Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Antraks di Yogyakarta Terjadi Hampir Tiap Tahun Selama 5 Tahun Terakhir, Tertinggi Tahun 2019

Kompas.com - 07/07/2023, 09:53 WIB
Fika Nurul Ulya,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengungkapkan, kasus antraks di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) hampir terjadi setiap tahun selama lima tahun terakhir.

Berdasarkan data Kemenkes, hanya tahun 2021 yang dilaporkan tidak ada kasus antraks di wilayah tersebut. Tetapi, kematian karena antraks baru terjadi pada tahun 2023.

"Lima tahun terakhir, hampir tiap tahun ada meskipun belum ada kematian. Jadi, selama ini karena yang menyerang antraks jenis kulit (sehingga fatalitasnya rendah)," kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes, Imran Pambudi dalam konferensi pers secara daring, Kamis (6/7/2023).

Imran mengungkapkan, kasus paling tinggi tercatat di tahun 2019, dengan jumlah mencapai 31 kasus, dan di tahun 2022 dengan jumlah 23 kasus.

Baca juga: Kemenkes Sebut Kasus Antraks di Gunungkidul Sudah Bisa Dikategorikan KLB

Sedangkan di tahun 2020, kasus yang terlapor hanya tiga, dan di tahun 2023 sebanyak sembilan kasus dengan tiga kematian.

Kasus-kasus tersebut didominasi dengan antraks yang menyerang kulit. Bakteri tersebut menempel ke kulit hingga melepuh. Tingkat fatalitas kasus (case fatality rate) dari antraks jenis ini berkisar 25 persen.

Untuk diketahui, antraks dengan tingkat fatalitas tertinggi adalah antraks yang menyerang paru-paru, dengan tingkat fatality rate mencapai 80 persen. Spora bakteri itu terhisap melalui partikel pernapasan dan mencapai dinding alveoli.

"Yang untuk (antraks menyerang) pencernaan cukup tinggi dan bervariasi mulai 25-70 persen. Kemudian, yang paling bahaya adalah antraks tipe paru-paru dengan case fatality rate mencapai 80 persen," ujar Imran.

Baca juga: Kemenkes: Bakteri Antraks Bisa Bertahan hingga 40 Tahun Lebih di Tanah

Imran mengatakan, sudah ada tiga kematian yang berkaitan dengan antraks. Tetapi, hanya satu orang yang dinyatakan suspek antraks dari pemeriksaan darah di laboratorium.

Sedangkan dua orang sisanya tidak sempat diperiksa di laboratorium. Kendati begitu, keduanya memiliki gejala dan memiliki riwayat berhubungan dengan hewan ternak yang terjangkit antraks.

"Yang dua ini belum sempat dilakukan pemeriksaan lab karena langsung meninggal. Kita lakukan investigasi gejala ada dan mereka punya riwayat dengan sapi yang mati karena antraks tadi," kata Imran.

Sebelumnya diberitakan, kasus antraks dilaporkan menjangkiti puluhan warga Kelurahan Candirejo, Kapanewon Semono, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Menurut Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Gunungkidul, satu orang dilaporkan meninggal dunia akibat antraks. Sementara data Kemenkes menunjukkan jumlah warga yang meninggal sebanyak tiga orang.

Baca juga: Pemicu Antraks di Gunungkidul: Sembelih Ternak yang Sudah Mati, Dagingnya Dibagikan dan Dikonsumsi

Kepala Dinkes Kabupaten Gunungkidul, Dewi Irawaty mengatakan, kasus ini bermula ketika warga menyembelih dan mengonsumsi sapi yang sudah mati.

"Dia (warga yang meninggal) ikut menyembelih dan mengkonsumsi. Sapinya kondisinya sudah mati lalu disembelih," kata Dewi, dikutip dari pemberitaan Kompas.com pada 4 Juli 2023.

Halaman:


Terkini Lainnya

Dugaan TPPU Hakim Gazalba Saleh: Beli Alphard, Kredit Rumah Bareng Wadir RSUD di Jakarta

Dugaan TPPU Hakim Gazalba Saleh: Beli Alphard, Kredit Rumah Bareng Wadir RSUD di Jakarta

Nasional
Anggota Bawaslu Intan Jaya Mengaku Disandera KKB Jelang Pemilu, Tebus Ratusan Juta agar Bebas

Anggota Bawaslu Intan Jaya Mengaku Disandera KKB Jelang Pemilu, Tebus Ratusan Juta agar Bebas

Nasional
Dalam Sidang MK, KPU Ungkap Kontak Senjata TNI-OPM Jelang Hitung Suara, Satu Warga Sipil Tewas

Dalam Sidang MK, KPU Ungkap Kontak Senjata TNI-OPM Jelang Hitung Suara, Satu Warga Sipil Tewas

Nasional
Sinyal Kuat Eko Patrio Bakal Jadi Menteri Prabowo

Sinyal Kuat Eko Patrio Bakal Jadi Menteri Prabowo

Nasional
Yakin Presidential Club Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Yakin Presidential Club Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Nasional
Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Nasional
Gejala Korupsisme Masyarakat

Gejala Korupsisme Masyarakat

Nasional
KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

Nasional
PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

Nasional
Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Nasional
Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Nasional
Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com