Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW Duga Ada Pasal Selundupan di Aturan KPU yang Permudah Eks Koruptor Jadi Caleg

Kompas.com - 22/05/2023, 23:18 WIB
Vitorio Mantalean,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pihak Indonesia Corruption Watch (ICW) menduga, ada "penyelundupan pasal" di dalam Peraturan KPU (PKPU) terkait pencalonan anggota legislatif pada Pemilu 2024, baik DPR RI, DPRD provinsi, DPRD kota/kabupaten, maupun DPD RI.

Penyelundupan pasal ini dinilai bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 87/PUU-XX/2022 dan Nomor 12/PUU-XXI/2023.

Dalam 2 putusan itu, MK menetapkan, eks terpidana dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara atau lebih harus menunggu masa jeda minimum 5 tahun setelah bebas murni untuk dapat mencalonkan diri sebagai anggota legislatif.

Baca juga: Koalisi Sipil Somasi Bawaslu agar Pastikan KPU Revisi Aturan yang Bisa Kurangi Caleg Perempuan

Ketentuan ini diturunkan dalam PKPU Nomor 10 dan 11 Tahun 2023 tentang pencalegan, tetapi KPU menambah pasal baru yang dianggap menabrak putusan MK itu.

Pasal baru itu mengatur bahwa ketentuan soal masa jeda 5 tahun tadi tak berlaku untuk eks terpidana sebagaimana dimaksud turut divonis pidana tambahan berupa pencabutan hak politik.

Meski pasal ini tak spesifik berkaitan dengan koruptor, tetapi peneliti ICW Kurnia Ramadhana menyebut bahwa pasal ini rawan memudahkan koruptor untuk bisa maju sebagai caleg.

Sebab, jika mereka diancam pasal dengan ancaman bui 5 tahun atau lebih, mereka tak perlu menunggu 5 tahun setelah bebas murni untuk bisa maju sebagai caleg seandainya majelis hakim sempat mencabut hak politiknya .

Terlebih, berdasarkan data yang diolah ICW, 31 koruptor yang divonis tambahan pencabutan hak politik (2021) hanya dicabut hak politiknya selama 3 tahun 5 bulan jika dirata-rata.

Ia mengambil contoh seandainya terpidana korupsi itu bebas murni pada 2020 dan hendak maju sebagai caleg.

"Jika mengikuti logika putusan MK dia harus menunggu masa jeda waktu 5 tahun sehingga yang bersangkutan baru bisa mencalonkan diri sebagai caleg pada 2025," kata Kurnia dalam jumpa pers, Senin (22/5/2023).

"Namun karena ulah dari KPU, mereka sudah bisa mencalonkan diri per 2023, tidak usah menunggu 5 taun, tapi gunakan saja landasan pidana tambahan pencabutan hak politik," kata dia.

Baca juga: Ada Temuan Bacaleg DPD Eks Koruptor dan Masih Kader Parpol, KPU Bakal Periksa Dokumen

Kurnia khawatir, pasal ini "menginspirasi" para terdakwa korupsi yang berlatar belakang politik atau mantan pejabat publik untuk berharap agar majelis hakim mencabut hak politiknya.

"Karena sanksinya lebih ringan ketimbang mesti mengikuti putusan MK yang harus melewati masa jeda waktu 5 tahun. Ini logika sederhana yang akan terbangun di alam pikir terpidana korupsi yang berasal dari klaster politik," kata dia.

"Penyelundupan pasal" ini, menurut dia, perlu dibongkar.

Ketika masih diuji publik pun, dalam draf rancangan PKPU terkait pencalegan yang dimiliki Kompas.com, belum ada pasal terkait pengecualian jeda waktu pada eks terpidana yang divonis pencabutan hak politik.

"Siapa yang mencantumkan pasal ini? Apa argumentasinya? Jika dibahas dalam rapat, tentu masyarakat punya hak menagih mana notulensi rapatnya. Kita ingin lihat komisioner mana yang mengusulkan pencantuman pasal ini, atau justru ada pihak lain (yang mengusulkan pencantuman pasal itu)," kata Kurnia.

Baca juga: KPU Diminta Jeli Periksa Pendaftaran Bacalon DPD Terkait Eks Koruptor dan Kader Partai

Dikonfirmasi Kompas.com pada Senin petang, Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU RI Idham Holik mengaku akan segera memberikan tanggapan terkait ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Nasional
Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Nasional
Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Nasional
Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Nasional
PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

Nasional
Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Nasional
Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

Nasional
DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

Nasional
Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

Nasional
KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait 'Food Estate' Ke Kementan

KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait "Food Estate" Ke Kementan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com