JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) turut buka suara terkait balita yang positif narkoba jenis sabu di Samarinda, Kalimantan Timur.
Diketahui, anak tiga tahun itu diberikan air minum yang diduga mengandung sabu, saat ia bersama ibunya ke rumah tersangka berinisial ST untuk cabut rambut uban, pada Selasa (6/6/2023). Akibatnya, balita itu menjadi sangat aktif dan tidak bisa tidur malam.
Baca juga: UPDATE Kondisi Balita 3 Tahun yang Positif Narkoba Usai Minum Air Mineral dari Tetangga
Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA Nahar menyampaikan, anak korban penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya baik zat alami atau sintetis seperti yang dialami balita tersebut berhak mendapatkan perlindungan khusus.
Adapun Perlindungan khusus ini diberikan oleh pemerintah, pemerintah daerah (pemda), dan lembaga negara lainnya.
"Anak korban penyalahgunaan Napza (Narkotika, Psikotropika dan Zat adiktif lainnya) adalah bagian dari 15 anak yang memerlukan perlindungan khusus. Terkait dengan ini tentu merujuk Pasal 73A UU 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, melakukan kordinasi lintas sektor dengan lembaga terkait," kata Nahar kepada Kompas.com, Selasa (13/6/2023).
Nahar mengatakan, koordinasi lintas sektor dilakukan melalui pemantauan, evaluasi, dan pelaporan penyelenggaraan perlindungan anak.
Baca juga: Balita Positif Sabu di Samarinda, Kemenkes-BNN Bakal Koordinasi untuk Rehabilitasi Korban
Sementara itu, upaya perlindungannya diatur dalam pasal 67 UU 35 Tahun 2014, meliputi pengawasan, pencegahan, perawatan, dan rehabilitasi.
Upaya pengawasan itu, kata Nahar, dilakukan dengan beberapa cara. Pertama, penguatan terhadap keluarga dan masyarakat agar anak tidak lagi terlibat dalam penyalahgunaan Napza.
Kedua, pemantauan di lingkungan sekitar agar tidak terjadi peredaran atau penyalahgunaan Napza, dan ketiga, pelaporan kepada pejabat/instansi berwenang jika terjadi peredaran dan penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya.
Adapun upaya pencegahan dilakukan dengan komunikasi, informasi, dan edukasi tentang bahaya bagi anak jika terlibat dalam produksi dan distribusi serta bahaya Napza.
"Kemudian, perlu peningkatan peran orangtua, keluarga, masyarakat, tenaga kependidikan, pendidik, tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat dalam mendukung proses reintegrasi sosial anak yang menjadi korban Napza," tutur Nahar.
Adapun upaya perawatan, meliputi pemberian pemulihan kondisi fisik dan psikis anak yang menjadi korban penyalahgunaan Napza. Upaya ini dilakukan melalui rawat jalan, rawat inap awal, rawat lanjutan, dan pasca rawat.
Kemudian, upaya rehabilitasi dilakukan melalui rehabilitasi medis, rehabilitasi sosial, dan pasca rehabilitasi.
"Terkait rehabilitasi sosial perlu memperhatikan pula kewenangan sebagaimana diatur dalam UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan lampirannya," jelas Nahar.
Baca juga: Kasus Balita Positif Narkoba di Samarinda, Tetangga Korban Jadi Tersangka
Sebelumnya diberitakan, kejadian bermula ketika korban merasa haus dan meminta minum ke ibunya. Perempuan berinisial ST (51) lalu memberikan air mineral setengah botol yang diduga mengandung sabu.