Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW dkk Akan Surati Ketua MK soal KPU Beri Pengecualian Eks Terpidana Jadi Caleg

Kompas.com - 30/05/2023, 22:54 WIB
Vitorio Mantalean,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) segera bersurat kepada Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman terkait eks terpidana 

Hal ini berkaitan dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI yang dinilai tak patuh pada amar putusan MK nomor 87/PUU-XX/2022 dan 12/PUU-XXI/2023, dengan memberi pengecualian syarat mencalonkan sebagai calon anggota legislatif (caleg) bagi eks terpidana dengan ancaman minimum lima tahun penjara.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menyebut bahwa surat ini bukan hanya atas nama ICW dan Perludem, sebab keduanya menggawangi Koalisi Kawal Pemilu Bersih yang turut beranggotakan THEMIS, Transparency International Indonesia, KOPEL, NETGRIT, dan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK).

"Dalam waktu dekat Koalisi Kawal Pemilu Bersih akan segera mengirimkan surat yang ditujukan kepada Ketua MK Anwar Usman," kata Kurnia kepada Kompas.com, Selasa (30/5/2023).

Baca juga: KPU Bantah ICW soal Pasal Selundupan yang Permudah Eks Koruptor Nyaleg

Adapun koalisi ini telah melakukan audiensi dengan Sekretaris Jenderal MK Heru Setiawan dan dipersilakan bersurat langsung ke Anwar terkait polemik ini.

"Secara spesifik surat itu akan menguraikan problematika dua PKPU yang bermasalah karena mengabaikan putusan MK," katanya.

Sebagai informasi, pengecualian yang dimaksud termuat dalam Pasal 11 ayat (6) Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023, dan Pasal 18 ayat (2) Peraturan KPU Nomor 11 Tahun 2023.

Dalam dua aturan terkait pencalegan itu, diatur bahwa eks terpidana dengan ancaman lima tahun penjara atau lebih tak perlu menunggu masa jeda lima tahun usai bebas murni untuk bisa maju sebagai caleg, seandainya yang bersangkutan juga telah menjalani vonis tambahan berupa pencabutan hak politik.

Sementara itu, amar putusan MK nomor 87/PUU-XX/2022 dan 12/PUU-XXi/2023 menyebut bahwa eks terpidana dengan ancaman minimum lima tahun penjara harus menunggu masa jeda lima tahun usai bebas murni untuk bisa maju sebagai caleg, tanpa embel-embel tambahan.

Namun demikian, Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari beralasan bahwa ketentuan pengecualian itu dimasukkan ke dalam Peraturan KPU karena pihaknya merujuk pada bagian pertimbangan putusan MK tadi.

Pernyataan yang dimaksud Hasyim ada bagian pertimbangan putusan MK Nomor 87/PUU-XX/2022, khususnya halaman 29, meski majelis hakim menggunakan istilah "pencabutan hak pilih" bukan "pencabutan hak politik".

Baca juga: ICW Duga Ada Pasal Selundupan di Aturan KPU yang Permudah Eks Koruptor Jadi Caleg

Dalam pertimbangan itu, majelis hakim menilai, ketentuan eks terpidana dengan ancaman lima tahun penjara maju caleg tanpa menunggu masa jeda lima tahun bebas murni merupakan sesuatu yang inkonstitusional seandainya berlaku untuk jabatan-jabatan publik yang dipilih (elected officials) "sepanjang tidak dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak pilih oleh putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap".

"Kalau kita cermati dalam putusan MK tersebut, itu MK ada pertimbangan, karena ada situasi kan orang juga selain kena pidana, di putusan yang sama juga kena sanksi dicabut hak politiknya untuk dicalonkan. Banyak perkara seperti itu," kata Hasyim kepada wartawan, Selasa (23/5/2023).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com