Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Husen Mony
Dosen

Mengajar Komunikasi Politik & Jurnalistik/Penulis

Anies Baswedan, Hasil Survei, dan Problem Komunikator

Kompas.com - 12/06/2023, 05:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

APA yang menyebabkan elektabilitas Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden 2024 cenderung turun dari waktu ke waktu, berdasarkan hasil survei yang ada?

Jawaban atas pertanyaan ini memunculkan banyak spekulasi yang terlihat diproduksi oleh berbagai kalangan, baik pengamat, analis, maupun elite politik partai.

Misalnya, ada pengamat yang mengatakan bahwa turunnya perolehan suara Anies disebabkan partai-partai yang tergabung dalam Koalisi Perubahan masih setengah hati dalam mendukung pencalonan Anies.

Analisis tersebut dialamatkan ke Partai Demokrat dengan argumentasi bahwa partai tersebut belum secara masif mempromosikan Anies melalui baliho-baliho di tempat umum.

Pandangan lain mengatakan bahwa Anies dan partai koalisinya terlambat melakukan branding position sebagai koalisi perubahan.

Menurut analisis ini, seharusnya Anies dan partai koalisinya langsung melakukan “serangan” terhadap pemerintah untuk menunjukan posisi sebagai kelompok perubahan sejak awal. Minimal sejak Anies mulai dideklarasikan sebagai bakal capres oleh Partai Nasdem atau saat koalisi Perubahan terbentuk.

Ada juga yang mengatakan bahwa turunnya elektabilitas Anies karena lambat menetapkan bakal calon wakil presiden, yang akan menjadi pasangannya.

Pandangan ini terutama datang dari elite Partai Demokrat. Partai ini mendesak Anies segera menyampaikan cawapres ke publik, tentu pendamping yang dimaksud adalah Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) – sehingga publik segera mendapatkan kepastian, dan dengan itu mesin koalisi bisa segera bekerja efektif.

Analisa lain yang menyebabkan turunnya suara Anies karena Partai Nasdem, sebagai partai yang pertama mengusung Anies, sedang terimpa banyak masalah.

Teranyar adalah penetapan sekjennya, Johnny G. Plate, sebagai tersangka kasus korupsi BTS selaku Menkoinfo. Situasi ini membuat konsentrasi partai tersebut harus terbagi: menyelamatkan citra partai dan mengampanyekan Anies.

Berbagai variable yang terurai dari kalangan pengamat, analis, dan elite politik di atas, sangat masuk akal, dilihat sebagai penyebab turunnya elektabilitas Anies dalam berbagai hasil survei.

Tentu saja, kemungkinan ada variable-variabel lain, baik eksternal maupun internal (Anies sertai partai koalisinya) yang juga kontributif atas hal itu.

Tulisan ini mencoba mengurai variable lain, yang dalam pandangan penulis sangat mungkin kontributif menggerus suara Anies, yaitu persoalan komunikasi dirinya.

Problem komunikator

Anies adalah komunikator ulung. Sudah pasti, banyak orang akan mengamini itu. Kepiawaianya dalam berkomunikasi sudah teruji, bahkan jauh sebelum dirinya memasuki gelanggang suksesi kepemimpinan lokal dan nasional.

Produksi kata dan diksinya mampu menghipnotis banyak anak muda untuk turun ke berbagai pelosok negeri dalam inisiasi gerakan pendidikan yang disebutnya "Gerakan Indonesia Mengajar".

Pun saat menjadi tim sukses Jokowi – Jusuf Kalla tahun 2014, dia mampu menghimpun kaum muda terpelajar saat orasi sehingga membawa kemenangan pasangan itu dalam tampuk kepemimpinan nasional.

Kemampuan komunikasi itu pulalah, harus diakui, mampu membawanya menduduki posisi kepemimpinan DKI Jakarta 1.

Anies secara implisit kerap mencitrakan diri sebagai pemimpin berbasis komunikasi. Istilah-istilah yang kerap kita dengarkan dari mulutnya adalah pemimpin harus punya “ide-gagasan, narasi, dan tindakan”.

Artinya, Anies ingin mengatakan bahwa menjadi pemimpin tidak boleh asal kerja, tapi harus dipikirkan dan dikomunikasikan dengan baik apa yang akan dikerjakan. Urutannya harus jelas, begitu kira-kira yang sering digaungkannya.

Namun, pada posisinya sebagai komunikator inilah, Anies justru menunjukkan berbagai problem, yang dalam dugaan penulis, menjadi salah satu variable dalam menggerus suaranya dari waktu ke waktu, belakangan ini.

Sebagai komunikator, termasuk komunikator politik, kemampuan retoris saja tidak cukup. Untuk masuk dan memengaruhi kesadaran publik secara alami, maka komunikator perlu punya kredibilitas (kredibilitas komunikator).

Terkait dengan kredibilitas ini, menurut Aristoteles, perlu ada dalam diri seorang komunikator, yaitu ethos, pathos, dan logos.

