Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Mulai Selesaikan Kasus Pelanggaran HAM Berat secara Non-Yudisial Tanpa Lupakan Jalur Yudisial

Kompas.com - 28/06/2023, 13:02 WIB
Nirmala Maulana Achmad,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

PIDIE, KOMPAS.com - Pemerintah mulai menangani kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat masa lalu secara non-yudisial.

Kick off penanganan atau pelaksanaan rekomendasi penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM berat masa lalu itu digelar di Rumoh Geudong, Pidie, Aceh, pada Selasa (27/6/2023).

Ada 12 pelanggaran HAM berat masa lalu yang diakui pemerintah, antara lain Peristiwa 1965-1966; Penembakan Misterius (petrus) 1982-1985; Talangsari Lampung 1989; Rumoh Geudong dan Pos Sattis 1989; Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998; dan Kerusuhan Mei 1998.

Kemudian, peristiwa Trisakti dan Semanggi I-II 1998-1999; Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999; Simpang KKA 1999; Wasior Papua 2001-2002; Wamena 2003; dan Jambo Keupok 2003.

Baca juga: Jokowi Resmi Luncurkan Penyelesaian Non-Yudisial untuk 12 Peristiwa Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu

Para korban dari 12 peristiwa tersebut mendapatkan pemulihan dari negara atau kompensasi seperti pengobatan gratis, pemberian Kartu Indonesia Sehat (KIS), beasiswa, dukungan dana wirausaha hingga Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) bagi eksil.

Data sementara terdapat 99 korban yang mendapat kompensasi dari tiga peristiwa pelanggaran HAM berat di Aceh. Jumlah itu akan terus bertambah dan digabung dengan jumlah korban dari peristiwa pelanggan HAM berat lain.

Lantas, mengapa hanya 12 kasus pelanggaran HAM berat yang diakui?

Sementara empat kasus lain, yakni kasus Tanjung Priok 1984; Timor Timur 1999; Abepura 2000; dan Paniai 2014, tidak masuk.

Deputi Hukum dan Hak Asasi Manusia Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) Sugeng Purnomo mengatakan, empat kasus pelanggaran HAM berat itu tidak termasuk karena sudah diputuskan di pengadilan.

"Kalau mengacu pada putusan pengadilan tidak bisa dilakukan pemulihan. Maka pemerintah melakukan terobosan yaitu dengan non-yudisial," ujar Sugeng saat konferensi pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta pada 23 Juni 2023.

Sementara itu, Aceh sengaja dipilih sebagai tempat kick off karena kontribusi penting dan bersejarah rakyat dari provinsi tersebut untuk kemerdekaan Republik Indonesia, penghormatan terhadap peristiwa Tsunami 2004, dan perdamaian yang berlangsung di Aceh.

Baca juga: Soal Kasus HAM Berat, Jokowi: Saya Kira Normal, Negara-negara Lain Juga Punya Sejarah

2 eksil korban 1965 ditawari jadi WNI

Dua eksil korban tragedi 1965-1996, Sudaryanto Yanto Priyono (81) dan Jaroni Soejomartono (81), ikut datang dalam acara kick off di Rumoh Geudong.

Yanto dan Jaroni merupakan eksil yang tak bisa kembali menetap di Tanah Air. Paspor mereka dicabut. Kini, Yanto merupakan warga negara Rusia. Sedangkan Jaroni warga negara Ceko.

Keduanya pun turut diundang Presiden Joko Widodo (Jokowi) naik ke atas panggung saat Jokowi memberikan sambutan.

"Pak Daryanto (Yanto), sama Pak Soejo (Jaroni) ingin jadi WNI lagi enggak?" tanya Jokowi.

Baca juga: 133 Korban Pelanggaran HAM Berat di Rumoh Geudong Telah Didata

Yanto kemudian menjawab bahwa keinginan menjadi WNI kembali itu telah direncanakan. Sebab, dia sudah memiliki keluarga di Rusia dan sudah punya tiga cucu.

"Sudah direncanakan, Pak. Soalnya saya bukan sendirian. Jadi sudah punya tiga cucu. Ada tiga cucu," jawab Yanto.

"Oh punya keluarga. Istri dari Rusia? Wah bawa ke Indonesia kan belum tentu mau kan ya?" tanya Jokowi lagi.

"Belum tentu tapi kalau diyakinkan, saya kira bisa," ucap Yanto.

Presiden Jokowi kemudian berganti bertanya kepada Jaroni.

"Kalau Pak Soejo (Jaroni) ingin kembali?" tanya Jokowi.

Baca juga: Saat Jokowi Tawari Eksil Korban Peristiwa 1965 untuk Kembali Jadi WNI...

Jaroni menyatakan bahwa ia belum memiliki rencana menjadi WNI lagi. Sebab, menurutnya, pengakuan Indonesia terhadap peristiwa 1965-1966 sebagai pelanggaran HAM berat masa lalu tidak pernah disangkanya.

Halaman:


Terkini Lainnya

Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Nasional
Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Nasional
Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Nasional
Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Nasional
Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Nasional
Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Nasional
KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

Nasional
Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Nasional
Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Nasional
Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Nasional
Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Nasional
Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Nasional
Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Nasional
Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Nasional
Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com