Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perpanjangan Masa Jabatan Kepala Desa 9 Tahun Dinilai Rawan Korupsi

Kompas.com - 05/07/2023, 15:32 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar otonomi daerah (otda) Djohermansyah Djohan menilai, rencana perpanjangan masa jabatan kepala desa (kades) dari 6 tahun menjadi 9 tahun rawan menimbulkan penyimpangan.

Bahkan, menurut dia, potensi korupsi semakin terbuka lebar jika kepala desa diberi kekuasaan untuk kurun waktu yang lama.

“Menyebabkan tata kelola governance dengan uang yang besar itu akan tidak efisien dan efektif, bahkan berpotensi ke penyimpangan, korupsilah,” kata Djohan kepada Kompas.com, Rabu (5/7/2023).

Baca juga: Panja Sepakati 19 Poin Revisi UU Desa, Salah Satunya Masa Jabatan Kades Jadi 9 Tahun 2 Periode

Djohan berpandangan, rencana perpanjangan masa jabatan kepala desa dari 6 tahun menjadi 9 tahun bertentangan dengan prinsip-prinsip negara demokrasi.

Seharusnya, sebagai negara demokratis, masa jabatan para pemimpin, termasuk di level daerah, dibatasi agar tak terlalu lama. Apalagi, saat ini Indonesia sudah memasuki era Reformasi.

Namun, faktanya, ketika mayoritas pemimpin seperti presiden dan wakil presiden, gubernur, bupati, dan wali kota masa jabatannya di kisaran 5 tahun, kepala desa yang lingkup kerjanya lebih sederhana justru dapat menjabat hingga 9 tahun.

“Kita 6 tahun masa jabatan katakan sudah melampaui, sekarang dibuat jadi 9 tahun. Itu lama berkuasa besar, potensi penyimpangannya juga besar,” ujar Djohan.

Baca juga: Revisi UU Desa, Baleg DPR Usulkan Dana Desa Jadi Rp 2 Miliar per Desa

Situasi itu diperumit dengan minimnya kompetensi kepala desa dalam mengelola administrasi daerah. Hal ini sulit dihindari lantaran kepala desa merupakan jabatan politis yang ditentukan oleh rakyat.

Demikian pula dengan perangkat desa, umumnya adalah orang-orang yang sebelumnya turut mensukseskan kepala desa dalam pemilihan, tapi miskin pengetahuan pengelolaan pemerintahan.

“Jadi kompetensi kemampuan administratif boleh dikatakan lemah. Padahal ini menyangkut tata kelola. Jadi kekuasaan yang lama, 9 tahun, miskin kompetensi,” ucap Djohan.

Menurut Djohan, penambahan masa jabatan kepala desa tak bisa dilakukan secara tiba-tiba. Setidaknya, langkah itu harus didahului dengan pembenahan di internal pemerintahan desa.

Misalnya, sebagai penyeimbang kades, sekretaris desa (sekdes) dipilih dari kalangan profesional yang kompeten, yakni pegawai negeri sipil (PNS).

Sebab, jika sekdes dipilih dari orang dekat kades, kepala desa lebih berpotensi sewenang-wenang, utamanya dalam penggunaan anggaran. Di sisi lain, sekdes tak bisa menolak perintah kades karena takut dicopot dari jabatan.

“Jadi satu PNS menjaga administrasi desa dan administrasi keuangan desa, termasuk mengelola dana desa. Jadi tidak bisa seenaknya, ugal-ugalan kepala desa,” kata Djohan.

Hal lain yang harus dibenahi, lanjut Djohan, pengawasan terhadap kepala desa dan perangkatnya.

Halaman:


Terkini Lainnya

Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

Nasional
Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Nasional
Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Nasional
Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Nasional
Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Nasional
Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Nasional
Airin Ingin Bentuk Koalisi Besar untuk Mengusungnya di Pilkada Banten

Airin Ingin Bentuk Koalisi Besar untuk Mengusungnya di Pilkada Banten

Nasional
Sebut Warga Ingin Anies Balik ke Jakarta, Nasdem: Kinerjanya Terasa

Sebut Warga Ingin Anies Balik ke Jakarta, Nasdem: Kinerjanya Terasa

Nasional
Caleg PSI Gugat Teman Satu Partai ke MK, Saldi Isra: Berdamai Saja Lah

Caleg PSI Gugat Teman Satu Partai ke MK, Saldi Isra: Berdamai Saja Lah

Nasional
Irigasi Rentang Targetkan Peningkatan Indeks Pertanaman hingga 280 Persen

Irigasi Rentang Targetkan Peningkatan Indeks Pertanaman hingga 280 Persen

Nasional
Kuasa Hukum Caleg Jawab 'Siap' Terus, Hakim MK: Kayak Latihan Tentara, Santai Saja...

Kuasa Hukum Caleg Jawab "Siap" Terus, Hakim MK: Kayak Latihan Tentara, Santai Saja...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com