Ethos berkaitan dengan karakter dan niat baik dari komunikatornya. Logos berkaitan dengan substansi argumentasi yang memiliki bukti nyata.

Serta phatos berkaitan dengan kreasi pesan yang mampu menggugah pendengarnya ke dalam emosi sehingga bisa satu frekuensi dengan penyampainya.

Adakah kredibilitas itu dimiliki oleh Anies dalam setiap ucapan publiknya? Tentu akan muncul banyak perdebatan tentang hal itu. Namun, suara-suara yang menyangsikan kredibilitasnya sebagai komunikator sudah lama muncul.

Semasa menjadi Gubernur DKI Jakarta, sudah berbagai istilah negatif yang disematkan kepadanya. Berbagai pelabelan “negatif” yang dilekatkan pada Anies dapat dimaknai sebagai sinisme komunikasi atas klaim sebagai komunikator ulung yang kerap dibangga-banggakannya.

Dan ini tentu saja muncul dari komunikan (baca: publik) yang seharusnya dia menangkan hatinya jika ingin menjadi RI 1 nanti.

Anies seperti tidak cukup belajar pada realitas saat dirinya menjadi gubernur tersebut. Kini, saat dirinya berada dalam posisi kandidasi capres, dia masih tetap mengagungkan kemampuan komunikasinya sebagai strategi memenangkan pilpres.

Tak pelak, tagline andalannya “ide dan gagasan melahirkan narasi, narasi melahirkan kebijakan” yang dia produksi, kini menjadi bahan lelucon oleh publik di media sosial.

Dramatisme Anies

Kenneth Burke, melalui teori dramatismenya mengatakan bahwa sebagai pelaku komunikasi, kehidupan manusia adalah sebuah drama.

Manusia kerap menciptakan simbol, menggunakan simbol, dan menyalahgunakan simbol untuk kepentingan dirinya. Bahasa merupakan bentuk tindakan sosial yang akan menunjukan siapa aktor (komunikator) tersebut kepada publiknya (baca: komunikan).

Banyak tindakan sosial (bahasa) Anies memunculkan plot-plot drama yang kontraproduktif, sehingga berimbas pada persepsi buruk atas citra dirinya, yang pada akhirnya muncul dalam bentuk pelabelan-pelabelan negatif publik.

Meski seolah tampak wajar, beberapa pandangannya yang diutarakan ke publik dimaknai seperti “mengangkangi” logika dan pengetahuan publik kebanyakan. Publik ditempatkan seperti orang “bodoh” yang tidak tahu apa-apa.

Misalnya, Anies pernah mengatakan bahwa alat transportasi utama manusia adalah “kakinya”. Pandangan tersebut dikatakan setelah sebelumnya dia menolak (menyalahkan) jawaban dari kebanyakan orang (orang kebanyakan akan menjawab: motor, mobil, sepeda, dan sebagainya).

Pada kesempatan lain, Anies juga mengatakan bahwa pandangan yang mengatakan Jakarta adalah kota penuh dengan kemacetan merupakan pandangan yang tidak sepenuhnya benar. Menurut dia, pada tengah malam atau dini hari, Jakarta selalu terlihat lenggang.

Anies sebenarnya tahu bahwa yang dipersoalkan warga tentang kemacetan adalah pada waktu jam kantor (pagi sampai malam).

Alih-alih bijak merespons persoalan kemacetan dengan narasi terukur, publik seakan hendak “disesatkan” jalan pikirannya.

Pun ketika mengomentari tentang banjir yang menggenangi taman-taman di ibu kota Jakarta. Bagi publik, air yang menggenangi Jakarta adalah karena banjir yang perlu ditangani pemerintah secara maksimal. Namun bagi Anies, genangan air tersebut bukan banjir, melainkan “air sedang parkir”.

Belum lagi istilah-istilah yang diproduksi seperti “rumah sehat” (publik Indonesia tahunya rumas sakit, Anies maunya rumah sehat).

Persepsi netizen

Berbagai perilaku komunikasi Anies, dalam kapasitasnya sebagai komunikator politik, baik yang diproduksi saat menjadi gubernur DKI Jakarta dan setelahnya, menjadi jejak digital yang dengan mudah diperoleh.

Dalam konteks hari ini, jejak-jejak digital tersebut diproduksi ulang oleh publik atau pun lawan-lawan politiknya, dalam aneka kreasi dan kemudian disebarkan ulang ke publik. Tentu saja, kreasi-kreasi dimaksud penuh dengan tendensi mendiskreditkan Anies.

Bukalah Tiktok, Instagram, Twitter, Facebook, group-group WA, dan media sosial lainnya, akan Anda temui banyak konten yang menjadikan omongan Anies sebagai bahan lelucon.

Dibandingkan kedua kandidat lainnya (Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo), konten yang memiliki muatan mendiskreditkan capres, dengan belandaskan dari omongan mereka sendiri, lebih banyak tertuju pada Anies.

Dalam relasi komunikator-komunikan, seorang komunikator politik perlu memahami satu hal bahwa komunikan (publik) hari ini demikian kritis.

