JAKARTA, KOMPAS.com - Perkumpulan Dokter Seluruh Indonesia (PDSI) meminta rekan-rekan sejawat mereka yang bersikap berseberangan bisa mendukung Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan yang bakal disahkan di dalam rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
"Untuk teman-teman lain yang masih menolak, tentu kami berharap setelah RUU ini disahkan kita bisa membaca lebih lengkap dan tentu kami berharap mendukung karena ini untuk masyarakat Indonesia," kata Sekretaris Jenderal PDSI dr. Erfen Gustiawan Suwangto, dalam keterangannya seperti dikutip pada Selasa (20/6/2023).
Erfen mengatakan, terlampau banyak kabar simpang siur terkait RUU Kesehatan. Salah satunya tentang kekhawatiran beleid itu memihak kepentingan asing.
"Padahal justru sebenarnya dengan memanggil lagi warga negara Indonesia yang menjadi dokter di luar negeri untuk kembali ke Indonesia," ucap Erfen.
Erfen melanjutkan, RUU itu juga bakal mengembalikan wewenang perizinan dokter kepada pemerintah. Sebab selama ini, kata dia, weweanang itu belum berada penuh di tangan pemerintah.
"Selama ini kesehatan kita sudah terlalu liberal karena pemerintah tidak bisa melakukan tindakan yang terlalu jauh karena undang-undang yang eksisting saat ini," ucap Erfen.
Sebelumnya diberitakan, sejumlah organisasi profesi kedokteran menolak pengesahan RUU Kesehatan. Selain itu, mereka juga mengancam akan mogok kerja dan mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) jika RUU Kesehatan disahkan.
Menurut pemerintah, dominasi organisasi kesehatan menghambat pertumbuhan dokter spesialis karena mahalnya biaya pengurusan izin praktik.
Baca juga: Ketua Panja Klaim RUU Kesehatan Sudah Akomodasi Kepentingan Nakes dan Masyarakat
Padahal rasio dokter spesialis di Indonesia masih jauh di bawah standar Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization).
Rasio dokter spesialis di Indonesia hanya 0,12 per 1.000 penduduk, lebih rendah dibandingkan dengan median Asia Tenggara, 0,20 per 1.000 penduduk.
Sementara itu, rasio dokter umum 0,62 dokter per 1.000 penduduk di Indonesia, lebih rendah dari standar WHO sebesar 1,0 per 1.000 penduduk.
Beberapa waktu belakangan, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) membantah organisasinya menghimpun dana besar dan mempersulit para dokter untuk membuat Surat Izin Praktek (SIP).
Baca juga: Rencana Pengesahan RUU Kesehatan di Tengah Perlawanan 5 Organisasi Profesi
Bantahan ini disampaikan usai Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono menyebut biaya pengurusan Surat Tanda Registrasi (STR) dan/atau Surat Izin Praktek (SIP) mencapai Rp 6 juta untuk satu orang.
Ketua Umum (Ketum) Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Adib Khumaidi menjelaskan, IDI hanya mengenakan iuran kepada anggota hanya Rp 30.000 per bulan.
Selama 5 tahun, iuran yang dibayar oleh anggota mencapai Rp 1,8 juta. Ada pula iuran perhimpunan dokter yang besarannya berbeda-beda di berbagai perhimpunan. Namun, rata-rata besaran iuran tersebut sekitar Rp 100.000 per bulan.
Baca juga: Sejumlah Organisasi Profesi Ancam Mogok Kerja jika Pembahasan RUU Kesehatan Diteruskan
"Apabila ini nanti berlanjut sampai kepada tingkat II dan disahkan pada tingkat II, maka kami akan siapkan proses judicial review di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia," kata Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Adib Khumaidi, dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (19/6/2023).
(Penulis : Fika Nurul Ulya | Editor : Dani Prabowo)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.