APA yang menyebabkan elektabilitas Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden 2024 cenderung turun dari waktu ke waktu, berdasarkan hasil survei yang ada?
Jawaban atas pertanyaan ini memunculkan banyak spekulasi yang terlihat diproduksi oleh berbagai kalangan, baik pengamat, analis, maupun elite politik partai.
Misalnya, ada pengamat yang mengatakan bahwa turunnya perolehan suara Anies disebabkan partai-partai yang tergabung dalam Koalisi Perubahan masih setengah hati dalam mendukung pencalonan Anies.
Analisis tersebut dialamatkan ke Partai Demokrat dengan argumentasi bahwa partai tersebut belum secara masif mempromosikan Anies melalui baliho-baliho di tempat umum.
Pandangan lain mengatakan bahwa Anies dan partai koalisinya terlambat melakukan branding position sebagai koalisi perubahan.
Menurut analisis ini, seharusnya Anies dan partai koalisinya langsung melakukan “serangan” terhadap pemerintah untuk menunjukan posisi sebagai kelompok perubahan sejak awal. Minimal sejak Anies mulai dideklarasikan sebagai bakal capres oleh Partai Nasdem atau saat koalisi Perubahan terbentuk.
Ada juga yang mengatakan bahwa turunnya elektabilitas Anies karena lambat menetapkan bakal calon wakil presiden, yang akan menjadi pasangannya.
Pandangan ini terutama datang dari elite Partai Demokrat. Partai ini mendesak Anies segera menyampaikan cawapres ke publik, tentu pendamping yang dimaksud adalah Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) – sehingga publik segera mendapatkan kepastian, dan dengan itu mesin koalisi bisa segera bekerja efektif.
Analisa lain yang menyebabkan turunnya suara Anies karena Partai Nasdem, sebagai partai yang pertama mengusung Anies, sedang terimpa banyak masalah.
Teranyar adalah penetapan sekjennya, Johnny G. Plate, sebagai tersangka kasus korupsi BTS selaku Menkoinfo. Situasi ini membuat konsentrasi partai tersebut harus terbagi: menyelamatkan citra partai dan mengampanyekan Anies.
Berbagai variable yang terurai dari kalangan pengamat, analis, dan elite politik di atas, sangat masuk akal, dilihat sebagai penyebab turunnya elektabilitas Anies dalam berbagai hasil survei.
Tentu saja, kemungkinan ada variable-variabel lain, baik eksternal maupun internal (Anies sertai partai koalisinya) yang juga kontributif atas hal itu.
Tulisan ini mencoba mengurai variable lain, yang dalam pandangan penulis sangat mungkin kontributif menggerus suara Anies, yaitu persoalan komunikasi dirinya.
Anies adalah komunikator ulung. Sudah pasti, banyak orang akan mengamini itu. Kepiawaianya dalam berkomunikasi sudah teruji, bahkan jauh sebelum dirinya memasuki gelanggang suksesi kepemimpinan lokal dan nasional.
Produksi kata dan diksinya mampu menghipnotis banyak anak muda untuk turun ke berbagai pelosok negeri dalam inisiasi gerakan pendidikan yang disebutnya "Gerakan Indonesia Mengajar".