Informasi dengan mudah diperoleh dan diakses di mana saja oleh publik, sebagai cara mereka untuk menghidupkan alarm kekritisannya.

Para elite politik yang masih mengagung-agungkan kemampuannya memengaruhi publik dengan berbasis pada logika pesan yang tidak masuk akal, mengangkangi pengetahuan publik, menyesatkan, penuh kebohongan, perlahan akan kehilangan kerelevansiannya.

Ingat, dalam komunikasi ada publik yang disebut oleh Beur (1936), Schramm & Roberts (1964) sebagai “khalayak kepala batu” (The obstinate audience). Bisa jadi, itulah realitas khalayak (publik) Indonesia hari ini.

Tipikal publik yang menyaring pesan yang menghampirinya sebelum diterima atau ditolak. Semoga menjadi masukan konstruktif buat Anies dan partai koalisinya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cek Harga di Pasar Pata Kalteng, Jokowi: Harga Sama, Malah di Sini Lebih Murah

Cek Harga di Pasar Pata Kalteng, Jokowi: Harga Sama, Malah di Sini Lebih Murah

Nasional
Kasus Korupsi Pengadaan Lahan JTTS, KPK Sita 54 Bidang Tanah dan Periksa Sejumlah Saksi

Kasus Korupsi Pengadaan Lahan JTTS, KPK Sita 54 Bidang Tanah dan Periksa Sejumlah Saksi

Nasional
Jokowi Klaim Program Bantuan Pompa Sudah Mampu Menambah Hasil Panen Padi

Jokowi Klaim Program Bantuan Pompa Sudah Mampu Menambah Hasil Panen Padi

Nasional
Soal Izin Usaha Tambang Ormas Keagamaan, Pimpinan Komisi VII Ingatkan Prinsip Kehati-hatian dan Kepatutan

Soal Izin Usaha Tambang Ormas Keagamaan, Pimpinan Komisi VII Ingatkan Prinsip Kehati-hatian dan Kepatutan

Nasional
Jokowi Pastikan Beras Bansos Berkualitas Premium, Tak Berwarna Kuning dan Hitam

Jokowi Pastikan Beras Bansos Berkualitas Premium, Tak Berwarna Kuning dan Hitam

Nasional
Minta Pemerintah Tetapkan Jadwal Pelantikan Kepala Daerah, Ketua KPU: Kalau Tak Ada, Bakal Repot

Minta Pemerintah Tetapkan Jadwal Pelantikan Kepala Daerah, Ketua KPU: Kalau Tak Ada, Bakal Repot

Nasional
Terima Kunjungan Delegasi Jepang, Kepala BNPT Perkenalkan Program Deradikalisasi

Terima Kunjungan Delegasi Jepang, Kepala BNPT Perkenalkan Program Deradikalisasi

Nasional
Mutasi Polri, Brigjen Suyudi Ario Seto Jadi Kapolda Banten, Brigjen Whisnu Hermawan Jadi Kapolda Sumut

Mutasi Polri, Brigjen Suyudi Ario Seto Jadi Kapolda Banten, Brigjen Whisnu Hermawan Jadi Kapolda Sumut

Nasional
Pakar Hukum Minta Bandar Judi Online Dijerat TPPU

Pakar Hukum Minta Bandar Judi Online Dijerat TPPU

Nasional
Pemerintah Tak Bayar Tebusan ke Peretas PDN, Data Kementerian/Lembaga Dibiarkan Hilang

Pemerintah Tak Bayar Tebusan ke Peretas PDN, Data Kementerian/Lembaga Dibiarkan Hilang

Nasional
Pimpinan Komisi VII Wanti-wanti Pengelolaan Tambang Ormas Rentan Ditunggangi Konglomerat

Pimpinan Komisi VII Wanti-wanti Pengelolaan Tambang Ormas Rentan Ditunggangi Konglomerat

Nasional
745 Personel Polri Dimutasi, Kadiv Propam Irjen Syahardiantono Naik Jadi Kabaintelkam

745 Personel Polri Dimutasi, Kadiv Propam Irjen Syahardiantono Naik Jadi Kabaintelkam

Nasional
Pesan Panglima TNI untuk Pilkada 2024: Jika Situasi Mendesak, Tugas Prajurit Melumpuhkan, Bukan Mematikan

Pesan Panglima TNI untuk Pilkada 2024: Jika Situasi Mendesak, Tugas Prajurit Melumpuhkan, Bukan Mematikan

Nasional
Pemerintah Akui Tak Bisa Pulihkan Data Kementerian/Lembaga Terdampak Peretasan PDN

Pemerintah Akui Tak Bisa Pulihkan Data Kementerian/Lembaga Terdampak Peretasan PDN

Nasional
Pilkada 2024, TNI Siapkan Personel Cadangan dan Alutsista jika Situasi Mendesak

Pilkada 2024, TNI Siapkan Personel Cadangan dan Alutsista jika Situasi Mendesak

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com