JAKARTA, KOMPAS.com - Politikus Partai Nasdem Irma Suryani Chaniago mengaku meminta agar Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) fokus mengurus nasib para perawat di pelosok yang bergaji minim.
Menurut dia, hal itu lebih baik dilakukan daripada berunjuk rasa menolak Undang-undang (UU) Kesehatan yang dianggapnya telah memberi jaminan lebih untuk nasib para perawat di Indonesia.
"Saya sampaikan dengan ketua organisasi profesi perawat, Harif (Fadhillah, Ketua Umum DPP PPNI), saya bilang, Anda ke mana saja, itu yang namanya perawat di daerah-daerah yang digaji Rp 300-500 ribu itu kenapa enggak Anda perjuangkan," ungkap Irma dikutip siaran langsung akun resmi YouTube DPR RI, Rabu (12/7/2023).
Pernyataan itu terlontar dari bibir Irma sewaktu Badan Legislasi DPR RI menerima 20 organisasi profesi kesehatan yang mendukung pengesahan UU Kesehatan.
Ia mengeklaim telah memperjuangkan hal itu dan menegur para kepala daerah tempat para perawat hanya menerima gaji kecil.
Menurutnya, gaji kecil untuk para perawat merupakan sesuatu yang tak pantas.
"Kemana kalian semua? Kenapa kalian malah meributkan undang-undang yang menjamin kawan-kawan perawat lebih dimanusiakan, lebih dilindungi, dan lebih diberdayakan?" ungkap Irma.
Sebelumnya diberitakan, ratusan tenaga kesehatan (nakes) berunjuk rasa di depan gedung DPR/MPR RI, Jakarta Pusat, Selasa (11/7/2023), menolak pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) Kesehatan menjadi undang-undang dalam Rapat Paripurna DPR RI siang ini.
Ratusan tenaga kesehatan ini tergabung dalam sejumlah organisasi profesi, seperti Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB-IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI).
Baca juga: UU Kesehatan Terbaru, Abaikan Pasien di Situasi Darurat Pimpinan Faskes Bisa Dipenjara 10 Tahun
Mereka menilai, ada sederet masalah dalam proses penyusunan maupun substansi UU Kesehatan yang dibikin hanya dalam kurun 1 tahun.
Ketua Umum PB IDI Adib Khumaidi, kembali mengungkit penyusunan dan pembahasan RUU Kesehatan yang tidak secara memadai memenuhi asas krusial pembuatan undang-undang, yaitu asas keterbukaan/transparan dan partisipatif.
Anggapan ini pun disampaikan oleh puluhan lembaga termasuk PKJS UI, Pusat Kajian Hukum dan Keadilan Sosial (LSJ) Fakultas Hukum UGM, hingga Indonesia Corruption Watch (ICW).
Mereka juga menganggap pembahasan RUU tidak transparan. Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU Kesehatan yang diserahkan pemerintah kepada DPR RI baru diketahui publik pada Maret 2023, meski pembahasan dimulai sejak Agustus 2023.
Baca juga: UU Kesehatan Telah Disahkan, IDI Pertanyakan Dokumen Resminya
IDI juga menilai bahwa perumusan RUU Kesehatan tidak jelas dan tidak mempunyai landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis, serta tidak mendesak.
"Sembilan UU Kesehatan yang ada saat ini masih relevan digunakan dan tidak ditemukan adanya redundancy dan kontradiksi antar satu sama lain," kata Adib dalam keterangannya.