JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi Masyarakat Sipil mengkritik Mahkamah Konstitusi (MK) yang dinilai memberikan putusan kontroversial akhir-akhir ini, seperti putusan perpanjangan masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Koalisi Masyarakat Sipil dari Perempuan Indonesia Anti Korupsi Elis Nurhayati mengatakan, putusan MK tersebut membuat kepercayaan masyarakat menurun terhadap lembaga yang lahir dari rahim reformasi itu.
"Menurunnya kepercayaan tersebut karena ada upaya yang sistematis terhadap pelemahan KPK dan Mahkamah Konstitusi," kata Elis dalam konferensi pers virtual penyampaian Maklumat untuk Presiden Joko Widodo (Jokowi), Rabu (14/6/2023).
Oleh karenanya, Elis mengatakan, ada julukan baru untuk MK yakni Mahkamah Keluarga.
Baca juga: Jokowi Ngopi Bareng Ketua MK, Panglima TNI hingga Sandiaga Uno Usai Buka Jakarta Fair 2023
"Yang kini untuk MK itu kepanjangannya bukan lagi Mahkamah Konstitusi, ada yang mempelesetkannya itu menjadi Mahkamah Keluarga. Anda tentu tahu mengapa," ujarnya.
Sindiran terkait MK juga dilayangkan oleh Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Sigit Riyanto dalam acara yang sama.
"Dalam bidang ketatanegaraan kita punya MK, tetapi Mahkamah Konstitusi yang disingkat MK seperti menjelma jadi Mahkamah Kontroversial, bahkan banyak diragukan integritas dan kredibilitasnya," kata Sigit.
Sigit lantas menilai bahwa keputusan MK yang dihasilkan saat ini bukan menjadi berita baik dan harapan bagi warga.
"Tetapi justru mengundang polemik, kritik, bahkan kekhawatiran plus hakim MK bermasalah dari segi etik dan integritas," ujarnya.
Baca juga: Besok Putusan Sistem Pemilu Dibacakan, PAN: Sejarah Akan Menguji MK, Apakah Masih Miliki Nurani
Dalam acara tersebut, Koalisi Masyarakat Sipil memberikan delapan Maklumat yang ditunjukan kepada Presiden Jokowi.
Dalam Maklumat tersebut, Jokowi diminta menolak keputusan MK untuk menambah masa jabatan pimpinan KPK menjadi lima tahun, dan membentuk panitia seleksi pimpinan KPK.
Kedua, memberhentikan pimpinan KPK bermasalah.
Ketiga, meminta Jokowi tidak melakukan intervensi yang mempengaruhi independensi lembaga Yudikatif.
Kemudian, meminta Jokowi netral dalam pemilihan umum (Pemilu) 2024. Kelima, tidak menggunakan KPK, Kejaksaan, dan Kepolisian untuk kepentingan politik.
Keenam, membatalkan Undang-Undang Cipta Kerja. Ketujuh, menolak kriminalisasi terhadap aktivis.
Terakhir, meminta MK dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) menjaga independensi di tahun politik.
Baca juga: Denny Indrayana: Semoga Putusan MK soal Sistem Pemilu Tak Untungkan Kubu Politik Tertentu
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.