar komisi itu.
"Bagaimana bisa padahal sudah menggunakan e-procurement? Dan ternyata memang bisa. Jadi sistem apapun yang dibangun ketika itu dilakukan persekongkolan maka jebol juga," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (26/7/2023).
Baca juga: KPK Akan Temui Panglima TNI Usai Kepala Basarnas Jadi Tersangka
"Tentu dalam proses lelangnya pun itu sudah diatur, atau dengan kata lain proses lelang hanya sekadar formalitas," lanjut Alexander.
Padahal beberapa waktu lalu program digitalisasi pengadaan barang dan jasa pemerintah diluncurkan sebagai salah satu ikthiar terkait pencegahan korupsi, supaya tidak terlampau bertumpu pada penindakan hukum. Pemerintah meyakini sistem pengadaan secara elektronik itu bisa menekan potensi rasuah dalam proyek-proyek pemerintahan.
Alexander menyampaikan, salah satu cara peserta lelang mengakali sistem pengadaan elektronik adalah tetap mengikuti prosedur dengan menyertakan perusahaan pendamping yang ditengarai ikut bersekongkol.
"Atau bahkan perusahaan pendamping itu dimiliki oleh orang yang sama yang nanti akan memenangkan lelang," ucap Alexander.
Baca juga: KPK Tahan 2 Tersangka yang Diduga Menyuap Kepala Basarnas
Terkait dokumen perusahaan peserta lelang, menurut Alexander ada kemungkinan para tersangka memasukkan fail itu secara elektronik dari satu perangkat komputer. Hal itu, kata Alexander, biasanya akan terungkap dalam proses audit forensik digital.
"Dokumen ini di-upload lewat komputer yang mana, dari tempat yang sama itu biasanya akan terungkap modus-modus seperti itu. Nanti kami akan mendalami proses lelang pengadaan barang dan jasa di Basarnas," papar Alexander.
Menurut Alexander, perkara dugaan suap yang menyeret nama Henri berpangkal dari proyek pengadaan di lingkungan Basarnas.
Dia mengatakan, Basarnas sebelumnya menggelar sejumlah tender proyek pekerjaan yang diumumkan melalui layanan LPSE pada 2021.
Baca juga: Dugaan Suap Kepala Basarnas, KPK: Uang Diserahkan di Tempat Parkir Bank di Mabes TNI Cilangkap
Dua tahun berselang, atau tepatnya pada 2023, Basarnas kembali membuka tender proyek pekerjaan yang mencakup pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan dengan nilai kontrak Rp 9,9 miliar.
Selanjutnya, pengadaan public safety diving equipment dengan nilai kontrak Rp 17,4 miliar, dan pengadaan kendaraan kendali jarak jauh (remotely operated vehicle/ROV) untuk KN SAR Ganesha (multiyears 2023-2024) dengan nilai kontrak Rp 89,9 miliar.
Proyek pengadaan itu diikuti oleh PT Intertekno Grafika Sejati (IGS), PT Multi Grafika Cipta Sejati (MGCS), dan PT Kindah Abadi Utama (KAU).