Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Usul Revisi UU MK Dinilai Sarat Motif Politik Ketimbang Kajian Ilmiah

Kompas.com - 25/05/2023, 20:02 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari, menilai aroma politis dalam usulan revisi keempat Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (MK) yang disepakati Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah sangat kentara.

Menurut Feri, usulan DPR yang disepakati pemerintah untuk memangkas masa jabatan hakim MK dari 15 tahun menjadi 10 tahun bukan hal yang utama. Begitu juga dengan usulan perubahan batas usia minimum hakim MK dari 55 tahun menjadi 60 tahun.

"Bahkan perubahan 15 tahun itu baru beberapa tahun belakangan. dan sekarang mau diubah lagi. Artinya perubahan ini tidak memiliki landasan apapun secara ilmiah dibandingkan alasan politik terkait pemilu tahun depan," kata Feri saat dihubungi Kompas.com, Kamis (25/5/2023).

Feri menilai usulan perubahan masa jabatan hakim MK dari 15 tahun menjadi 10 tahun menunjukkan DPR dan pemerintah tidak membuat kajian yang memadai guna melakukan revisi UU MK.

Baca juga: MK Disebut Lebih Butuh Pedoman Hukum Acara Ketimbang Revisi UU

"Jika disimak perubahan-perubahan Undang-Undang Mahkamah Konstitusi pada dasarnya perubahan soal masa jabatan itu sudah berlangsung," ujar Feri.

"Dari 5 tahun, 10 tahun (2 kali periode), lalu diubah menjadi 15 tahun, dan sekarang mau diubah lagi 10 tahun satu kali periode. Ini kan menunjukkan perubahan-perubahan sebelumnya tidak dikaji dengan layak," sambung Feri.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi telah mengalami perubahan sebanyak tiga kali.

Revisi pertama adalah melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011.

Setelah itu dilakukan revisi kedua melalui Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013. Namun, kemudian dibatalkan karena membatasi kewenangan MK.

Baca juga: Revisi UU MK, DPR Sebut Pemerintah Sepakat Masa Jabatan Hakim MK Turun Jadi 10 Tahun

Ketiga adalah revisi UU MK melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020.

Isu yang mengemuka dalam 3 revisi UU itu hanya berkutat pada persoalan usia minimum, masa jabatan hakim MK, hingga kode etik.

Perubahan masa jabatan hakim MK dari setiap revisi itu juga mulai dari 5 tahun, 10 tahun, lalu diubah menjadi 15 tahun.

Kini DPR dan pemerintah justru hendak kembali mengubah masa jabatan seorang hakim MK kembali menjadi 10 tahun dalam satu kali periode.

Baca juga: Rapat Panja, DPR dan Pemerintah Sepakat Usia Minimal Hakim MK 60 Tahun

Sebelumnya diberitakan, DPR kembali menyampaikan usulan revisi periode masa jabatan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Rapat Panitia Kerja (Panja) Komisi III DPR pada Rabu (24/5/2023) kemarin.

Menurut anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani, salah satu poin yang dibahas dalam Rapat Panja itu adalah tentang masa jabatan hakim konstitusi, yang sebelumnya mencapai 15 tahun dan diusulkan dipangkas menjadi 10 tahun.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Terkini Lainnya

Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Nasional
Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Nasional
Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Nasional
Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Nasional
Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Nasional
Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Nasional
PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

Nasional
Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Nasional
Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

Nasional
DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

Nasional
Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com