JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah meminta keterangan dari 70 orang terperiksa guna mengusut dugaan pungutan liar (pungli) di rumah tahanan (Rutan).
Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan, kasus itu sampai saat ini masih dalam tahap penyelidikan.
“Saat ini kami telah melakukan penyelidikan dan telah memeriksa sekitar 70 orang,” kata Asep kepada wartawan, Selasa (25/7/2023).
Menurut dia, pungli itu dilakukan lebih dari satu orang dan berlangsung dalam kurun waktu akhir 2021 hingga 2023.
Baca juga: Pungli di Rutan KPK Disetor Bulanan, Nominal Sampai Puluhan Juta
Asep menuturkan, pihaknya masih terus menggali informasi mengenai praktik pungli di rutan KPK.
Pihaknya tidak ingin hanya mengacu pada temuan Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Sebab, temuan Dewas hanya menjadi pintu masuk dalam menguak kasus di lembaga sendiri.
“Kami menduga mungkin kita bisa mengembangkan lebih jauh lagi,” ujar Asep.
Direktur Penyidikan itu menegaskan KPK ingin melakukan kegiatan bersih-bersih internal secara total.
Menurut dia, momentum ini menjadi kesempatan untuk menghilangkan praktik pungli tersebut.
Baca juga: Ada Pungli di Rutan KPK, Wapres: Jangan Sampai Berantas Korupsi tapi di Dalam Juga Terjadi
Selain itu, KPK juga mengulik apakah praktik pungli ini hanya terjadi di rutan lembaga antirasuah atau rutan-rutan lain tempat penahanan tersangka korupsi dititipkan.
“Jadi rekan-rekan mohon bersabar jadi ini berproses dan mohon juga dukungannya,” tutur Asep.
Sebelumnya, KPK tengah disorot karena dugaan pungli di rutan dengan nilai mencapai Rp 4 miliar per Desember 2021 hingga Maret 2023.
Transaksi panas itu diduga terkait penyelundupan uang dan alat komunikasi untuk tahanan kasus korupsi dan terindikasi suap, gratifikasi, serta pemerasan.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan, pihaknya belum memastikan apakah dalam pungli itu terjadi peristiwa suap, gratifikasi, atau pemerasan.
Menurut dia, pungli itu berkaitan dengan sejumlah fasilitas lebih yang diberikan kepada para tahanan yang membayar.
Di antaranya adalah akses ke handphone, makanan dari keluarga hingga bebas dari tugas membersihkan toilet.
"Jadi biasanya, yang membayar itu tidak diperintahkan untuk melakukan kerja-kerja, misalnya membersihkan kloset dan lain sebagainya,” kata Ghufron saat ditemui awak media di Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (13/7/2023).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.