Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Andhi Pramono Diduga Punya Transaksi Mencurigakan Capai Rp 60 Miliar, padahal Kekayaannya Rp 13,7 Miliar

Kompas.com - 08/06/2023, 07:42 WIB
Ardito Ramadhan,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengungkapkan bahwa eks Kepala Bea Cukai Makassar Andhi Pramono diduga memiliki transaksi mencurigakan dengan nominal sebesar mencapai Rp 60.166.172.800.

Hal ini disampaikan Firli saat membeberkan kasus-kasus transaksi mencurigakan yang ditangani KPK berbekal 33 Laporan Hasil Akhir (LHA) Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) saat rapat dengan DPR.

"Pertama adalah AP, nilai transaksi Rp 60 miliar, sudah tersangka," kata Firli dalam rapat dengan Komisi III DPR, Rabu (7/6/2023).

Baca juga: KPK Duga Andhi Pramono Sembunyikan aset di Rumah Mertua di Batam

Adapun Andhi saat ini berstatus sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi, tetapi KPK belum membeberkan konstruksi perkaranya karena yang bersangkutan belum ditahan.

Besarnya nominal transaksi mencurigakan yang melibatkan Andhi lantas menimbulkan pertanyaan karena Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) pada 2021 menunjukkan bahwa kekayaan Andhi hanya sebesar Rp 13,7 miliar.

Menjawab pertanyaan ini, Firli menyebutkan bahwa KPK masih terus mengumpulkan alat bukti untuk keperluan penyidikan.

Firli menuturkan, lewat penyidikan yang dilakukan, KPK akan mendalami kemungkinan terjadinya korupsi atau pencucian uang yang dilakukan Andhi.

"Dengan dari bukti-bukti dan keterangan itu akan membuat (terang) suatu pidana, apakah ini tindak pidana korupsi, termasuk juga dengan tindak pidana pencucian uang, tunggu saja nanti ya," kata dia.

Baca juga: Andhi Pramono Miliki Transaksi Mencurigakan Rp 60 Miliar, Firli: Kita Akan Buktikan

Firli menambahkan, proses pengumpulan alat bukti ini pula yang membuat Andhi belum ditahan, meski berstatus sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi.

"Karena sesungguhnya KPK bekerja secara profesional, profesionalisme itulah yang membuat kita lebih prudent, membuat kita bekerja secara transparan, akuntabel, dan tentu kita junjung tinggi hak asasi manusia," ujar Firli.

Proses 16 Tersangka

Dalam rapat dengan Komisi III DPR itu juga, Firli menyampaikan bahwa secara total, KPK telah memproses hukum 16 orang berbekal LHA dari PPATK, termasuk Andhi Pramono.

"Kami ingin sampaikan, dari 16 tersangka tersebut dengan nilai transaksi Rp 8,5 triliun sudah kami tuntaskan. Jadi kami memang tidak banyak bicara, mohon izin Pak Johan Budi (Anggota Komisi III dari Fraksi PDI-P), kita tidak bicara, kita kerja saja Pak," kata Firli.

Firli menuturkan, dari 33 LHA yang diterima KPK, 12 di antaranya sudah dilakukan penyidikan, sedangkan 11 laporan masih berada dalam tahap penyelidikan.

Selanjutnya, ada lima laporan yang masih dalam proses penelaahan Direktorat Pelayanan dan Pengaduan Masyarakat, dua laporan tidak terdapat dalam database KPK, sedangkan tiga laporan lainnya dilimpahkan ke Mabes Polri.

"Dari 33 LHA PPATK tersebut, nilai transaksi, saya harus sampaikan, nilai transaksi di dalam LHA PPATK tersebut sebesar Rp 25.363.874.885.910," ujar Firli.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pembangunan Tol MBZ yang Dikorupsi Menyimpan Persoalan, Beton di Bawah Standar, dan Lelang Sudah Diatur

Pembangunan Tol MBZ yang Dikorupsi Menyimpan Persoalan, Beton di Bawah Standar, dan Lelang Sudah Diatur

Nasional
Kasus 'Ilegal Fishing' 91.246 Ekor Benih Lobster di Jabar Rugikan Negara Rp 19,2 M

Kasus "Ilegal Fishing" 91.246 Ekor Benih Lobster di Jabar Rugikan Negara Rp 19,2 M

Nasional
Menlu Retno: Ada Upaya Sistematis untuk Terus Hambat Bantuan Kemanusiaan ke Gaza

Menlu Retno: Ada Upaya Sistematis untuk Terus Hambat Bantuan Kemanusiaan ke Gaza

Nasional
Pemprov Sumbar Diminta Bangun Sistem Peringatan Dini Banjir Bandang di Permukiman Sekitar Gunung Marapi

Pemprov Sumbar Diminta Bangun Sistem Peringatan Dini Banjir Bandang di Permukiman Sekitar Gunung Marapi

Nasional
Jokowi Ajak Gubernur Jenderal Australia Kunjungi Kebun Raya Bogor

Jokowi Ajak Gubernur Jenderal Australia Kunjungi Kebun Raya Bogor

Nasional
BNPB: 20 Korban Hilang akibat Banjir Lahar di Sumbar Masih dalam Pencarian

BNPB: 20 Korban Hilang akibat Banjir Lahar di Sumbar Masih dalam Pencarian

Nasional
Jokowi Ajak Gubernur Jenderal Australia Tanam Pohon di Bogor

Jokowi Ajak Gubernur Jenderal Australia Tanam Pohon di Bogor

Nasional
Pernyataan Kemendikbud soal Pendidikan Tinggi Sifatnya Tersier Dinilai Tak Jawab Persoalan UKT Mahal

Pernyataan Kemendikbud soal Pendidikan Tinggi Sifatnya Tersier Dinilai Tak Jawab Persoalan UKT Mahal

Nasional
PKS Usul Proporsional Tertutup Dipertimbangkan Diterapkan Lagi dalam Pemilu

PKS Usul Proporsional Tertutup Dipertimbangkan Diterapkan Lagi dalam Pemilu

Nasional
Jokowi Terima Kunjungan Kenegaraan Gubernur Jenderal Australia David Hurley

Jokowi Terima Kunjungan Kenegaraan Gubernur Jenderal Australia David Hurley

Nasional
Polri Tangkap 3 Tersangka 'Ilegal Fishing' Penyelundupan 91.246 Benih Bening Lobster

Polri Tangkap 3 Tersangka "Ilegal Fishing" Penyelundupan 91.246 Benih Bening Lobster

Nasional
PDI-P Anggap Pernyataan KPU soal Caleg Terpilih Maju Pilkada Harus Mundur Membingungkan

PDI-P Anggap Pernyataan KPU soal Caleg Terpilih Maju Pilkada Harus Mundur Membingungkan

Nasional
Kesaksian JK dalam Sidang Karen Agustiawan yang Bikin Hadirin Tepuk Tangan...

Kesaksian JK dalam Sidang Karen Agustiawan yang Bikin Hadirin Tepuk Tangan...

Nasional
DPR Tunggu Surpres Sebelum Bahas RUU Kementerian Negara dengan Pemerintah

DPR Tunggu Surpres Sebelum Bahas RUU Kementerian Negara dengan Pemerintah

Nasional
Nurul Ghufron Akan Bela Diri di Sidang Etik Dewas KPK Hari Ini

Nurul Ghufron Akan Bela Diri di Sidang Etik Dewas KPK Hari Ini

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com