JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga, aliran dana hasil korupsi Bupati nonaktif Kapuas, Ben Brahim S. Bahat dan istrinya, Ary Egahni ke lembaga survei nasional lebih dari Rp 300 juta.
KPK sebelumnya mengkonfirmasi uang korupsi pasangan suami istri itu mengalir ke lembaga survei Indikator Politik dan Poltracking Indonesia.
“Ya lebih dari Rp 300 jutaan ya,” kata Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Rabu (5/7/2023).
Menurut Ali, Ben diduga menggunakan uang korupsi itu untuk menaikkan elektabilitasnya ketika Bupati Kapuas itu ingin maju sebagai calon Gubernur Kalimantan Tengah.
Baca juga: Usut Aliran Korupsi Bupati Kapuas, KPK Cecar Petinggi Indikator Politik
Meski demikian, kata Ali, tim penyidik masih akan mengkonfirmasi aliran dana itu ke beberapa pihak sebelum menyimpulkan bahwa survei itu memang didanai uang korupsi.
“Tapi nanti kami akan konfirmasi kembali poinnya itu,” ujar Ali.
Ali mengatakan, survei yang diminta oleh Ben Brahim merupakan kepentingan pribadinya dan tidak berkaitan dengan tugas kedinasan sebagai Bupati Kapuas.
Sejauh ini, KPK telah memanggil petinggi lembaga survei, di antaranya adalah Direktur Keuangan PT Indikator Politik Indonesia Fauny Hidayat dan Erma Yusriani pada 26 Juni lalu.
Baca juga: Terseret Kasus Bupati Kapuas, Indikator: Ben Brahim Hendak Maju Sebagai Cagub Kalteng
Kepada Fauny, tim penyidik mendalami aliran dana yang digunakan untuk membiayai polling survei.
Meski telah mengendus uang panas itu mengalir ke lembaga survei, KPK belum bisa memutuskan apakah akan menyita uang tersebut.
Tim penyidik masih fokus mengumpulkan keterangan dari para saksi dan barang bukti sehingga didapatkan 2 alat bukti yang cukup.
“Kan tidak hanya saksi tapi apakah juga alat bukti yang lain apakah itu surat, petunjuk, keterangan tersangka dan lain-lain yang ada di hukum acara pidana itu,” tutur dia.
Baca juga: Uang Korupsi Bupati Kapuas Diduga untuk Bayar Survei Poltracking dan Indikator Politik Indonesia
Ben Brahim sebelumnya diduga menerima uang dan fasilitas dari sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kapuas dan pihak swasta.
Sementara, istri Ben Brahim, Ary diduga aktif mencampuri urusan Pemkab Kapuas. Ia diduga memerintahkan Kepala SKPD memenuhi kebutuhan pribadinya.
Jumlah smeentara uang yang mereka terima diduga mencapai Rp 8,7 miliar.