Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Eksaminasi Akademisi atas Putusan Sambo: Pasal Pembunuhan Berencana Dinilai Kurang Tepat Digunakan

Kompas.com - 12/06/2023, 09:19 WIB
Rahel Narda Chaterine,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Delapan akademisi melakukan eksaminasi atas putusan kasus pembunuhan berencana yang dilakukan mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri Ferdy Sambo terhadap eks ajudannya, Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat.

Salah satu hal yang dieksaminasi adalah soal penggunaan Pasal 340 tentang pembunuhan berencana yang dinilai kurang tepat.

Eksaminasi merupakan pengujian atau pemeriksaan terhadap surat dakwaan dari jaksa atau putusan pengadilan yang putuskan hakim.

Baca juga: Putusan Mati Ferdy Sambo-Putri Candrawathi Dieksaminasi 8 Akademisi, Salah Satunya Wamenkumham

“Untuk Pak Ferdy Sambo ada tujuh isu, pertama apakah perbuatan Ferdy masuk dalam 340 atau 338. Memang secara umum mengatakan bahwa ini sebenarnya tidak tepat untuk Pasal 340, tapi lebih tepat Pasal 338. Karena apa? Keadaan tenang itu tidak terbukti,” ujar Pakar Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Mahrus Ali, dalam keterangannya seperti dikutip, Minggu (11/6/2023).

Sebagaimana diketahui, pada (13/2/2023), Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan telah menjatuhkan vonis hukuman mati bagi Ferdy Sambo.

Tim eksaminasi, kata Ali, menjelaskan bahwa putusan Ferdy Sambo hanya memiliki satu keterangan saksi, yakni saksi pelaku atau justice collaborator (JC), Bharada Richard Eliezer.

Baca juga: Seperti Saat Kasus Sambo, Komisi III DPR Buka Kemungkinan Panggil Kejagung soal Kasus BTS 4G

Putusan Ferdy Sambo pun dinilai kurang tepat jika hanya berdasarkan pada satu keterangan saksi. Apalagi, keterangan Richard juga disebut bertentangan dengan saksi lainnya.

Ali mengatakan, eksaminasi juga membahas soal motif. Dalam perkara Ferdy Sambo, hakim mempertimbangkan dua motif dari versi jaksa dan penasehat hukum.

Pihak penasihat hukum Sambo menyebut motifnya adalah faktor pemerkosaan. Sementara jaksa mengatakan bahwa motifnya adalah perselingkuhan.

Namun, lanjut Ali, majelis hakim menolak kedua motif itu dan mengatakan, motifnya adalah kecewa meski tak dijelaskan lebih lanjut alasannya.

Baca juga: Gugatan Sekretaris MA Hasbi Hasan Lawan KPK Diadili Hakim Kasus Ferdy Sambo

“Jadi di situ, eksaminator mengatakan hakim itu bahasa kasarnya itu melakukan proses halusinasi. Dia membuat fakta-fakta yang itu tidak ada di persidangan, dan itu menjadi dasar hakim salah satunya menjatuhkan pidana mati,” ucap Ali.

Menurut Ali, tim eksaminator menilai pidana mati tidak tepat dijatuhkan dalam perkara Sambo.

“Karena apa? Karena pertimbangan hakim yang dipaparkan hakim di dalam dokumennya itu tidak lengkap,” sambungnya.

Selain itu, Ali mengatakan, hasil eksaminasi membahas soal tes poligraf yang dijadikan pertimbangan hakim dalam membuat putusan.

Baca juga: Jaksa Kasus Ferdy Sambo dan Kopi Sianida Jadi JPU Sidang Mario Dandy

Adapun tim eksaminator berpandangan tes poligraf tidak layak dijadikan pertimbangan putusan karena tidak diatur dalam Pasal 184 KUHAP.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Menag Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji: Semua Baik

Menag Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet di Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet di Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Nasional
'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com