Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Dianggap Belum Dewasa Selama 2 Periode, Pakar: Negarawan Mestinya Rangkul Semua Kalangan

Kompas.com - 02/06/2023, 13:45 WIB
Vitorio Mantalean,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengakuan Presiden RI Joko Widodo bahwa dirinya akan cawe-cawe urusan Pilpres 2024 membuat kenegarawanannya dipertanyakan.

Pakar hukum tata negara Universitas Andalas, Feri Amsari, menegaskan bahwa presiden tidak seharusnya ikut campur atau membantu calon pilihannya dalam pemilu berikutnya di mana ia sudah tak ambil bagian sebagai kandidat.

"Mantan presiden mestinya sudah berpikir menjadi negarawan yang merangkul semua kalangan. Bukan membangun keterbelahan yang lebih serius dibandingkan pemilu sebelumnya," kata Feri kepada Kompas.com, Kamis (1/6/2023).

"Bagi saya, Presiden Joko Widodo terlihat belum dewasa selama dua periode kepemimpinannya, dan malah meruntuhkan dia sebagai kandidat negarawan ke depannya sebagai seorang mantan presiden," tambahnya.

Baca juga: Menunggu Kejutan PDI-P: Antara 2 PR Ganjar dan Cawe-cawe Jokowi

Ia khawatir langkah Jokowi ini bisa dibaca sebagai lampu hijau untuk pengerahan aparat negara dalam urusan elektoral.

Sebagai kepala negara, ada berbagai lembaga negara yang bertanggung jawab langsung kepada presiden.

Kepala negara juga membawahi ratusan kepala daerah yang juga bakal menghadapi Pilkada 2024.

Masalah kian runyam karena terdapat 24 gubernur dan 248 bupati/wali kota bakal habis masa jabatannya jelang tahun 2024. Posisi mereka digantikan oleh penjabat (pj) kepala daerah dari kalangan pejabat tinggi madya.

Meski Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menerbitkan aturan bahwa pengusulan kandidat pj kepala daerah harus atas rekomendasi parlemen secara seimbang, tetapi nama yang diputuskan menjadi pj kepala daerah ditentukan sepihak oleh pemerintah pusat.

Baca juga: Ganjar Sebut Cawe-cawe Jokowi Bukan Intervensi Politik Keseluruhan

Padahal, Jokowi adalah Presiden RI, bukan presiden partai politik maupun presiden kandidat capres tertentu belaka.

"Langkah presiden bisa dibaca bahwa presiden akan menggunakan relasi kekuasaannya kepada 34 kementerian, Jaksa Agung, Kapolri, Panglima TNI, dan semua yang berada di dalam ruang kabinetnya dari pusat hingga ke daerah," kata Feri.

"Ini tentu saja bisa saja sangat merugikan," lanjut dia.

Feri menyinggung alasan dibuatnya aturan cuti bagi presiden yang hendak berkampanye, yakni menghindari penggunaan fasilitas dan kewenangan pejabat negara dalam urusan politik praktis.

Jika tidak menjalani cuti di luar tanggungan, potensi penyalahgunaan kekuasaan itu hampir pasti terjadi karena segala hak istimewa, fasilitas, sumber daya, dan kewenangan itu melekat kepada jabatan presiden.

Baca juga: Hati-hati Pak Jokowi, Sikap Cawe-cawe Bisa Diikuti Ratusan Kepala Daerah

"Dan kalau itu berkaitan dengan menguntungkan calon presiden tertentu atau yang dia sedang mendukung tentu akan ada potensi abuse of power," ujar dia.

Feri menilai, indikasi Jokowi penyalahgunaan kekuasaan untuk urusan elektoral itu sudah terlihat dalam beberapa kejadian terakhir.

Ambil contoh, Jokowi secara terang-terangan mengumpulkan ketua umum partai politik di Istana Merdeka, minus ketua umum partai politik poros oposisi.

Jokowi juga pernah mengajak Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, sesama kader PDI-P, satu pesawat kepresidenan terbang ke Solo. Hal itu terjadi setelah Ganjar diumumkan sebagai bakal calon presiden 2024 oleh PDI-P.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Klarifikasi Harta, KPK Panggil Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta

Klarifikasi Harta, KPK Panggil Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta

Nasional
Kematian Janggal Lettu Eko, Keluarga Surati Panglima TNI hingga Jokowi, Minta Otopsi dan Penyelidikan

Kematian Janggal Lettu Eko, Keluarga Surati Panglima TNI hingga Jokowi, Minta Otopsi dan Penyelidikan

Nasional
Presiden Joko Widodo Perkenalkan Presiden Terpilih Prabowo Subianto di Hadapan Tamu Internasional WWF ke-10

Presiden Joko Widodo Perkenalkan Presiden Terpilih Prabowo Subianto di Hadapan Tamu Internasional WWF ke-10

Nasional
Hadiri Makan Malam WWF Ke-10, Puan Disambut Hangat Jokowi sebagai Penyelenggara

Hadiri Makan Malam WWF Ke-10, Puan Disambut Hangat Jokowi sebagai Penyelenggara

Nasional
Harkitnas 2024, Jokowi: Mari Bersama Bangkitkan Nasionalisme

Harkitnas 2024, Jokowi: Mari Bersama Bangkitkan Nasionalisme

Nasional
Revisi UU Penyiaran: Demokrasi di Ujung Tanduk

Revisi UU Penyiaran: Demokrasi di Ujung Tanduk

Nasional
Gugat KPK, Sekjen DPR Protes Penyitaan Tas 'Montblanc' Isi Uang Tunai dan Sepeda 'Yeti'

Gugat KPK, Sekjen DPR Protes Penyitaan Tas "Montblanc" Isi Uang Tunai dan Sepeda "Yeti"

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan SYL, KPK Hadirkan Dirjen Perkebunan Kementan Jadi Saksi

Bongkar Dugaan Pemerasan SYL, KPK Hadirkan Dirjen Perkebunan Kementan Jadi Saksi

Nasional
Tiga Menteri Koordinasi untuk Tindak Gim Daring Mengandung Kekerasan

Tiga Menteri Koordinasi untuk Tindak Gim Daring Mengandung Kekerasan

Nasional
Gugat KPK, Indra Iskandar Persoalkan Status Tersangka Korupsi Pengadaan Kelengkapan Rumah Jabatan DPR

Gugat KPK, Indra Iskandar Persoalkan Status Tersangka Korupsi Pengadaan Kelengkapan Rumah Jabatan DPR

Nasional
Momen Presiden Jokowi Jamu Santap Malam dengan Delegasi KTT WWF Ke-10 di GWK

Momen Presiden Jokowi Jamu Santap Malam dengan Delegasi KTT WWF Ke-10 di GWK

Nasional
Sudah Diingatkan Malu kalau Kalah, Anies Tetap Pertimbangkan Serius Pilkada DKI Jakarta

Sudah Diingatkan Malu kalau Kalah, Anies Tetap Pertimbangkan Serius Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Kejanggalan Kematian Prajurit Marinir Lettu Eko Ketika Bertugas di Papua...

Kejanggalan Kematian Prajurit Marinir Lettu Eko Ketika Bertugas di Papua...

Nasional
Gugatan Praperadilan Sekjen DPR Lawan KPK Digelar 27 Mei 2024

Gugatan Praperadilan Sekjen DPR Lawan KPK Digelar 27 Mei 2024

Nasional
Penambahan Jumlah Kementerian dan Hak Prerogatif Presiden

Penambahan Jumlah Kementerian dan Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com